Minggu, 06 Oktober 2013

Amalan-amalan yang Dianjurkan di 10-hari Pertama Bulan Dzulhijjah


Bulan dzulhijjah adalah salah satu bulan yang mulia diantara bulan-bulan yang lain, yang mana di bulan ini Allaw SWT. mewajibkan orang-orang yang berkesanggupan untuk melaksanakan ibadah haji. bulan dzulhijjah juga termasuk salah satu dari waktu-waktu yang dianjurkan untuk banyak melaksanakan ibadah dan amalan-amalan sunnah. Rasululloh SAW. pernah bersabda bahwa Sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah adalah termasuk daripada waktu-waktu yang diutamakan, sebagaimana sebuah hadits yang terdapat di Kitab Shahih Al-Jami' As-shagir No.1133:
"Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)"

Demikianlah Nabi kita Muhammad SAW. menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan kini hari-hari itu telah di depan mata, lantas apa yang akan kita lakukan? Akankah kita membiarkannya berlalu begitu saja? Atau kita mengisi waktu-waktu itu dengan perkara yang bermanfaat untuk kita sesuai yang dihimbau dan dianjurkan oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya?

Keutamaan sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah
Keterangan mengenai keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah bisa kita dapati di dalam ayat Al Qur’an maupun di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman dalam surat Al Fajr ayat 2 "وَلَيَالٍ عَشْرٍ" (yang artinya),
Dan demi malam yang sepuluh.
Para ahli tafsir menjelasakan bahwa diantara makna ‘malam yang sepuluh’ pada ayat tersebut adalah sepuluh hari pertama bulandzulhijjah. Dalam Tafsir Juz ‘Amma dikatakan makna sepuluh malam terakhir tersebut adalah sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah. Memaknai kata ‘malam’ dengan makna ‘hari’ bukanlah penafsiran yang aneh karena dalam bahasa arab terkadang kata ‘malam’ memang bisa dimaknai dengan ‘hari’, dan kata ‘hari’ terkadang bisa dimaknai dengan ‘malam’. Perlu diketahui, Allah tidaklah memilih sesuatu yang digunakan untuk bersumpah kecuali sesuatu yang memiliki keutamaan atau keagungan. Dan di dalam ayat tersebut, Allah menggunakan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah untuk bersumpah. Maka ini menunjukkan keutamaan dan keagungan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah.

Adapun di antara hadits yang menunjukkan tentang keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari yang sepuluh ini (yaitu sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Bukhori)

Di antara penyebab diutamakannya sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah karena di dalamnya terdapat hari Arofah (tepatnya pada 9 Dzulhijah). Hari Arofah adalah hari yang sangat mulia di dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arafah (yaitu untuk orang yang berada di Arafah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR Muslim)

Amalan yang dianjurkan di sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.
Diantar a amalan-amalan yang dianjurkan disepuluh awal bulan dzulhijjah adalah sebagai berikut:

Pertama: Memperbanyak Shaum (Puasa).
Menurut penuturan para Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau biasa melakukan puasa pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah, dan ini menjadi kebiasaan rutin beliau. Sebagaimana dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Hunaidah bin Kholid, bahwasanya istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah” (HR. Abu Daud).

Di antara puasa-puasa pada sepuluh hari tersebut ada puasa yang dinamakan dengan puasa Arofah. Puasa Arofah adalah puasa yang dilaksanakan bertepatan dengan waktu wukufnya para jamaah haji di Arofah. Berpuasa pada hari Arofah adalah amalan yang sangat besar keutamaannnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (sepuluh Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)
Dan perlu diingat, anjuran untuk melakukan puasa Arofah hanyalah bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan haji. Adapun bagi yang sedang berhaji maka puasa tersebut tidak dianjurkan.

Kedua:  Memperbanyak berdzikir.
Allah SWT. Berfirman,
 “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. ” (QS. Al-Hajj: 28 )

Imam Bukhari di dalam Shahihnya menukilkan dari Ibnu Abbas Ra. bahwasanya ia menafsirkan “hari yang telah ditentukan” adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan Nabi SAW. juga bersabda untuk menguatkan keutamaan dzikir di waktu-waktu ini: “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal di dalamnya lebih Dia cintai melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena itu, perbanyaklah di waktu-waktu ini tahlil, takbir dan tahmid. ”(HR. Ahmad no. 5446)
Juga termasuk kebiasaan salafussalih, tatkala mereka memasuki bulan Dzulhijjah mereka biasa mengumandangkan dzikir di rumah, masjid, pasar dan tempat kerja mereka.
Selain itu, waktu yang lebih dianjurkan lagi untuk memperbanyak dzikir pada sepuluh hari ini yaitu ketika memasuki hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijjah.
Imam An-nawawi berkata di dalam kitabnya al-Adzkar, Halaman 389:
 “Ketahuilah, bahwasanya disukai untuk memperbanyak dzikir di sepuluh hari ini melebihi dzikir di waktu lainnya. Dan dari sepuluh hari itu disukai untuk memperbanyak dzikir ketika hari Arafah melebihi dzikir di hari-hari lain di sepuluh hari itu. ”
 
Ketiga: Memperbanyak berdo'a
Rasulullah SAW. bersabda: خير الدّعاء دعاء يوم عرفة
 "sebaik-baik do'a adalah do'a di hari a'rafah" (HR. Tirmidzi no. 3585)
Allah Subhana wa Ta'ala. telah menjanjikan di dalam kitab suci al-qur'an bahwa ia akan mengabulkan do'a dari setiap hambaNya yang berdo'a kepadanya, sebagaimana Firmannya di dalam Al-qur'an (Qs. Al-baqoroh 186):
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ”
dan apabila kita memperbanyak berdo'a di hari-hari yang dimuliakan dan diutamakan maka tentu akan lebih baik dan akan semakin dekat untuk diijabah oleh Allah SWT.
 
Keempat: Melaksanakan Shalat Ied.
Shalat i'ed adalah amalan yang begitu agung dan mulia, Rasululloh SAW. sangat menganjurkan ummatnya untuk sama-sama berjam'ah melaksanakan shalat I'ed ini, sampa-sampai wanita yang sedang haid pun di perkenankan untuk menghadiri dan menyaksikannya. karena shalat i'ed merupakan salah satu shalat yang memperlihatkan keagungan dan kebesaran islam dan juga memperlihatkan persatuan Ummat islam.
 Ummu ‘Athiyyah Ra. menjelaskan tentang perintah Rasulullah SAW itu. Ia berkata, “Kami (para wanita) diperintahkan untuk keluar di hari ‘ied. Sampai–sampai kami juga diperintahkan untuk mengeluarkan gadis dari tempat pingitannya dan juga wanita-wanita haid. Mereka ditempatkan di belakang orang-orang yang shalat. Mereka pun bertakbir bersama para jamaah shalat ied dan berdoa pula bersama mereka. Mereka mengharapkan berkah dan kesucian hari itu. ” (HR. Bukhari no. 928)

Kelima: Banyak melaksanakan amalan-amalan shalih
Dianjurkan pula untuk mengamalkan ibadah-ibadah sunnah lainnya seperti : memperbanyak shalat sunnah, bersedekah, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya, sebab amalan-amalan tersebut pada sepuluh hari tersebut akan dilipatgandakan pahalanya. Tentu selama amalan itu ikhlas karena Allah dan dituntunkan oleh Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keenam: Melaksanakan Ibadah Qurban
Berkurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim As. yang telah Allah SWT. syariatkan untuk umat ini. Dan Allah  pun telah menjadikannya termasuk amalan utama yang ada di sepuluh hari penuh berkah ini. Karena itu, berkurban merupakan amalan yang begitu penting di dalam islam. Saking pentingnya, sampai-sampai Nabi kita SAW. bersabda:
من كان له سَعَةٌ ولم يُضَحِّ فلا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Siapa yang memiliki kemampuan lalu tidak berkurban, maka hendaknya ia jangan mendekati mushala kami. ” (HR. Ibnu Majah no. 3123)

Ketujuh: Melaksanakan Ibadah haji dan Umroh
Haji termasuk amalan utama yang dikerjakan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Bahkan, itu merupakan kekhususan yang ada pada 10 hari penuh berkah ini. Nabi SAW. bersabda, “Rangkaikanlah antara haji dan umrah. Karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana api menghilangkan karat di besi, emas dan perak. ”(HR. Tirmidzi no. 810)
Dan Nabi SAW. telah menyebutkan keutamaan haji yang mabrur. Beliau SAW. bersabda:

العمرة إلى العمرة كفّارة لما بينهما والحجّ المبرور ليس له جزاء إلا الجنّة
Umrah ke umrah merupakan penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan atasnya melainkan surga. ” (HR. Bukhari no. 1683 dan Muslim no. 1349)

 Kedelapan: Melaksanakan Puasa Tarwiyah
 Ada riwayat yang menyebutkan,
صَوْمُ يَوْمَ التَّرْوِيَّةِ كَفَارَةُ سَنَة
“Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu.”
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih.Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih dan dalam riwayatnya ada perowi yang pendusta. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).
Oleh karena itu, tidak perlu berniat khusus untuk berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah karena hadisnya dha’if (lemah). Namun jika berpuasa karena mengamalkan keumuman hadits shahih yang menjelaskan keutamaan berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, maka itu diperbolehkan. Wallahu a’lam.

Penutup
Demikian beberapa amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan dan diperbanyak di sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah, di Dalam al-qur'an surah Al-fajr ayat kedua Allah SWT. berfirman yang artinya: "dan demi hari-hari yang sepuluh". kita telah ma'lum bahwa Allah SWT. tidak akan bersumpah dengan sesuatu kecuali karena keutamaanya, maka begitu mulia hari-hari ini, dan sangat disayangkan kalau kita tidak memanfa'atkannya dengan sebaik-baiknya. bulan dzulhijjah hanya sekali dalam setahun, belum tentu di tahun-tahun berikut kita masih mendapatinya lagi, maka janganlah kita menyia-nyiakannya.
Wallahu A'lam

Sumber: dikumpulkan dan disarikan dari berbagai sumber

Sejumlah Argumen Dan Pernyataan Syi'ah Yang Dapat Dipatahkan Bagian 2


Syia’ah adalah dinul hawa (agama hawa nafsu), selain mereka memalsukan dan mendustakan hadits-hadits sahih berbohong adalah juga salah satu yang disyari’atkan dan dibolehkan menurut mereka, berbohong dalam hal ini dikenal dengan istilah Taqiyyah. Jadi seorang syi’ah demi menyampaikan da’wahnya dan demi menyembunyikan kebusukannya ia diperbolehkan untuk berbohong.  Na’udzubillah.

Baiklah, kita akan melanjutkan kembali penjelasan tentang Argumen-argumen dan pernyataan-pernyataan syi’ah yang bisa kita patahkan:

Keenam:  Di judz pertama dalam kitab milik Al-kailany (Al-kafy) disebutkan nama-nama perawi yang meriwayatkan hadits untuk kaum syi’ah, mereka meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah SAW dan juga kalam-kalam ahli bait, Sebagian dari nama-nama perawi tersebut adalah : Mufaddal bin Umar, Ahmad bin Umar Al-halaby, U’mar bin Aban, Umar bin Uzainah, Umar bin Abdul Aziz, Ibrahim bin Umar, Umar bin Handzolah, Musa bin Umar, Abbas bin Umar, dan lain-lain. Sebagian besar diantara nama-nama ini adalah nama umar, sama ada nama perawinya maupun ayah dari perawi tersebut. Yang jadi pertanyaan adalah Mengapa mereka semua diberinama umar , sedangkan nama umar adalah seseorang yang sangat mereka benci dan mereka kafirkan? Jelaslah sudah bahwa syi’ah adalah agama hawa nafsu.

Ketujuh: Kalaulah kaum syi’ah menyangka dan maeyakini bahwa ribuan dari para sahabat hadir di Godir Khom (nama tempat) dan mereka mendengar washiat dari Rasululloh SAW. bahwa khilafah akan diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib lansung setelah Rasululloh SAW. Wafat, maka kenapa tak satupun dari ribuan sahabat ini mendatangi Ali dan memarahinya karena dia tidak meneruskan khilafah dan malah membai’at Abu Bakar? Padahal diantara para sahabat ini (menurut klaim syi’ah) ada A’mmar bin Yasir, Miqdad bin U’mar dan Salman Al-parisi?

Kedelapan: Kalaulah Ali bin Abi Tahalib mengetahui bahwa pengangkatannya sebagai khalifah setelah Rasululloh SAW. Tertulis di dalam Al-qur’an, maka kenapa dia membai’at Abu Bakar dan Umar juga Utsman bi A’ffan sebagai Khalifah? Jika kaum syi’ah menjawab: “ Itu karena Ali bin abi Thalib lemah!” Maka kita katakan : “ jika kalian mengakui bahwa Ali adalah orang ynag lemah, maka orang yang lemah tidak pantas menjadi Imam, karena Imamah hanyalah pantas bagi orang-orang yang sanggup saja”. Dan jika kaum syi’ah menjawab:  “Ali sebenarnya sanggup akan tetapi dia tidak melaksanakannya”, maka kita katakan : “berarti perbuatan ali ini adalah Khianat, karena dia tidak melaksanakan perintah, adan orang yang berkhianat tidak pernah pantas mejadi seorang Imam dan tidak akan pernah dipercaya sebagai seorang pemimpin!”

Kesembilan: Ketika ali bin Abi Thalib diangkat menjadi seorang Khalifah tak sekalipun kita melihat atau mendengar bahwa ia menyalahi para Khalifah-khalifah sebelumnya, dan Ali tidak pernah sama sekali mengeluarkan Al-qur’an lain kehadapan manusia (sebagaimana klaim syi’ah bahwa Ali mempunyai Al-qur’an lain selain Al-qur’an yang kita kenal sekarang), dan kita tidak pernah mendapati Ali mengingkari salah seorangpun dari para khalifah pendahulunya, bahkan Ali bin abi Thalib malah sering mengulang-ulang perkataannya diatas minbar: “sebaik-baik ummat setelah nabinya adalah Abu abakar dan Umar”. Ali tidak pernah mensyari’atkan nikah Mut’ah, dan Ali tidak pernah sama sekali mewajibkan kepada manusia untuk melakukan Nikah Mut’ah dikala Haji. Ali tidak pernah menghimbau untuk merubah “Hayya A’lal Falah” di dalam Azan menjadi “ Hayya A’la khairil amal”, dan Ali tidak pernah menghapus “Assholatu Khairun Min-annaum” di dalam azan. Kenapa kaum syi’ah melaksanakn sesuatu atau mengklaim sesuatu yang tidak pernah sama sekali disyari’atkan atau dikatakan oleh sayyidina Ali? Jelaslah bahwa syi’ahlah yang mengarang dan membuat-buat hukum seenak nafsunya sendiri.

Kalaulah memang benar Ali mengetahui bahwa Abu bakar, U’mar dan Utsman telah merebut Khilafah darinya, maka kenapa disaat dia menjadi khalifah tidak menyampaikan hal itu dihadapan manusia? Padahal dia mempunyai kekuatan? Dan malah yang terjadi adalah sebaliknya, Ali malah sering memuji-muji kepemimpinan mereka.

Kesepuluh: Syi’ah menganggap bahwa Khulafa’ Ar-rasyidin sebelum Ali adalah kafir, lalu kenapa kita melihat Allah SWT. Malah memberikan pertolongan-nya kepada mereka untuk menaklukkan Negara-negara lain dan memperluas wilayah islam? Dan Islam menjadi Negara yang disegani dan sangat mulia dimasa mereka melebihi masa-masa setelah mereka?. Apakah masuk akal Allah SWT meninggikan derajat islam ditangan orang-orang kafir seperti Abu bakar, Umar dan Utsman (seperti yang diklaim syi’ah)?

Dan sebaliknya, disaat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (seorang Al-ma’shum menurut syi’ah) kita melihat kaum muslimin malah terpecah-belah dan bahkan saling memerangi. Dimana ke-M’asuman ali wahai kaum syi’ah? Dimana Rahmah dan ketinggian islam disaat pemimpinnya adalah Al-ma’sum menurut kalian?!, Apakah kalian masih mempunyai Akal?!
IsyaAlllah akan bersambung kebagian selanjutnya.
Wallahu A’lam

Sumber: disarikan dan diterjemah oleh Harun Lubis dari kitab "As'ilah Qodat Syabab As-syi'ah Ila Al-haq" penulis: Ustadz sulaiman Shalih al-khurosyi. Terbitan penerbit Al-khair.