Senin, 10 Februari 2014

Berdzikir dengan suara nyaring, Bid’ah kah?



Bismillahirrahmanirrahim

Tawassuth”  atau pertengahan (tidak terlalu nyaring dan tidak terlalu pelan) dalam brdzikir disunnahkan dan disukai menurut mayoritas ulama, dengan dalil firman Allah SWT:

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَٰلِكَ سَبِيلًا      

Dan janganlah engkau nyaringkan bacaan doa atau sembahyangmu, juga janganlah engkau perlahankannya, dan gunakanlah sahaja satu cara yang sederhana antara itu

Nabi Muhammad SAW. Juga berbuat demikian, Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:

عن أبي قتادة أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج ليلة فإذا هو بأبي بكر رضي الله عنه يصلي يخفض من صوته قال ومر بعمر بن الخطاب وهو يصلي رافعا صوته قال فلما اجتمعا عند النبي صلى الله عليه وسلم قال يا أبا بكر مررت بك وأنت تصلي تخفض صوتك قال قد أسمعت من ناجيت يا رسول الله قال وقال لعمر مررت بك وأنت تصلي رافعا صوتك قال فقال يا رسول الله أوقظ الوسنان وأطرد الشيطان فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أبا بكر ارفع من صوتك شيئا وقال لعمر اخفض من صوتك شيئا

Diriwayatkan dari Abi Qatadah Bahwa Rasulullah SAW. Keluar disuatu malam dan kemudian beliau mendengar Abu Bakar sedang mendirikan shalat dan merendahkan suaranya, Abu Qaatadah berkata: Kemudian Rasulullah SAW. Berlalu di dekat Umar Bin Khattab dan ia sedang shalat dan menyaringkan suaranya, abu Qatadah berkata: ketika keduanya berada disisi Rasululah SAW. Beliau berkata: Wahai Abu bakar suatu kali aku pernah melihatmu sedang shalat dan engkau merendahkan suaramu? Abu Bakar menjawab: Wahai Rasulullah, aku memperdengarkan yang aku panggil, Rasulullah SAW. Berkata: Kuatkanlah sedikit. Dan Rasulullah SAW. Berkata kepada Umar Bin Khattab: Wahai Umar, aku pernah melihatmu sedang shalat dan engkau mengkuatkan suaramu, Umar Menjawab: Wahai Rasululah, aku berusaha membangunkan Jiwa dan mencampakkan Syaithan, Kemudian Rasulullah berkata: Wahai abu Bakar, Kuatkanlah suaramu sedikit, dan wahai Umar Pelankanlah suaramu sedikit.” (Hadits ini diriwayatkan Imam Abu daud dalam Sunan-nya, Ibnu Khuzaimah dalam kitab Sahihnya, Imam at-thabrani dalam kitabnya Al-aushat.)

Sebahagian Ulama-ulama salaf berpendapat disunnahkannya mengangkat suara dalam Takbir dan Dzikir setelah shalat Fardu, beralasan dengan dalil yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas:

عن أبي معبد مولى ابن عباس أن ابن عباس رضي الله عنهما أخبره أن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، وقال ابن عباس : كنت أعلم إذا انصرفوا بذلك إذا سمعته .

Dari abi Ma’bad pembantunya Ibnu abbas, bahwa Ibnu Abbas memberitahu padanya: Bahwasanya mengangkat suara dalam berdzikir setelah shalat fardu adalah hal yang telah ada semenjak masa nabi Muhammad SAW. Ibnu Abbas berkata : aku Mengetahui itu, ketika mereka selesai shalat fardu, aku mendengarnya.” (diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam sahihnya No. 805 dan Imam Muslim dalam sahihnya No. 583)
Sebagian Ulama salaf ini beralasan terhadap dianjurkannya mengangkat suara dalam berdzikir setelah shalat adalah karena dengan menguatkan suara dapat lebih mendalami dalam tadabbur, dan manfa’atnya juga bisa membangunkan dan menyadarkan hati dan jiwa yang lalai.

Dan yang paling baik untuk diputuskan dan diikuti dalam masalah ini adalah seperti yang dituliskan oleh penulis kitab “Muraqy al-falah” . beliau mengumpulkan dan mencari jalan tengah diantara pendapat-pendapat para ulama yang  berbeda pendapat tentang mana lebih baik dan lebih utama bedzikir dan berdo’a secara pelan atau bedzikir dan berdo’a secara nyaring. Beliau berkata : “Dalam hal ini tergantung pada setiap orang, karna orang-orang saling berbeda keadaanya dan pribadinya. Apabila orang tersebut takut akan Riya’ jika dia menguatkan suaranya, atau jika dia menguatkan suaranya akan menyakiti orang lain, maka lebih baik baginya untuk berdzikir secara pelan, apabila ia tidak takut untuk terjatuh pada Riya’ maka menyaringkan Dzikir lebih baik”

Kesimpulannya, Menyaringkan suara dalam berdzikir bukanlah sesuatu yang bid’ah dan bukanlah hal yang baru ada, berdzikir secara nyaring telah ada semenjak Nabi Muhammad SAW. Masih hidup.
Wallahu A’lam

-Diterjemahkan dari kitab "Al-bayan Al-qawym" milik Prof. dr. as-syekh ali Jum'ah