Minggu, 18 Mei 2014

Ulang Tahun Memotong Kue Tart, Bolehkah?

 
Mengungkapkan kegembiraan atas nikmat yang diberikan oleh Allah adalah sunah hukumnya. Memperingati hari kelahiran termasuk dalam hal itu. Firman Allah dalam ad-Dhuha yang artinya: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur)”

Syariat juga menyuruh untuk memperingati ‘hari-hari’ Allah, dan di dalamnya termasuk hari kelahiran. Karenanya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam berpuasa hari Senin setiap minggunya demi mensyukuri nikmat kelahiran beliau.

Diriwayatkan dari Abu Qatadah al-Ansari, bahwasanya Rasulullah ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab: “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku diutus atau hari diturunkannya wahyu kepadaku.” (HR. Muslim)

Merayakan ulang tahun diperbolehkan oleh syariat, karena di dalamnya terdapat luapan rasa gembira, dengan syarat masih dalam koridor adab dan menjaga kehormatan, serta jauh dari perkara haram dan dosa.
Atas dasar itu, kebiasaan sebuah masyarakat yang memotong kue tart dan memasang foto di atasnya atau menulis kalimat “Happy Birth Day” termasuk perbuatan yang diperbolehkan dan tidak ada dosa di dalamnya.

-Darul Ifta Mesir
Sumber: Koran Shaut Al-Azhar edisi 17 Rajab 1435 H.

Senin, 05 Mei 2014

Mengenang Ulama Nusantara: "Syekh Yasin Al-Fadani"

 
Syekh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Mekah pada tahun 1915 dan wafat pada tahun 1990. beliau adalah ulama besar yang pernah sekolah di Madrasah Shaulatiyyah. Beliau adalah pencetus ide berdirinya Madrasah Darul-Ulũm sekaligus menjadi murid pertama madrasah itu.
Konon sebab tercetusnya ide membangun Madrasah tersebut disebabkan karena tindakan dan perlakuan direktur Madrasah Shaulatiyyah yang sangat menyinggung (hususnya) pelajar yang kebanyakan dari Asia Tenggara saat itu. Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari Shaulatiyyah ke Madrasah Darul-Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami oleh Madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu banyak sebagaimana Darul-Ulũm.

Dalam sebuah situs(1) dinyatakan bahwa pada tahun 1934, karena suatu konflik yang menyangkut kebanggaan nasional orang Indonesia, guru dan murid ‘Jawah’ telah keluar dari Shaulatiyah dan mendirikan madrasah Darul Ulum di Makkah.

Mengenai kesehari-harian beliau, dari cerita yang saya dengar dari ayah saya, yaitu Ustaz Sukarnawadi H. Husnuddu’at: “Syekh Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk Nyisyah (menghisap rokok arab)… tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki… Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang zahir daripada yang bathin…
PUJIAN PARA ULAMA:
Syekh Zakaria Abdullah Bila teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yaitu Syekh M. Zainuddin pernah berkata, “waktu saya mengajar Qawa’idul-Fiqhi di Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab Al-Fawa’idul-Janiah karangan Syekh Yasin… menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.

Seorang ahli Hadits bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Qumari pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggaan Ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.
Doctor Abdul Wahhab bin Abu Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab: الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة berkata: Syekh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul-Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu Ulama Masjid Al-Haram…

Syekh Umar Abdul-Jabbar berkata didalam surat kabar Al-Bilad (jumat 24 Dzulqaidah 1379H/ 1960M): “…bahkan yang terbesar dari amal bakti Syekh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan…

Assayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman saat itu, mengarang sebuah syiir yang panjang husus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani Berikut saya nukilkan satu bait saja yang berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحيد
“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”
Doctor Yusuf Abdurrazzaq sebagai dosen kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar cairo juga memuji beliau dengan perkataan dan syiir yang panjang, saya nukilkan satu bait saja yang bunyinya:
أنت فينا بقية من كرام……لا ترى العين مثلهم إنسانا
“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”

Ustaz Fadhal bin M. bin Iwadh Attarimi-pun berkata:
فيا طالب العلم لب نداء……ياسين وافرح بهذا القرى
“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin, bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan,”
Doctor Ali Jum’ah yang menjabat sebagai Mufti Mesir dalam kitab Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri Ala Jauharatittauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima Ijazah Sanad Hadits Hasyiah tersebut dari Syekh Yasin yang digelarinya sebagai مسند الدنيا Musnid Addunia…

Al-Habib Assayyid Segaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syiir untuk memuji beliau, berikut saya nukilkan dua bait saja yang bunyinya sebagai berikut:
لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها
في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها
“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh,
dari Ummul Qura engkau Qhadi dan Muftinya.”
“Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu,
Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”

Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki sebagai guru Madrasah Al-Falah dan Masjid Al-Haram, Syekh M. Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Balfaqih Siun Hadramaut dan Ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau…
Doctor Yahya Al-Gautsani bercerita, pernah ia menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.

H.M.Abrar Dahlan berkata: “yang membuat beliau lepas dari sorotan publikasi ialah karena ia telah menjadi lambang Ulama Saudi yang “bukan Wahabi” yang tersisa di Makkah. Walaupun begitu ia diakui juga oleh ulama Wahabi sebagai Ulama yang bersih dan tidak pernah menyerang kaum Wahabi… Seorang tokoh agama Najid dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) yaitu Jasim bin Sulaiman Addausari pada tahun 1406H pernah berkata:
أبلغوا مني سلاما من صبا نجد……ذكيالأبي الفيض فداني
مسند الوقت بعيد عن نزول……هابط أما لما يعلو فداني
فدى أسر الروايات فلوتنطق……لقالت: علم الدين فداني

KARYA TULIS & MURID-MURID BELIAU:

Jumlah karya beliau mencapai 97 Kitab, di antaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang Ilmu-ilmu yang lain…
Di antara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syekh M. Ali Asshabuni (Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Doctor Ali Jum’ah (Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dll…
Dan di antara murid-murid beliau yang di samping mengambil Sanad Hadits, mendapatkan Ijazah ‘Ammah dan Khasshah, juga diberi izin untuk mengajar di Madrasah Darul-Ulum adalah: H. Sayyid Hamid Al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H.Ahmad Damanhuri, H.M.Yusuf Hasyim, H.M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain Al Munawwar, Ayah saya sendiri yaitu Ustaz Sukarnawadi KH. Husnuddu’at dll…

Ayah saya pernah bercerita, seseorang bernama H.Abdul-Aziz asal Jeruwaru Lombok NTB pernah mendatangi Syekh Yasin untuk meminta bai’at, izin serta restu untuk menjadi Mursyid Thariqat Naqsyabandiyyah… ketika itu Syekh Yasin memberi satu syarat, yaitu, ayah saya harus turut dibai’at, karena ayah saya di samping menjadi Guru yang lama mengajar di Madrasah Darul-Ulum, (dari tahun 1978 sampai 1990) juga sebagai salah satu dari sekian murid yang selalu diberikan bimbingan dan perhatian khusus… maka yang mendapat izin dari beliau untuk menjadi Mursyid Thariqat Naqsyabandiyyah yang berasal dari Lombok saat itu hanyalah Ayah saya dan H.Abdul Aziz…
Ayah saya sebagai warga, bahkan tokoh NW (ketika pulang ke lombok) menceritakan hal itu kepada pendiri Nahdlatul Wathan, yaitu Syekh M. Zainuddin, dan beliaupun tidak mengingkari hal tersebut, bahkan beliau merestui, memberikan Ijazah dan doa yang khusus serta harapan agar di samping itu tetap berjuang membela NW…

KEKERAMATAN BELIAU:

Seseorang bernama Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syekh Yasin Pada hari jumat. Ketika Azan jumat dikumandangkan, Syekh Yasin masih saja di rumah, ahirnya Zakariyya keluar dan solat di masjid terdekat. Seusai solat jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariyyapun bercerita pada temannya bahwa Syekh Yasin ra. tidak solat Jum’at. Namun dibantah oleh temannya karena kata temannya, “kami sama-sama Syekh solat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra. yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau”…

H.M.Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syekh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakaudari buah-buahan/rokok teradisi bangsa arab). Setalah saya bikinkan dan syekh mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syekh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab… saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.

Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya… malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin, ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Iapun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu…? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini..!
Ketika ayah saya tamat Darul-Uulum (Aliah), beliau dilarang oleh Syekh Yasin untuk melanjutkan studinya di Universitas manapun, ayah saya diperintahkan untuk mengabdi di Darul-Ulum. Sedangkan mata pelajaran yang pernah dipegang oleh ayah saya sejak tahun 1978 hingga 1990 adalah Hadits, Fiqih, Tauhid, Tarikh dan Geografi. Di samping itu Syekh Yasin pernah berdo’a untuk ayah saya agar menjadi seorang penulis… kekeramatan do’a beliau dapat dirasakan sendiri oleh ayah saya. 

Walaupun sibuk dalam pekerjaannya sebagai guru dan pegawai di kantor, namun beliau selalu menyempatkan diri untuk menulis. Dan kini tulisan beliau sudah mencapai 24 judul. Yang sudah dicetak sampai saat ini baru 12 judul saja… Ayah saya berkata pada saya, “ini berkat do’a restu Syekh Yasin dan Syekh Zainuddin” Oleh karena itu Ayah saya berpesan agar kami di Mesir, juga mencari seorang guru yang benar-benar pewaris Nabi, agar mendapatkan barokah do’a restu serta barokah ilmunya…

H.Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Ahirnya pak Soehartopun sembuh berkat do’a beliau. Kisah ini selanjutnya didengar sendiri oleh ayah saya dari Syekh Yasin.
Semoga Allah swt. merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin.
Wallahu a'lam Bisshowab.

H. A. Abdullah, Pengurus PCINU Libiya
sumber Foto: wikipedia

Jumat, 07 Maret 2014

Hukum shalat di masjid yang di dalamnya terdapat kuburan orang shaleh

 
Shalat di dalam masjid yang di dalamnya terdapat kuburan orang shaleh adalah diperbolehkan dan disyariatkan, bahkan disunahkan.

Allah berfirman di dalam al-Quran: (1)Mereka berkata, “Dirikanlah bangunan di atas (gua) mereka. Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” (2) Orang-orang yang berkuasa atas mereka berkata, “Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya.” (QS. al-Kahfi: 21)

Pada ayat tersebut, penggalan kalimat pertama adalah ucapan orang-orang musyrik, sedangkan penggalan kalimat yang kedua adalah ucapan orang-orang mukmin. Allah menceritakan keduanya tanpa mengingkarinya. Hal itu menunjukkan bahwa ucapan keduanya diteruskan syariatnya.

Imam al-Razi dalam tafsirnya mengatakan, “Yang dimaksud dengan ‘Kami pasti akan mendirikan sebuah rumah ibadah di atasnya’ adalah menyembah Allah di dalamnya, dan melestarikan peninggalan ashabul kahfi dengan adanya masjid tersebut.”

Imam Shihab al-Khafaji dalam komentarnya terhadap tafsir al-Baydawi mengatakan, “Ini menjadi dalil diperbolehkannya membangun masjid di atas kuburan orang-orang shaleh.”

Adapun dalil dari sunah, bahwanya Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Di masjid al-Kheif ada 70 makam Nabi.” (HR. al-Bazzar dan al-Thabarani dalam mu’jam alkabir)

Rasulullah sendiri dimakamkan di masjid Nabawi. Itu bukan khusus untuk beliau, karena pada nyatanya sahabat Abu Bakar dan Umar juga dimakamkan di sana. Berarti boleh juga membangun masjid di atas makam para ulama.

Bagaimana dengan hadits Sayyidah Aisyah Radiyallahu anha yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, bahwasanya Rasulullah bersabda: “Allah melaknat umat Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan nabi mereka sebagai masjid-masjid.” ?

Kata “masjid” bisa juga dimaksudkan untuk waktu, tempat dan kejadian. Jadi makna ‘menjadikan kuburan’ pada hadits tersebut adalah bersujud kepadanya untuk mengagungkan dan beribadah kepadanya, seperti sujudnya orang-orang musyrik kepada patung dan berhala-berhala.

Imam al-Baydawi berkata: “Ketika orang-orang Yahudi dan Nashrani bersujud kepada kuburan nabi-nabi mereka untuk mengagungkannya, menjadikannya sebagai kiblat dan arah shalat serta menjadikannya sebagai berhala, Allah melaknat mereka dan mencegah umat Islam melakukan hal seperti itu. Adapun orang yang membangun masjid di sebelah kuburan orang shaleh atau bershalat di atas kuburuan orang shaleh dengan tujuan bertawasul, bukan untuk mengagungkan dan menyembahnya, maka hal itu tidaklah bermasalah. Apakah kamu tidak melihat bahwa makam Nabi Ismail ada di masjidil haram, dan masjid itu adalah masjid paling utama yang orang Islam shalat di dalamnya? Shalat di atas kuburan itu dilarang jika kuburannya pernah digali, karena tanahnya sudah bercampur najis.

Dari dalil-dalil di atas, telah jelas bahwasanya shalat di dalam masjid yang di dalamnya ada kuburan orang shaleh adalah diperbolehkan, disyariatkan bahkan disunahkan. Adapun pendapat yang mengharamkannya adalah ucapan batil yang tak perlu dihiraukan.

-Syekh Syauqi Allam, Mufti Mesir
Sumber: Majalah al-Azhar edisi Jumadil ula 1435 H.

Selasa, 11 Februari 2014

Kesunnahan dzikir berjama’ah dalam sebuah halaqah


 
Bismillahirrahmanirrahim

Berkumpul untuk berdzikir dalam sebuah halaqah adalah sesuatu yang sunnah dan tsabit dengan dalil-dalil syari’ah. Allah SWT. Telah menganjurkannya melalui kitab al-qur’an: (Qs. Al-kahfi: 28)

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya;

Nabi Muhammad SAW. Juga pernah  bersabda,
إن لله ملائكة يطوفون في الطرق يلتمسون أهل الذكر، فإذا وجدوا قوما يذكرون الله تنادوا: هلمُّوا إلى حاجتكم ـ أي وجدوا بغيتهم ـ قال: فيحفونهم بأجنحتهم إلى السماء الدنيا، قال: فيسألهم ربهم، وهو أعلم منهم، ما يقول عبادي؟ قال: تقول: يسبحونك ويكبرونك ويحمدونك ويمجدونك، قال: فيقول: هل رأوني؟ قال: فيقولون: لا والله ما رأوك، قال: فيقول: وكيف لو رأوني؟ قال: يقولون: لو رأوك كانوا أشد لك عبادة، وأشد لك تمجيداً، وأكثر لك تسبيحاً، قال: يقول: فما يسألونني؟ قال: يسألونك الجنة، قال: يقول: وهل رأوها؟ قال: يقولون: لا والله يا رب ما رأوها، قال: يقول: فكيف لو أنهم رأوها؟ قال: يقولون: لو أنهم رأوها كانوا أشد عليها حرصاً، وأشد لها طلبا ً، وأعظم فيها رغبة، قال: فمم يتعوذون؟ قال: يقولون: من النار، قال: يقول: وهل رأوها؟ قال: يقولون: لا والله يا رب ما رأوها، قال: يقول: فكيف لو رأوها؟ قال: يقولون: لو رأوها كانوا أشد منها فراراً، وأشد لها مخافة، قال: فيقول: فأشهدكم أني قد غفرت لهم، قال: يقول ملك من الملائكة: فيهم فلان ليس منهم، إنما جاء لحاجة، قال: هم الجلساء لا يشقى بهم جليسهم))

Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang ditugaskan untuk berkeliling di jalan-jalan untuk melihat ahli-ahli dzikir, Maka apabila mereka mendapati suatu kaum yang sedang berdzikir kepada Allah mereka menyeru: sampaikanlah hajat kalian, Maka para malaikat meliputi mereka dengan sayap-sayap mereka hingga mereka sampai ke langit dunia. Kemudian para malaikat ditanya oleh Allah yang lebih mengetahui dari pada para malaikat: Apa yang dikatakan oleh para hamba-hambaku? Para malaikat berucap: Mereka mensucikanMu, MembesarkanMu, MemujiMu, dan MengagungkanMu. Maka Allah Ta’ala berkata: Apakah mereka melihatku? Para malaikat menjawab:Tidak, demi Allah, Mereka tidak melihatMu, Maka Allah berkata: Dan bagaimana jikalau mereka melihatku? Para malaikat menjawab: Kalau mereka melihatMu mereka akan lebih sangat dalam beribadah padaMu, Lebih banyak mengagungkanMu,Dan akan bertambah banyak MensucikanMu.Maka Allah Ta’ala berkata pula: Apa permintaan mereka kepadaka? Para malaikat menjawab: Mereka meminta kepadaMu surga, Kemudian Allah berkata: Apakah mereka pernah melihat surge tersebut? Para malaikta menjawab: Belum, Demi Allah mereka tidak pernah melihatnya.Maka allah berkata: Bagaimana jika mereka melihatnya? Para malaikat menjawab:Kalau mereka melihatnya niscaya mereka akan bertambah giat untuk mendapatkannya, dan akan bertambah sangat memintanya padaMu, dan akan lebih besar keinginan mereka untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berkata pula: Dari apa mereka meminta perlindungan kepadaka? Para malaikat menjawab: Mereka meminta perlindungan padaMu dari dari neraka. Allah berkata pula: apakah mereka pernah melihatnya? Para mal;aikat menjawab, tidak, mereka tidak pernah melihatnya, Allah ta’ala berkata: Bagaimana jika mereka melihatnya? Para malaikat menjawab: Jikalau mereka melihatnya mereka akan bertambah takut terhadapnya, dan akan bertambah lari mereka darinya, Maka Allah Ta’ala pun Berkata: Saksikan kamulah bahwa aku telah memberikan ampunan kepada mereka,Makasalah satu diantara malaikat berkata: diantara para hamba-hambamu itu ada yang dating hanya karena suatu hajat, Allah berkata: Mereka para ahli majelis, ia tidak merusak majelis mereka. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Sahihnya Judz. 5 Hal. 2353) 

Di hadits lain, sebagaimana yang diriwayatkan dari Mu’awiyah, Mu’awiyah berkata : “Bahwa nabi Muhammad SAW. Keluar menuju suatu halaqah dari para sahabatnya, kemudian nabi Muhammad SAW. Bertanya kepada para sahabaynya: Apa yang kalian kerjakan di majelis ini? Para sahabat menjawab: Kami duduk dan berkumpul untuk berdzikir kepada Allah dan MemujiNya atas nikmat Islam yang telah diberikanNya kepada kami dan atas nikmat yang telah diberikanNya pada kami sebab islam…dst...(dan kemudian Mu’awiyah berkata) Nabi Muhammad SAW. Berkata: Malaikat Jibril datang padaku dan memberitahuku bahwa Allah Ta’ala membanggakan kalian dihadapan  para malaikat”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Mulim dalam kitab sahihnya Judz.4 Hal. 2075)

Imam An-Nawawi Ra telah menyusun suatu bab dalam kitabnya Riyad as-shalihin dengan judul : 
“Keutamaan halaqah dzikir” dan memasukkan hadits yang pertama diatas tadi kedalam bab ini. Dan beliau menyebutkan bahwa Dzikir menurut Sayri’ah Islamiyah dalam arti luas mempunyai banyak makna dan maksud, diantaranya: Menyampaikan dan memberitahukan dzat Allah, Atau sifat-sifatNya, Atau perbuatanNya, Atau Hukum-hukumNya, atau membaca KitabNya, Atau berdo’a padaNya, Atau membuat puji-pujian terhadapNya dengan mengagungkanNya, MentauhidkanNya, Mensyukurinya dan MembesarkanNya. Dan tidak ada alasan dan dalil bagi meraka yang mengatakan bahwa Halaqah yang dimaksudkan disini adalah terkhusus halaqah menuntut ilmu.

Imam As-Shan’ani  mengeluarkan dan menyampaikan sebuah hadits yang berkaitan dengan keutamaan halaqah dzikir;
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ما جلس قوم مجلسا يذكرون الله فيه الا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة وذكرهم الله فيمن عنده (رواه مسلم)
Dari abu Hurairah Ra. Ia berkata : Rasulullah SAW. Bersabda: Tidaklah suatu kaum duduk dalam suatu majelis untuk bedzikir kepada Allah Ta’ala kecuali para malaikat akan mengelilingi mereka, dan Rahmat allah akan menaungi mereka, dan Allah akan menyebut mereka pada orang-orang yang disisiNya”

Kemudian Imam As-shan’ani menjelaskan, bahwa hadits ini menunjukkan dan menjadi dalil atas keutamaan halaqah dzikir, dan keutamaan orang-orang yang berdzikir, dan juga keutamaan berkumpul untuk melaksanakan dziikir.
Imam As-shan’ani juga menjelaskan, bahwa yang di maqsud dengan Berdzikir disini adalah: Tasbih, Tahmid, Membaca  Al-quran dan sebagainya, Dan dzikir disini juga termasuk Do’a, Shalawat atas Nabi Muhammad SAW. Dan juga saling menceritakan Nikmat-nikmat Allah Ta’ala. (Dikutip dari kitab Subulu As-salam Milik Imam As-shan’ani judz 2 Hal. 700)

Baiklah, dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa berdzikir berjama’ah dalam suatu halaqah bukanlah hal yang bid’ah, dan bukan pula sesuatu yang tidak berdasar. Dalil dan alasannya telah tsabit dan jelas dalam al-qur’an dan sunnah. Dan berdzikir berjama’ah adalah termasuk amalan sunnah yang dianjurkan oleh syari’ah.
Wallahu a’lam.

-Diterjemahkan dari kitab Al-bayan Al-qawym Milik Prof. Dr. As-syekh Ali Jum'ah

Senin, 10 Februari 2014

Berdzikir dengan suara nyaring, Bid’ah kah?



Bismillahirrahmanirrahim

Tawassuth”  atau pertengahan (tidak terlalu nyaring dan tidak terlalu pelan) dalam brdzikir disunnahkan dan disukai menurut mayoritas ulama, dengan dalil firman Allah SWT:

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا      

Dan janganlah engkau nyaringkan bacaan doa atau sembahyangmu, juga janganlah engkau perlahankannya, dan gunakanlah sahaja satu cara yang sederhana antara itu

Nabi Muhammad SAW. Juga berbuat demikian, Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:

عن أبي قتادة أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج ليلة فإذا هو بأبي بكر رضي الله عنه يصلي يخفض من صوته قال ومر بعمر بن الخطاب وهو يصلي رافعا صوته قال فلما اجتمعا عند النبي صلى الله عليه وسلم قال يا أبا بكر مررت بك وأنت تصلي تخفض صوتك قال قد أسمعت من ناجيت يا رسول الله قال وقال لعمر مررت بك وأنت تصلي رافعا صوتك قال فقال يا رسول الله أوقظ الوسنان وأطرد الشيطان فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أبا بكر ارفع من صوتك شيئا وقال لعمر اخفض من صوتك شيئا

Diriwayatkan dari Abi Qatadah Bahwa Rasulullah SAW. Keluar disuatu malam dan kemudian beliau mendengar Abu Bakar sedang mendirikan shalat dan merendahkan suaranya, Abu Qaatadah berkata: Kemudian Rasulullah SAW. Berlalu di dekat Umar Bin Khattab dan ia sedang shalat dan menyaringkan suaranya, abu Qatadah berkata: ketika keduanya berada disisi Rasululah SAW. Beliau berkata: Wahai Abu bakar suatu kali aku pernah melihatmu sedang shalat dan engkau merendahkan suaramu? Abu Bakar menjawab: Wahai Rasulullah, aku memperdengarkan yang aku panggil, Rasulullah SAW. Berkata: Kuatkanlah sedikit. Dan Rasulullah SAW. Berkata kepada Umar Bin Khattab: Wahai Umar, aku pernah melihatmu sedang shalat dan engkau mengkuatkan suaramu, Umar Menjawab: Wahai Rasululah, aku berusaha membangunkan Jiwa dan mencampakkan Syaithan, Kemudian Rasulullah berkata: Wahai abu Bakar, Kuatkanlah suaramu sedikit, dan wahai Umar Pelankanlah suaramu sedikit.” (Hadits ini diriwayatkan Imam Abu daud dalam Sunan-nya, Ibnu Khuzaimah dalam kitab Sahihnya, Imam at-thabrani dalam kitabnya Al-aushat.)

Sebahagian Ulama-ulama salaf berpendapat disunnahkannya mengangkat suara dalam Takbir dan Dzikir setelah shalat Fardu, beralasan dengan dalil yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

عن أبي معبد مولى ابن عباس أن ابن عباس رضي الله عنهما أخبره أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال ابن عباس : كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته .

Dari abi Ma’bad pembantunya Ibnu abbas, bahwa Ibnu Abbas memberitahu padanya: Bahwasanya mengangkat suara dalam berdzikir setelah shalat fardu adalah hal yang telah ada semenjak masa nabi Muhammad SAW. Ibnu Abbas berkata : aku Mengetahui itu, ketika mereka selesai shalat fardu, aku mendengarnya.” (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya No. 805 dan Imam Muslim dalam sahihnya No. 583)
Sebagian Ulama salaf ini beralasan terhadap dianjurkannya mengangkat suara dalam berdzikir setelah shalat adalah karena dengan menguatkan suara dapat lebih mendalami dalam tadabbur, dan manfa’atnya juga bisa membangunkan dan menyadarkan hati dan jiwa yang lalai.

Dan yang paling baik untuk diputuskan dan diikuti dalam masalah ini adalah seperti yang dituliskan oleh penulis kitab “Muraqy al-falah” . beliau mengumpulkan dan mencari jalan tengah diantara pendapat-pendapat para ulama yang  berbeda pendapat tentang mana lebih baik dan lebih utama bedzikir dan berdo’a secara pelan atau bedzikir dan berdo’a secara nyaring. Beliau berkata : “Dalam hal ini tergantung pada setiap orang, karna orang-orang saling berbeda keadaanya dan pribadinya. Apabila orang tersebut takut akan Riya’ jika dia menguatkan suaranya, atau jika dia menguatkan suaranya akan menyakiti orang lain, maka lebih baik baginya untuk berdzikir secara pelan, apabila ia tidak takut untuk terjatuh pada Riya’ maka menyaringkan Dzikir lebih baik”

Kesimpulannya, Menyaringkan suara dalam berdzikir bukanlah sesuatu yang bid’ah dan bukanlah hal yang baru ada, berdzikir secara nyaring telah ada semenjak Nabi Muhammad SAW. Masih hidup.
Wallahu A’lam

-Diterjemahkan dari kitab "Al-bayan Al-qawym" milik Prof. dr. as-syekh ali Jum'ah

Minggu, 02 Februari 2014

Hukum Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW



  Bismillahirrahmanirrahim

Lahirnya nabi Muhammad SAW ke dunia ini adalah bukti cinta dan kasih sayang Allah SWT yang begitu besar terhadap hambaNya, Al-quran menjelaskan bahwa posisi nabi Muhammad SAW adalah sebagai “Rahmatan Lilalamin”  rahmat untuk seluruh alam. Sebuah rahmat Allah yang bukan semata kasih sayang akan tetapi mencakup petunjuk bagaimana menjalani kehidupan yang diridhai Allah, petunjuk mengenal hak-hak Allah atas hambaNya, juga petunjuk bagaimana menjalani kehidupan dunia yang penuh godaan dan rintangan serta berbagai macam kesulitan. Nabi Muhammad diutus sebagai Rahmat untuk seluruh alam, tidak terbatas hanya pada satu zaman saja, akan tetapi hingga nanti akhir zaman tiba. Diutusnya nabi Muhammad SAW ke dunia ni adalah sebab sejahteranya dunia dan sebab kebahagian bagi para ummatnya, karena beliau tidak hanya menjadi petunjuk bagaimana menjalani hidup untuk kebahagian akhirat, akan tetapi juga menjadi petunjuk bagaimana memperoleh kebahagian di dunia serta di akhirat.


Nabi Muhammad SAW laksana mataharinya dunia yang menerangi kehidupan manusia menuju kebahagiaan yang abadi, dan beliau adalah laksana Nur yang menuntun manusia berjalan melewati berbagai macam kegelapan yang mencekam. Beliaulah sosok Rahmat itu, sosok yang paling berhak mendapatkan kecintaan yang besar dari para ummatnya.

Oleh karenanya, memperingati kelahiran rasulullah SAW bukanlah hal yang tercela, bahkan itu adalah hal yang sangat terpuji juga merupakan sebaik-baik perbuatan dan sebesar-besar Qurabat, karena dengan memperingati kelahiran beliau menunjukkan rasa cinta kita yang besar kepadanya serta menunjukakan kegembiraan kita dan rasa syukur kita yang besar kepada Allah atas diutusnya beliau. Dan kita tahu bahwa mencintai Rasulullah SAW adalah Aslun min usulil iman (salah satu pondasi iman), Di salah satu riwayat yang sahih beliau pernah bersabda, sebagaimana diriwayat imam Al-bukhari dalam kitabnya, Rasulullah SAW berkata:
والذي نفسي بيده لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب اليه من والده وولده. رواه البخاري
“Demi Allah yang diriku berada di KuasaNya, tidaklah beriman salah seorang kalian sehingga aku lebih dicintainya ketimbang orang tuanya atau anak-anaknya”
Di hadits yang lain beliau juga pernah bersabda,
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لا يؤمن أحدكم حتي أكون أحب اليه من ولده و والده والناس أجمعين. أخرجه البخاري في صحيحه ج1 ص 14
“Tidaklah beriman salah seorang kalian sebelum akau lebih dicintainya dari pada anaknya, dan orang tuanya, dan juga seluruh manusia”

Imam Ibnu Rajab berkata: Mencintai Rasulullah Muhammad SAW adalah salah satu dari dasar iman, dan beriringan dengan cinta terhadap Allah SWT. Allah SWT didalam al-qur’an telah telah meletakkan derajat cinta terhadap Nabi Muhammad SAW langsung setelah cinta terhadap Allah SWT. Sebagaimana bisa kitabaca dalam Al-quran surah At-taubah ayat 24:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ
"Katakanlah (wahai Muhammad): "Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri- isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah- rumah tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (daripada) berjihad untuk ugamaNya, maka tunggulah sehinggga Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya) kerana Allah tidak akan memberi pertunjuk kepada orang-orang yang fasik (derhaka).”

Merayakan maulid nabi Shallallahu alaihi wasalallam adalah sebagai bukti penghormatan yang besar terhadap jasa beliau, dan penghormatan terhadap Rasulullah adalah wajib hukumnya. Karena mencintai beliau dan menghormatinya adalah Aslul usul (Dasar pondasi Iman). Alllah SWT telah menerangkan banyak sekali tentang kemulian Rasulullah di dalam al-quran, derajatnya, posisinya serta keutamannya terhadap seluruh ummat manusia, dan bahwa beliaulah asyraful khalqi  (Makhluq yang paling mulia).

Para ulama-ulama kita terdahulu telah melaksanakan Maulid nabi Muahammad SAW jauh semenjak abad keempat dan kelima hijriyah, perayaan maulid bukanlah baru muncul belakangan ini sebagaimana yang disangkakan sebagian orang, akan tetapi telah ma’ruf semenjak salafunasshalih terdahulu. Para ulama kita terdahulu merayakan dan menghidupkan malam kelahiran Rasulullah SAW dengan memperbanyak amalan-amalan kebaikan, memperbanyak dzikir, memperbanyak syukur atas nikmat besar diutusnya nabi Muahammad, juga dengan membagi-bagikan makanan, memperbanyak membaca al-qur’an, juga dengan melantunkan sya’ir-sya;ir pujian kepada nabi Muhammad SAW serta tausyiah dan nasehat kebaikan. Dan hal ini sejarahnya telah banyak ditulis oleh Muarrikh-muarrikh  Islam diantaranya; Ibnu Al-jauzy, Ibnu Katsir, Al-hafidz Ibnu Dihyah Al-andalusy, Hafidz Ibnu Hajar, dan juga Imam Hafidz Jalaluddin Ass-suyuthy.

Banyak para ulama yang telah menyusun kitab tentang dianjurkannya melaksanakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW. Dalam kitab mereka tersebut disertakan banyak dalil-dalil yang berkaitan dengan pentingnya melaksanakan peringatan maulid nabi Muhammad SAW. Dan dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil yang sahih dan kuat yang tak mungkin dapat diingkari. Imam Ibnu Al-hajj dalam kitabnya Al-madkhal  telah panjang lebar menguraikan berbagai macam faedah-faedah serta manfaat yang berkaitan dengan pelaksanaan peringatan maulid nabi, dan dalam kitab ini beliau juga menjelaskan keutamaan peringatan maulid nabi yang begitu banyak. Padahal kita tahu bahwa belia (Ibnu Al-hajj) adalah orang yang sangat membenci perbuatan bid’ah, kalaulah memperingati mauled nabi Muhammad SAW adalah sesuatu yang bid’ah dan sesat maka beliaulah orang yang pertama kali akan menolaknya habis-habisan.

Al-imam Al-hafidz Jalaluddin As-suyuthy dalam kitabnya Husnul maqasid fi amalil maulid menjelaskan setelah beliau ditanya seputar hukum melaksanakan mauld di bulan rabi’ul awwal, apakah hukumnya secara syara’, dan apakah perbuatan tersebut terpuji atau malah tercela, serta apakah orang-orang yang melakukannya mendapatkan pahala; beliau menjawab; jawabanku untuk pertanyaan ini adalah bahwa asal dari perbuatan memperingati mauled yang padanya orang-orang berkumpul untuk membacakan al-qur’an, membacakan hadits-hadits yang berkaitan dengan kelahiran dan keutamaan rasulullah, juga padanya orang-orang berkumpul untuk saling berbagi makanan dan tanpa menambah hal-hal lain itu adalah Bid’ah hasanah yang sangat dianjurkan dan diberi pahala orang-orang yang melaksanakannya, karna padanya terdapat hal yang sangat terpuji yaitu memuliakan kebesaran dan keutamaan rasulullah dan juga pernyataan gembira dan cinta terhadap lahirnya rasulullah SAW.

Di riwayat lain diceritakan bahwa Imam As-suyuthy menolak pendapat orang yang mengatakan; “aku tidak pernah mengetahui bahwa peringatan mauled nabi tidak ada dasarnya di al-quran dan sunnah” sunnah dengan mengatakan; “Sebab ketidak tahuan terhadap sesuatu tidak menunjukkan bahwa sesuatu itu tidak ada”. Beliau juga menjelaskan bahwa Imam Al-hafidz Ibnu Hajar telah mengeluarkan dan menyebutkan asal kesunnahan dan dianjurkannya melaksanakan peringatan maulid, dan beliau sendiri (yakni Imam suyuthy) juga mengeluarkan asal dari dianjurkannya peringatan maulid nabi seraya menjelaskan bahwa bid’ah yang tercela adalah perbuatan yang memang bertentangan dengan al-quran dan sunnah, sedangkan peringatan maulid nabi itu tidak bertentangan sama sekali dengan al-quran dan sunnah, karena pujian-pujian terhadap rasulullah SAW. Juga pembacaan ayat al-quran dan hadits-hadits tentang keutamaan rasulullah itu adalah dianjurkan oleh syari’ah.

Imam Al-bayhaqy meriwayatkan dari Imam As-syafi’i bahwa beliau berkata; “Sesuatu hal yang baru atau bid’ah itu ada dua macam, yang pertama adalah bid’ah yang betentanagan dengan al-quran atau sunnah atau atsar para sahabat atau ijma’ para ulama, maka ini adalah bid’ah yang sesat atau dhalalah, sedangkan yang kedu adalah bidah yang baik dan padanya banyak kebaikan dan tidak ada pertentanga sama sekali terhadap alquran maupun sunnah juga atsar maupun ijma’ ulama, maka ini adalah bid’ah hasanah yang sangat dipuji”.

Imam As-syuti berkata; Dalam peringatan mauled nabi SAW tidak ada satupun yang bertentangan dengan kitab maupun sunnah juga atsar maupun ijma’, oleh karenanya bukanlah termasuk perbuatan tercela sebagaimana dikatakan imam As-syafi’I, bahkan itu termasuk perbuatan Ihsan yang belum muncul di masa-masa awal islam.

Berkumpulnya orang-orang dalam memperingati maulid nabi SAW itu adalah perbuatan yang sangat disukai dan merupakan Qurbah  atau pendekatan diri kepada Allah SWT. Karna lahirnya rasulullah SAW kedunia ini adalah ni’mat yang paling besar yang Allah berikan kepada hamba-hambanya. Karena syari’at islam menganjurkan ummatnya untuk mensyukuri Ni’mat-ni’mat Allah SWT, maka yang paling dianjurkan untuk disyukuri adalah nikmat Allah yang paling besar, yaitu lahirnya dan diutusnya rasulullah SAW ke dunia ini. Pendapat inilah yang dikuatkan dan dirajihkan oleh Imam Ibnu Al-hajj, sebagaimana ia tuliskan dalam kitabnya Al-madkhal ;  Karena pada bulan inilah Allah SWT limpahkan kepada kita ni’mat yang paling besar yaitu dengan dilahirkannya junjungan alam, syyidul awwalin wal akhirin, maka adalah suatu kewajiban bagi kita untuk memperbanyak ibadah di bulan ini, memperbanyak amal kebaikan juga memperbanyak rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang paling besar.

Salah satu sumber yang disebutkan oleh Al-hafidz Ibnu Hajar tentang peringatan maulid nabi Muhammad SAW.adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab mereka yaitu:

ان النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشورأ فسألهم فقالو: هذا يوم أغرق الله فيه فرعون و نجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى

Bahwa nabi Muhammad SAW sampai ke kota Madinah, dan beliau menyaksikan bahwa kaum Yahudi puasa di hari Asura’, maka Nabi Muhammad bertanya kepada mereka, kenapa mereka melakukannya, maka mereka menjawab bahwa hari itu adalah hari dimana Allah SWT. Menenggelamkan Fir’aun, dan di hari itu pula Allah menyelamatkan Nabi Musa AS. Maka kami puasa di hari itu sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.”

Kemudian Imam Ibnu Hajar menjelaskan , “dari peristiwa tersebut kita dapat ambil I’tibar dan pemahaman bahwa Perbuatan sykur kepada Allah SWT. Itu lebih diutamakan dilakukan dihari dimana Allah SWT memberikan Ni’mat tersebut, baik berupa ni’mat pemberian rizqi atau ni’mat pertolongan dari hal-hal yang dibenci, dan kemudian itu dijadikan adat dan kebiasaan setiap hari atau waktu tersebut berulang setiap tahunnya. Dan penggambaran rasa syukur tersebut berupa macam-macaman Ibadah seperti sujud, puasa, shadaqah, tilawah al-quran atau yang lain.dan kita telah ma’lum dan akui bahwa tidak ada ni’mat yang paling besar selain dihari dimana Allah SWT menjadikan Sayyidah Aminah melahirkan Makhluq yang paling mulia di bulan Rabi’ul Awwal. Yaitu Nabi Muhammad SAW.”


Imam Al-hafidz As-suyuthi menukil perkataan Imam Al-hafidz Syamsuddin Ibnu Al-jauzy dari kitabnya “U’rfu At-ta’rif bi Maulidi  As-syarif” beliau berkata : “Sesungguhnya telah benar dan sahih khabar yang mengatakan bahwa Abu Lahab diringankan azab baginya di Neraka setiap malam senin karena telah memerdekakan hambanya ketika hambanya tersebuat memberitahunya tentang kelahiran nabi Muhammad SAW. Maka seorang Abu Lahab yang kafir yang dicaci di dalam Al-qur’an diringankan baginya azab di neraka karna kegembiraannya menyambut kelahiran Rasulullah SAW. Apalagilah kita sebagai Muslim yang bertauhid dari Ummat Muhammad SAW yang menggambarkan kegembiraan dihari lahirnya junjungannya dan rela berkorban demi kecintaan kepadanya, apakah kita tidak lebih berhak dari abu lahab?ketahuilah bahwa kitalah lebih berhak, dan ketahuilah bahwa pahalanya disisi Allah SWT adalah surga berkat karuniaNya.”

Bisa juga kita berdalil tentang dianjurkannya memperingati mauled Nabi SAW. Dengan keumuman firman Allah SWT. Di dalam Al-quran (Q.S. Ibrahim :5):
وذكرهم بأيام الله..
dan beri ingatlah mereka tentang hari-hari Allah”
Tidak diragukan bahwa hari kelahiran nabi Muhammad SAW. Adalah termasuk hari-hari Allah, maka memperingatinya adalah tidak lain mengamalkan ayat Allah tersebut. Dan jelaslah bahwa perbuatan tersebut bukan Bid’ah, bahkan termasuk Sunnah hasanah meskipun belum terjadi dimasa Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW. Adalah Idola kita, junjungan kita, kekasih kita, kita merayakan hari kelahirannya tidak lain adalah kecintaan kita yang besar padanya dan bukan karna hal yang lain, bahkan bukan hanya kita ummatnya saja yang mencintainya, tapi seluruh alam tahu dan cinta kepadanya. Alangkah naifnya orang-orang yang lebih mementingkan hari ulang tahunnya atau hari ulang tahun teman atau bahkan kekasihnya kemudian mengabaikan hari lahirnya seorang junjungan alam dan bahkan mengharamkannya.

Baiklah, dari uraian-uraian diatas jelaslah kita tahu bahwa memperingati maulid adalah sesuatu yang sangat dianjurkan dan disukai. sudah cukup teranglah penjelasan yang disampaikan oleh Kibar Ulama diatas tadi, dan kita juga sudah tahu bahwa perinngatan maulid nabi Muhammad SAW bukanlah hal yang baru akan tetapi telah ada semenjak zaman salafunasshalih sekitar abad keempat dan kelima hijriah. Kita melihat bahwa memperingati mauled nabi Muhammad SAW di masa itu sangat diterima oleh mayoritas ummat islam dan mayoritas ulama hingga sampai berabad-abad setelahnya, dan munculnya pembid’ah-an terhadap peringatan mauled nabi itu hanya di beberapa abad belakangan ini saja.

Sebagai kesimpulannya, peringatan Maulid nabi Muhammad SAW bukanlah bid’ah yang tercela, akan tetapi bid’ah hasanah yang sangat dianjurkan, apalagi dalam peringatan tersebut kita melihat syi’ar-syiar agama Allah SWT disampaikan, pembacaan Al-qur’an, pembacaan sirah Rasulullah, nasehat-nasehat agama, serta Shadaqah diantara sesama kaum muslimin, dan juga saling berbagi makanan dll yang semua itu mungkin tidak kita saksikan di momen-momen selain dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ya, mungkin tidak kita saksikan lagi selain di momen mauled mengingat ummat islam sekarang sudah hampir lupa dengan syiar-syi’ar islam, lupa dengan al-quran, lupa dengan sejarah junjungannya, dan bahkan lupa dengan kehidupannya di akhirat. Jadi, mari kita jaga dan lestarikan budaya memperingati mauled nabi Muhammad SAW. Jangan sampai hilang dan punah, tentu saja dengan tetap menjaganya dan menghindarkannya dari tercampur dengan hal-hal yang tercela dan bertentangan dengan al-qur’an dan sunnah. InsyaAllah dengan memperingati Maulid kita termasuk orang-orang yang menegakkan dan membesarkan syi’ar-syi’ar agama Allah. Wallahu A’am.

-disarikan dari kitab Al-bayan al-qawym karya As-syekh Ali Jum'ah