Selasa, 03 Mei 2011

Al-azhar Mesir, Kiblat Ilmu Pengetahuan, dan perannya yang sangat penting

   Al-azhar University, kota ilmu sekaligus gudang para Ulama merupakan kiblat utama ilmu agama islam di seluruh dunia. mazhabnya yang Wasathiyah tidak menjadikannya dijauhi oleh sebagian orang yang fanatik terhadap suatu mazhab. inilah Al-azhar yang dari masa kemasa, era ke era tetap eksis mencetak ulama - ulama baru, intelektual - intelektual baru yang menyebar di seluruh penjuru dunia untuk menyebarkan ilmu agama islam serta berkifrah dalam segala hal dan aspek kehidupan.
   bermula dari sebuah Mesjid yang dibangun pada tahun 971 Masehi atau 359 hijriah, Al-azhar kini dikenal sebagai universitas tertua di dunia, perannya yang sangat penting menjadikannya kiblat ilmu di penjuru dunia islam. Universitas ini didirikan pada masa Dinasti fatimiyah berkuasa di Mesir, pada mulanya ia didirikan dengan berpegang pada faham dan Mazhab Syi'ah. Namun ketika kekuasaan di rebut oleh Sultan Shalahuddin Al-ayyubi faham Al-azhar di rubah menjadi Sunni dan Wasathiyah dalam masail fiqh.


   Dari tahun ketahun Al-azhar tetap banyak diminati oleh para penuntut ilmu dan tatap menjadi pilihan sebagai tempat buat menimba dan menggali ilmu agama islam. dan tidak hanya itu, tidak mau ketinggalan zaman Al-azhar tidak hanya sebagai wahana buat menimba agama islam saja, namun juga Al-azhar unggul dalam ilmu umum dan keduniaan, baik bidang kedokteran, ilmu peradaban, ekonomi, matamatika, dan sebagainya, apapun InsyaAllah ada di Al-azhar. patutlah ia desebut sebagi kiblat ilmu.
   Saat ini, tidak kurang dari empat ribu mahasiswa al-azhar yang berasal dari indonesia, dan Alhamdulillah masih akan terus bertambah setiap tahunnya, karna selain tidak di pungut biaya (khusus fakultas agama islam, fakultas umum dikenakan biaya tergantung kebijakan fakultas masing-masing) lembaga-lembaga yang menawarkan beasiswa juga sangat banyak, diantaranya ada lembaga baituz-zakat, atau lembaga Al-azahr sendiri, dan banyak lagi yang lain.
   Inilah Al-azhar, bumi ilmu, yang terletak di negri mesir, yang sering disebut sebagai bumi seribu menara, karna akan banyak kita lihat menara-menara mesjid yang menjulang tinggi.


   Sungguh beruntung ummat islam memiliki Al-azhar, karna perannya tidak bisa kita pungkiri lagi. dan benar-benar telah menjadi pondasi untuk agama islam dibidang keilmuan. berikut ini sebagian dari gambar-gambar ulama -ulama / syekh-syek Al-azhar yang sangat luar biasa jasanya.







   Al-azhar, yang usianya kini telah lebih dari satu Millenium, Namun tatap tak lekang oleh zaman, namanya tetap jadi sorotan, kifrahnya tetap membahana di seantero dunia. sungguh Anugrah Allah SWT yang luar biasa buat Ummat islam Yang patut kita syukuri adanya, sebab tak bisa kita pungkiri Al-azhar lah kini yang masih benar-benar bersih dalam hal keilmuan Islam, dan InsyaAllah jauh dari pemodernisasian agama oleh tangan - tangan kotor dari barat.


Oleh : Harun Arrasyid lubis
          dari berbagai sumber

Kamis, 28 April 2011

Sekolah Korupsi

MENDIRIKAN SEKOLAH KORUPSI

Mr. Korup berencana menyiapkan sebuah sekolah tinggi yang berbasis pada disiplin ilmu korupsi. Kampusnya akan didirikan di seluruh Indonesia. Dan program studi yang disepakati adalah Program Studi Teknik Korupsi (S1). Gelar yang didapatkan adalah Sarjana Korupsi S. Krop (Sekrop)

Berikut mata kuliah keahlian yang diajarkan pada Program Studi Teknik Korupsi:

1. Pengantar Ilmu Korupsi 2 SKS
2. Pengantar Budaya Korupsi 2 SKS
3. Perekonomian Indonesia 2 SKS
4. Korupsi Dasar I 8 SKS
5. Matematika Korupsi 4 SKS
6. Hukum Dagang dan Perdata 3 SKS
7. Sistem Korupsi 4 SKS
8. Sejarah Korupsi 2 SKS
9. Korupsi Dasar II 4 SKS
10. Manajemen Korupsi 2 SKS
11. Perilaku Organisasi 2 SKS
12. Studi Kelayakan Korupsi 4 SKS
13. Pengantar Aplikasi Korupsi 8 SKS
14. Manajemen Proyek 4 SKS
15. Korupsi Menengah I 4 SKS
16. Korupsi Menengah II 4 SKS
17. Aplikasi Korupsi 8 SKS
18. Kapita Selekta Pengantar Bertahan Hidup di Bui 4 SKS

Tempat Magang:
1. Departemen Keuangan
2. KPU
3. BUMN
4. Departemen Agama.

Anda Berminat?.

Oleh : Muhammad Fatahuddin
Dari : Forum Ilmiyah Musthafawiyah. www.facebook.com

Selasa, 26 April 2011

Beroleh Istri Shalihah sebab Jujur Dan Taqwa

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya. Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya.

Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya". Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam". Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata," Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan ?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul 'alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala".

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,"Assalamu'alaikum..." Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.

"Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk di samping istrinya , dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta . Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".

Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?"
Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?"
Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala".

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah , dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap". Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit.

   Sumber : kisah - kisah Islam

Ma'af Ibu Diantara Surga Dan Neraka

Dengan tergopoh-gopoh, isteri Al-Qamah menghadap Rasulullah SAW mengabarkan suaminya sakit keras. Beberapa hari mengalami naza' tapi tak juga sembuh. "Aku sangat kasihan kepadanya ya Rasulullah," ratap perempuan itu. Mendengar pengaduan wanita itu Nabi SAW merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Bilal, Shuhaib dan Ammar untuk menjenguk keadaan Al-Qamah. Keadaan Al-Qamah memang sudah dalam keadaan koma. Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya seakan-akan mulut Al-Qamah rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tidak mau membuka sedikitpun. Tiga sahabat itu lalu bergegas pulang melaporkan kepada Rasulullah SAW tentang keadaan Al-Qamah. "Sudah kau coba menalqin di telinganya?" tanya Nabi."Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam rapat," jawabnya." Biarlah aku sendiri datang ke sana", kata Nabi.

Begitu melihat keadaan Al-Qamah tergolek diranjangnya, Nabi bertanya kepada isteri Al-Qamah :"Masihkah kedua orang tuanya?" tanya Nabi.
"Masih ya Rasulullah," tetapi tinggal ibunya yang sudah tua renta," jawab isterinya."
Di mana dia sekarang?"
"Di rumahnya, tetapi rumahnya jauh dari sini."

Tanpa banyak bicara , Rasulullah SAW lalu mengajak sahabatnya menemui ibu Al-Qamah mengabarkan anaknya yang sakit parah. "Biarlah dia rasakan sendiri", ujar ibu Al-Qamah. "Tetapi dia sedang dalan keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada anakmu ?" tanya Nabi.

"Dia berbuat dosa kepadaku," jawabnya singkat.
"Ya, tetapi maafkanlah dia. Sudah sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya," bujuk Nabi.
"Bagaimana aku harus memaafkan dia ya Rasulullah jika Al-Qamah selalu menyakiti hatiku sejak dia memiliki isteri," kata ibu itu.
"Jika kau tidak mau memaafkannya, Al-Qamah tidak akan bisa mengucap kalimat syahadat, dan dia akan mati kafir," kata Rasulullah.
"Biarlah dia ke neraka dengan dosanya," jawab ibu itu. Merasa bujukannya tidak berhasil meluluhkan hati ibu itu, Rasulullah lalu mencari kiat lain. Kepada sahabat Bilal Nabi berkata : "Hai bilal, kumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya," perintah Nabi.

"Untuk apa kayu bakar itu Rasulullah," tanya Bilal keheranan."Akan kugunakan untuk membakar Al-Qamah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu, jika dibakar dia akan lebih cepat mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung sakit", jawab Rasulullah. Mendengar perkataan Nabi itu, ibu Al-Qamah jadi tersentak. Hatinya luluh membayangkan jadinya jika anak lelaki di bakar hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, "Wahai Rasulullah, jangan kau bakar anakku," ratapnya. Legalah kini hati Rasulullah karena bisa meluluhkan hati seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya. Beliau lalu mendatangi Al-Qamah dan menuntunya membaca talkin. Berbeda dengan sebelumnya, mulut Al-Qamah lantas bergerak membacakan kalimat dzikir membaca syahadat seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena dosanya telah diampuni ibu kandungnya. Al-Qamah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan fasih mengucapkan kalimat syahadat. Ia meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Memang, surga adalah di bawah telapak kaki ibunda.

  Sumber : kisah - kisah islam

Minggu, 24 April 2011

Nilai Sebuah Persahabatan

Suatu hari, Nabiyullah Isa AS melakukan perjalanan dengan seorang temannya. Mereka hanya berbekal tiga potong roti. Ketika sampai di suatu tempat, mereka berdua beristirahat.
"Bawa roti itu kemari," kata Nabi Isa AS kepada temannya.
Lelaki itu memberikan dua potong roti.
"Mana yang sepotong lagi?" tanya nabi Isa.
"Aku tidak tahu."

Setelah masing-masing makan sepotong roti, keduanya kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tepi laut. Nabiyullah Isa menggelar sajadahnya di atas laut, mereka berdua lalu berlayar ke seberang.

"Demi Allah yang telah memperlihatkan mukjizat ini kepadamu, siapakah yang telah makan sepotong roti itu?" tanya Nabi Isa kepada temannya."Aku tidak tahu."

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan mereka melihat seekor kijang. Setelah dipanggil, kijang itu pun datang menghampiri beliau. Beliau lalu menyembelih, memanggang dan memakannya. Sehabis makan, Nabi Isa berkata kepada tulang-tulang kijang, "Berkumpullah kamu." Tulang-tulang itu pun berkumpul. Beliau lalu berkata, "Dengan izin Allah, jadilah kalian seperti semula." Tulang-tulang itu segera bangkit dan berubah menjadi kijang."Demi Allah yang telah memperlihatkan mukjizat ini kepadamu, siapakah yang telah makan sepotong roti itu?" tanya Nabi Isa AS."Aku tidak tahu," jawab temannya.

Nabiyullah Isa bersama temannya kembali melanjutkan perjalanan hingga sampai pada sebuah tempat. Mereka duduk beristirahat. Nabiyullah Isa memungut tiga bongkahan batu.
"Dengan izin Allah, jadilah emas," kata Nabi Isa AS.
Batu itu pun segera berubah menjadi emas.
"Ini untukku, yang ini untukmu dan yang satu lagi untuk orang yang telah makan sepotong roti itu," kata Nabiyullah Isa:
"Akulah yang telah makan roti itu," kata temannya.
"Ambillah semua emas ini, aku tak mau berteman dengan pendusta," kata beliau sambil meninggalkan temannya.

Lelaki tadi lalu duduk di dekat emasnya. Ia tidak mampu membawa ketiga-tiganya, tetapi juga tidak rela meninggalkan sebagian darinya. Ketika ia sedang memikirkan cara membawa ketiga bongkahan emas itu, datanglah dua orang lelaki. Melihat keindahan emas itu, timbul keinginan di hati kedua orang itu untuk memilikinya.
"Kalian tidak pantas mengambil milikku dan kalian sama sekali tidak akan mendapatkan bagian," kata pemilik emas.

Melihat mereka berdua hendak membunuhnya, ia segera berkata, "Emas ini kita bagi saja, satu untukku dan sisanya untuk kalian berdua."Mereka pun rela dengan pembagian itu.

"Ambillah secuil dari bongkahan emas ini, pergilah beli makanan," kata pendatang kepada pemilik emas.
Setelah mengambil secuil emas, ia lalu pergi membeli makanan untuk mereka bertiga.

"Untuk apa aku membagi emas itu dengan mereka berdua, emas itu kan milikku," pikir si pemilik emas. Timbullah niat untuk meracuni makanan.

"Jika mereka berdua mati, emas itu akan jatuh ke tanganku lagi," pikir si pemilik emas.
Ia lalu membeli racun yang paling ganas, siapa pun yang memakannya pasti akan mati seketika. Racun itu lalu ia taburkan di atas makanan mereka.

Kedua pendatang tadi juga mempunyai rencana, "Mengapa kita harus memberi dia. Jika telah kembali, kita bunuh saja dia. Emas itu semua akan menjadi menjadi milik kita berdua."

Mereka berdua kemudian membunuh si pemilik emas. Dan dengan perasaan senang karena mendapat emas lebih banyak, kedua lelaki itu kemudian menyantap dengan lahap makanan yang baru saja dibeli.
Beberapa tahun kemudian Nabi Isa bersama kaumnya melewati tempat itu. Mereka melihat tiga bongkahan emas dan tiga kerangka manusia.

"Lihatlah bagaimana dunia memperlakukan mereka," kata Nabi Isa AS kepada kaumnya.

Beliau kemudian berdiri di depan emas dan berkata, "Jadilah seperti asalmu." Emas itu pun kembali menjadi batu.

 Sumber : Kisah-kisah Islam

Syukuran Untuk Sebuah Kamar Kontrakan

Seorang janda tua pernah mengundang saya untuk selamatan di rumahnya. Perempuan yang sudah nenek-nenek itu saya tahu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian di Jakarta, tanpa sanak keluarga. Dan ia tinggal di emperan rumah oang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas salat Jum'at ia ingin mengadakan syukuran.Saya pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak berapa lama kemudian datang pula ketua RT, imam masjid, dan seorang merbotnya. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang selama bertahun-tahun memberikan emperan rumahnya untuk ditempati.

Sudah setengah jam saya tunggu yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Jadi saya tanya, "Masih ada yang ditunggu Nek?"Nenek itu menggeleng, "Tidak ada, Ustaz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Ustaz. Maklum, tempatnya sempit."
Saya tersentuh. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk selamatan."Apa tujuan syukuran ini, Nek?" saya bertanya pula." Begini, Ustaz," jawab si nenek. "Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak terlalu berat."

Masya Allah. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung pada orang lain.

****Oleh KH. A Arroisi

Balasan Kedengkian

Ada seorang lelaki yang setiap hari mengunjungi raja. Setelah bertemu raja, ia selalu berkata, "Orang yang berbuat baik akan mendapat balasan, dan orang yang berbuat buruk, cukup keburukan itu sebagai balasannya."

Ada seseorang yang dengki melihat keakraban lelaki itu dengan raja. "Lelaki itu memiliki kedudukan yang dekat dengan raja, setiap hari ia bertemu raja," pikir si pendengki dengan perasaan kurang senang. Si pendengki kemudian menemui raja dan berkata, "Lelaki yang setiap hari menemuimu, jika keluar dari sini selalu berbicara buruk tentang kamu. Ia juga berkata bahwa bau mulutmu busuk." Raja terdiam.

Sekeluarnya dari kerajaan, pendengki duduk di tepi jalan yang biasa dilalui oleh lelaki yang akrab dengan raja. Ketika si lelaki itu lewat dalam perjalanannya menemui raja. Ia menghadangnya, "Kemarilah, singgahlah ke rumahku."

Setelah temannya singgah ke rumahnya, si pendengki menawarkan bawang merah dan putih, dan memaksanya agar ia memakannya. Karena dipaksa, ia akhirnya mau juga memakannya untuk melegakan hati orang itu. Bau bawang merah dan putih itu tentu tidak mudah hilang.

Selesai berkunjung ke tempat si pendengki, lelaki itu sebagaimana biasa mengunjungi raja. Sewaktu berjabatan tangan dengan raja, ia menutup mulutnya agar raja tidak mencium bau mulutnya.
"Rupanya benar perkataan orang itu, ia benar-benar menganggap mulutku bau," pikir raja. Sang raja kemudian memikirkan suatu rencana jahat.
Lelaki itu kemudian duduk dan berkata sebagaimana biasa, "Orang yang berbuat baik akan mendapat balasan, dan orang yang berbuat buruk, cukup keburukan itu sebagai balasannya."

Setelah merasa waktu berkunjungnya sudah cukup, ia kemudian pamit kepada raja. Raja berkata, "Bawalah surat ini dan serahkanlah kepada fulan." Surat itu berisi, "Jika sampai kepadamu pembawa surat ini, maka sembelih dan kulitilah dia, kemudian isilah tubuhnya dengan jerami."

Lelaki tadi keluar membawa surat raja. Di tengah jalan ia dihadang oleh si pendengki.
"Apa yang kamu bawa?" tanyanya.
"Surat raja untuk fulan. Surat ini beliau tulis dengan tangannya sendiri. Biasanya beliau tidak pernah menulis surat sendiri, kecuali dalam urusan pembagian hadiah.".

"Berikanlah surat itu kepadaku, aku ini sedang butuh uang," pintanya. Ia kemudian menceritakan kesulitan hidupnya. Karena kasihan, surat itu kemudian ia serahkan kepada si pendengki.
Si Pendengki menerimanya dengan senang hati. Setelah sampai di tempat tujuan, ia menyerahkan surat itu kepada teman raja.
"Masuklah ke sini, raja menyuruhku membunuhmu," kata teman raja.
"Yang dimaksud bukan aku, coba tunggulah sebentar biar kujelaskan," katanya ketakutan.
"Perintah raja tak bisa ditunda," kata teman raja.

Ia lalu membunuh, menguliti dan mengisi tubuh si pendengki dengan jerami.

Keesokan harinya, lelaki itu datang sebagaimana biasa dan berkata, "Orang yang berbuat baik akan mendapat balasan, dan orang yang berbuat buruk, cukup keburukan itu sebagai balasannya." Raja heran melihatnya masih hidup. Setelah diselidiki, terbongkarlah keburukan si pendengki.

"Tidak ada sesuatu yang terjadi antara aku dengannya, hanya saja kemarin ia mengundangku kerumahnya dan memaksaku makan bawang merah dan putih. Waktu aku menemuimu kututup mulutku agar kamu tidak mencium bau tidak sedap dari mulutku. Sekeluarnya dari sini, ia menemuiku dan menanyakan titipanmu," lelaki itu kemudian menceritakan semua yang terjadi.

Mendengar jalannya cerita, tahulah raja bahwa orang itu ternyata dengki kepada sahabatnya. "Benar ucapanmu, orang yang berbuat baik akan mendapat balasan, dan orang yang berbuat buruk, cukup keburukan itu sebagai balasannya." 

Kedengkian di hati orang itu telah membunuh dirinya sendiri. Dengki itu merusak amal Dengki memakan kebaikan seperti api memusnahkan kayu bakar. (HR Ibnu Majah) Kedengkian seseorang hanya akan berakibat buruk bagi orang itu sendiri.

Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul

Asyraf, Kisah dan Hikmah

Sabtu, 23 April 2011

Ketika Rasululloh SAW Bercanda

Rasulullah SAW bergaul dengan semua orang. Baginda menerima hamba, orang buta, dan anak-anak. Baginda bergurau dengan anak kecil, bermain-main dengan mereka, bersenda gurau dengan orang tua. Akan tetapi Baginda tidak berkata kecuali yang benar saja.
Suatu hari seorang perempuan datang kepada beliau lalu berkata,
"Ya Rasulullah! Naikkan saya ke atas unta", katanya.
"Aku akan naikkan engkau ke atas anak unta", kata Rasulullah SAW.
"Ia tidak mampu", kata perempuan itu.
"Tidak, aku akan naikkan engkau ke atas anak unta".
"Ia tidak mampu".
Para sahabat yang berada di situ berkata,
"bukankah unta itu juga anak unta?"

Datang seorang perempuan lain, dia memberitahu Rasulullah SAW,
"Ya Rasulullah, suamiku jatuh sakit. Dia memanggilmu".
"Semoga suamimu yang dalam matanya putih", kata Rasulullah SAW.
Perempuan itu kembali ke rumahnya. Dan dia pun membuka mata suaminya. Suaminya bertanya dengan keheranan, "kenapa kamu ini?".
"Rasulullah memberitahu bahwa dalam matamu putih", kata istrinya menerangkan. "Bukankah semua mata ada warna putih?" kata suaminya.
Seorang perempuan lain berkata kepada Rasulullah SAW,
"Ya Rasulullah, doakanlah kepada Allah agar aku dimasukkan ke dalam syurga". "Wahai ummi fulan, syurga tidak dimasuki oleh orang tua".
Perempuan itu lalu menangis.
Rasulullah menjelaskan, "tidakkah kamu membaca firman Allah ini,

Serta kami telah menciptakan istri-istri mereka dengan ciptaan istimewa, serta kami jadikan mereka senantiasa perawan (yang tidak pernah disentuh), yang tetap mencintai jodohnya, serta yang sebaya umurnya".

Para sahabat Rasulullah SAW suka tertawa tapi iman di dalam hati mereka bagai gunung yang teguh. Na'im adalah seorang sahabat yang paling suka bergurau dan tertawa. Mendengar kata-kata dan melihat gelagatnya, Rasulullah turut tersenyum.

Satu Jawaban Untuk Tiga Pertanyaan

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri Sam kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang Guru agama, siapapun yang boleh menjawab 3 pertanyaannya. Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut.

    “Anda siapa? Dan apakah boleh anda menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?” Pemuda bertanya. “Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan saudara.” Jawab Guru Agama. “Anda yakin? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.” Jawab Guru Agama “Saya akan mencuba sejauh kemampuan saya”

    Pemuda : “Saya punya 3 pertanyaan;

1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan kewujudan Tuhan kepada saya
2. Apakah yang dimaksudkan dengan takdir?
3. Kalau syaitan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api?, tentu tidak menyakitkan buat syaitan, sebab mereka memiliki unsur yang sama.

    Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?”

    Tiba-tiba Guru Agama tersebut menampar pipi si Pemuda dengan kuat. Sambil menahan kesakitan pemuda berkata “Kenapa anda marah kepada saya?” Jawab Guru Agama “Saya tidak marah… Tamparan itu adalah jawapan saya kepada 3 pertanyaan yang anda ajukan kepada saya”.

    “Saya sungguh-sungguh tidak faham”, kata pemuda itu. Guru Agama bertanya “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. “Tentu saja saya merasakan sakit”, jawab beliau. Guru Agama bertanya ” Jadi anda percaya bahawa sakit itu ada?”. Pemuda itu mengangguk tanda percaya. Guru Agama bertanya lagi, “Tunjukan pada saya wujud sakit itu!” “ Tak bisa”, jawap pemuda. “Itulah jawapan pertanyaan pertama: kita semua merasakan kewujudan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.” Terang Guru Agama.

    Guru Agama bertanya lagi, “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”. “Tidak” jawab pemuda. “Apakah pernah terfikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?” “Tidak” jawab pemuda. “Itulah yang dinamakan Takdir” Terang Guru Agama.

    Guru Agama bertanya lagi, “Diperbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”. “kulit”. Jawab pemuda. “Pipi anda diperbuat dari apa?” “ Kulit “ Jawab pemuda. “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. “Sakit.” Jawab pemuda. “Walaupun Syaitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk syaitan.” Terang Guru Agama.

Ibumu Malaikatmu

Suatu hari seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. Dia bertanya kepada Tuhan : "Para malaikat disini mengatakan bahawa besok engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara saya hidup disana, saya begitu kecil dan lemah"?

    Dan Tuhan menjawab, "Saya telah memilih satu malaikat untukmu. Ia akan menjaga dan mengasihimu."

    "Tapi disini, di dalam syurga, apa yang pernah saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. Ini sudah cukup bagi saya untuk berbahagia."

    "Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari. Dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan menjadi lebih berbahagia."

    "Dan bagaimana saya boleh mengerti saat orang-orang bercakap kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka ?"

    "Malaikatmu akan bercakap kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar; dan dengan penuh kesabaran dan perhatian, dia akan mengajarkan bagaimana cara kamu bercakap."

    "Dan apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadaMu ?"

    "Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa."

    "Saya mendengar bahawa di Bumi banyak orang jahat. Siapa yang akan melindungi saya ?"

    "Malaikatmu akan melindungimu, walaupun hal tersebut mungkin dapat mengancam jiwanya."

    "Tapi, saya pasti akan merasa sedih kerana tidak melihatMu lagi."

    "Malaikatmu akan menceritakan padamu tentang Aku, dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu boleh kembali kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada di sisimu."

    Saat itu Syurga begitu tenangnya sehingga suara dari Bumi dapat terdengar, dan sang anak bertanya perlahan, "Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, bolehkah Kamu memberitahuku nama malaikat tersebut ?

    "Kamu akan memanggil malaikatmu, Ibu."

Ingatlah selalu kasih sayang ibu, berdoalah untuknya dan cintailah dia sepanjang masa.

Jumat, 22 April 2011

Sepotong Roti Penebus Dosa

Abu Burdah bin Musa Al-Asy'ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: "Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti."
Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.

Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendita yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.

Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: "Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku." Orang yang membagikan roti itu menjawab: "Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.

Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: "Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!"

Siapa YAng Lebih Parah

Seorang santri  mendatangi rumah seorang Kyai di Kampung yangterkenal amat mumpuni dalam ilmu hadits. Tetapi saat ia memasuki rumahkyai dan duduk di ruang tamu, timbullah banyak pertanyaan dalam pikirnya mengapa banyak gambar tertempel di dinding, mulai dari gambar presiden dan wapresnya, hingga gambar keluarganya.

"Wah, kiyai ini konon ahli hadits, tetapi kok tidak mengamalkan hadits" pikir santri  "Saya harus mempertanyakan masalah ini dengan kritis".

Melihat sang tamu duduk termenung, kyai bertanya " Nak , apa yang kamupikirkan ?"

"Saya tuh heran kyai, anda konon dikenal sebagai ahli hadits, tetapimengapa anda masih menempelkan foto-foto itu ?" tanya santri sambilmenunjuk ke arah dinding ." Bukankah itu menyalahi apa yang dinyatakanNabi ? " Tanya santri lagi.

Alih-alih langsung memberikan jawaban terhadap pertanyaan sang santri,Kyai dengan roman muka kaget dan kebingungan, melakukan gerakanseperti mencari-cari sesuatu dari saku baju kokonya, tetapi ia tidakmenemukan sesuatu, ia pun mencari-cari sesuatu dari dompetnya, tetapijuga tidak ada. Santri melihat Kyai dengan wajah bertanya-tanya.

Kyai memanggil pelayannya dan meminta agar istri Kyai mengambilkanuang Rp 50.000, karena ia teringat harus membayar upah kerja kepadatukang.

Saat mendengar alasan kyai yang sibuk- mencari-cari sesuatu, Santriberkata , " Oh pak Kyai, kalau begitu, tak usahlah risau, biar ini saya talangi dulu" kata Santri sambil menanggalkan kopiah hitamnya, kemudian mengambil selembar Senyuman HMS dari lipatan di kopiahnya.

Dengan muka ceria sang Kyai, menerima uang Rp 50.000 itu memandangigambar HMSnya, kemudian memandang ke dinding , laluberkata, " Wah... nak Santri, menjawab pertanyaan anda tentang haditsmemasang gambar, saya sih tidak separah anda , saya hanya memasangdi dinding dan itupun dhohir terlihat orang lain. Sementara anda menempatkan gambar HMS secara khusus, teramat pribadi, dan bahkan di tempat sangat mulya di atas kepala anda ".



Kisah Nabi Musa Dengan Seorang Wanita Pezina

Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan  terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia  berada dalam dukacita yang mencekam. Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa hias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah meruyak hidupnya. Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s. Diketuknya pintu pelan- pelan sambil mengucapkan uluk salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam "Silakan masuk".

Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk.  Air matanya berderai tatkala ia Berkata, "Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya.  Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya."
"Apakah dosamu wahai wanita ayu?" tanya Nabi Musa a.s. terkejut.
"Saya takut mengatakannya."jawab wanita cantik. "Katakanlah jangan ragu-ragu!" desak Nabi Musa.

Maka perempuan itupun terpatah bercerita, "Saya... telah berzina.
"Kepala Nabi Musa terangkat,hatinya tersentak. Perempuan itu meneruskan,

"Dari perzinaan itu saya pun...lantas hamil. Setelah anak itu lahir,langsung saya... cekik lehernya sampai... tewas," ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya.

Nabi Musa berapi-api matanya. Dengan muka berang ia mengherdik, "Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!"... teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.

Perempuan berwajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk keluar dari dalam rumah Nabi Musa. Ratap tangisnya amat memilukan.Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau dibawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya. Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa.

Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, "Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertaubat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?" Nabi Musa terperanjat. "Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?" Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril. "Betulkah ada dosa yang lebih besar daripada perempuan yang nista itu?"

"Ada!" jawab Jibril dengan tegas. "Dosa apakah itu?" tanya Musa kian penasaran."Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal.

Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina"

Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut. Nabi Musa menyedari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah-olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba-Nya.

Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman di dadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya. (Dikutip dari buku 30 kisah teladan - KH Abdurrahman Arroisy)

Dalam hadis Nabi SAW disebutkan : Orang yang meninggalkan sholat lebih besar dosanya dibanding dengan orang yang membakar 70 buah Al-Qur'an, membunuh 70 nabi dan bersetubuh dengan ibunya di dalam Ka'bah. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa orang yang meninggalkan sholat sehingga terlewat waktu, kemudian ia mengqadanya, maka ia akan disiksa dalam neraka selama satu huqub. Satu huqub adalah delapan puluh tahun. Satu tahun terdiri dari 360 hari, sedangkan satu hari diakherat perbandingannya adalah seribu tahun di dunia.

Demikianlah kisah Nabi Musa dan wanita penzina dan dua hadis Nabi, mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi kita dan timbul niat untuk melaksanakan kewajiban sholat dengan istiqomah.

Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubuilaiik.

Rahasia Permata Indah Khalifah Harun Al-rasyid

     Sebahagian orang salih bercerita:

    Saya sudah lama tinggal di Baghdad. Suatu hari ada sebuah rumah yang roboh dan perlu dibaiki secepatnya. Saya pun pergi ke suatu tempat di mana biasanya terdapat para pekerja yang menunggu pekerjaannya. Saya tiba di sana dan mencari-cari pekerja yang rajin dan bagus. Maka saya tertarik kepada seorang anak berumur kira-kira dua belas tahun. la kelihatan tampan namun agak kurus sedikit tubuhnya. Bila saya mengamat-amatinya dan ia pun bertanya:

    "Adakah tuan memerlukan diriku untuk bekerja?" dia bertanya kepadaku.

    "Benar, saya memerlukan tenaga untuk membantuku. Mahukah engkau bekerja denganku pada han ini?" Saya menjawab pertanyaanya.

    "Saya bersedia untuk bekerja, tetapi dengan beberapa syarat," jawabnya.

    "Syarat apakah itu?"

    "Gajiku dalam sehari satu dirham, dan bila datang waktu sholat, izinkanlah saya sholat berjamaah, itulah syaratnya!" jawab anak muda itu.

    "Itu sajakah!" "Saya, itu sahaja," jawabnya lagi. "Baiklah, saya terima syarat itu," tegasku kepadanya. Anak muda itu lalu bekerja dengan memuaskan, hasilnya cukup menggembirakan. Dia tidak tahu mencuri tulang, atau mengelat dengan mencuri masa. Di waktu pagi, bila saya berikannya makanan untuk sarapan, ia menolak dengan alasan bahawa dia sedang berpuasa. Pada saat sholat Zohor, saya benarkan ia pergi berjamaah, kemudian ia kembali semula untuk meneruskan pekerjaannya sehingga menjelang waktu Asar, maka ia pun pergi lagi untuk sholat Asar berjamaah pula, kemudian ia kembali lagi dan bekerja lagi sampai menjelang waktu Maghrib. Saya lihat anak muda ini bukan sahaja tekun dalan kerjanya, namun dia tidak berhenti bekerja, melainkan sesudah masuk waktu Maghrib,di mana dia akan membuka puasanya. Mana orang boleh tahan seperti itu. Sudahlah terus-menerus bekerja, dia berpuasa pula. Saya merasa kasihan kepadanya, lalu saya mendatanginya dan melarangnya bekerja, terlampau sangat.

    "Jangan bekerja terlalu banyak dan sampal lewat Maghrib," kataku menyuruhnya berhenti bekerja. Dia tersenyum, lalu menjawab:

    "Memang saya biasa bekerja sampai menjelang waktu Maghrib," jawabnya bersahaja.

    "Bukan saya tak suka kau bekerja kuat, tapi kasihanlah sedikit pada dirimu itu," saya menasihatinya.

    "Terima kasih tuan," jawabnya lagi.

    Setelah selesai kerjanya dia, terus mengerjakan sholat Maghrib. Kemudian saya datang kepadanya dan menyerahkan gajinya, iaitu sebanyak dua dirham, meskipun janji kita dulu hanya satu dirham.

    "Mengapa dua dirham?" dia bertanyaku.

    "Sebab engkau telah bekerja sampai malam, dan pekerjaanmu cukup memuaskan dan bagus sekali, saya suka kerana itu saya bayar tambahan satu dirham lagi," kataku kepadanya.

    "Tak boleh, kita harus menepati syarat yang telah kita setujui." Saya hairan mengapa dia tidak mahu menerima upahan yang lebih, kalau orang lain mesti dianggapnya bodoh.

    "Tak boleh, kau mesti ambil yang lebih ini!" perintahku dengan suara keras sedikit.

    "Bukan saya tak mahu, tapi saya tak boleh menerimanya, kerana ini adalah telah menyalahi syarat dan janji", jawab anak muda itu lagi.

    Anak muda itu kemudian pergi dari situ dan meninggalkanku. Saya sudah tidak perdulikannya lagi kerana dia menolak juga tambahan yang saya berikan kepadanya itu. Biarkanlah dia sudah, kata hatiku. Suka dialah. Bila menjelang pagi, saya lihat dia tidak datang lagi ke tempatku untuk bekerja. Di mana dia anak muda itu? Mengapa dia tidak datang. Barangkali dia marah, bila saya hendak memaksanya menerima upah yang lebih itu? Saya pun pergi mencari di tempatnya yang semula, namun saya tidak menemukannya di situ. Saya bertanya kepacta teman-temannya, maka saya telah diberitahu bahawa anak muda itu hanya datang ke tempatnya pada hari Sabtu sahaja. Ajaib! Di mana dia pergi harl-hari yang lain? Pada hari Sabtu yang berikutnya, saya kembali mencarinya lagi.

    Memang benar, anak muda itu ada di tempatnya. Saya mengajaknya untuk bekerja kembali dengan syarat yang sama seperti dahulu. Dia datang dan bekerja dengan sungguh-sungguh dan giat, seperti sebelumnya, sekalipun ia tetap dalam keadaan berpuasa. Bila saya bertanya kepadanya tentang hari-hari lainnya, di mana dia? Dia enggan memberitahu dan saya tidak mahu memaksanya, mana tahu dia tidak suka. Pada hari Sabtu ketiga, saya datang mencarinya, di tempat itu, tetapi dia tidak ada pada tempatnya yang biasa. Temannya memberitahuku bahawa ia sedang sakit di sebuah gubuk yang ditumpangkan oleh orang. Saya merasa kasihan kepadanya, bila mendengar dia sedang sakit. Orang dagang rupanya dia, tidak punya rumah tetap. Saya pun pergi untuk menziarahinya, dan saya dapatinya sedang telentang di atas tanah tanpa tikar dan bantal. Semakin sedih hatiku melihat keadaannya yang cukup miskin itu. Namun dia tetap begitu juga, tidak terkesan oleh keadaannya yang sungguh menyayat hati itu. Malah kelihatan wajahnya lebih bercahaya dari biasanya.

    "Anakku!" kataku, "apa khabarmu?"

    "Syukur Alhamdulillah, cuma saya sakit sedikit," jawabnya.

    "Ada sesuatu yang perlu saya tolong?" saya mempelawanya untuk membantu apa pun, jika dia mahu.

    "Ya, kebetulan sekali, memang ada," jawabnya lagi.

    "Apa dia?"

    "Besok pagi di waktu dhuha datanglah ke mari, jika tuan dapati saya sudah mati di sini, tolonglah mandikan saya, kemudian bungkuslah saya dengan bajuku ini, lalu sholati saya dan kuburkanlah saya di tempat ini, semua itu hendaklah tuan yang mengerjakannya sendirian saja! Setelah itu robeklah saku baju saya ini, ambil isinya lalu pergilah ke istana Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan tunjukkan barang itu kepada beliau. Itulah saja pesanan saya kepada tuan. Dan jangan lupa menyampaikan salam saya kepada beliau, dan semoga Allah membalas segala kebaikan tuan." Mendengar keterangan anak muda itu, saya hairan sekali. Siapa dia sebenarnya kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid? Apa ada kait-mengaitnya dia dengan Khalifah itu, sehingga kematiannya mesti dilaporkan kepada beliau?.

    "Siapa sebenarnya anak ini?" tanyaku ingin keterangan.

    "Saya hamba Allah!" jawabnya. Saya terus memerhatikan wajahnya dengan penuh tanda-tanya. "Ingat, jangan lupa apa yang saya pesan tadi," tegasnya lagi.

    "Baikiah!" jawabku pendek.

    Kemudian saya pun pergi dari situ meninggalkannya. Pada pagi besoknya saya pergi ke gubuk itu, ternyata memang benarlah anak muda itu telah mati, wajahnya semakin bercahaya dan bibirnya pula tersenyum gembira. Saya pun segera memandikannya dan membungkus mayatnya dengan bajunya, di mana saya terlebih dulu merobek sakunya, dan saya dapati di dalamnya ada sebuah permata besar, yang tentu sekali, sangat mahal harganya. Sesudah itu saya mensholatinya dan menguburkannya berdekatan dengan gubuk itu. Kemudian saya tafakkur sebentar mengingatkan pertemuan anak muda itu denganku, dan bagaimana jujurnya dia dalam tindak-tanduknya. Tentulah dia seorang wali yang besar, yang ramai orang tidak tahu. Kemudian saya pun meninggalkan tempat itu kembali ke rumahku. Untuk beberapa hari saya memikirkan, bagaimana saya dapat sampaikan barang amanat yang berharga itu kepada tuannya. Saya fikir-fikir caranya, sehingga saya teringat bahawa Khalifah Harun Ar-Rasyid kerap melalui suatu tempat untuk melihat-lihat sekitaran pasar. Maka saya pun menunggu di situ beberapa hari, sehingga pada suatu hari benarlah Khalifah Harun Ar-Rasyid sedang melalui di situ di atas tunggannya.

    "Tuanku!" jeritku. Semua pengawalnya terkejut dan cuba menghadangku dari sampai kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid. Mujur Khalifah menunjuk supaya saya dibenarkan datang menghampirinya. "Tuanku! Saya ada suatu amanat untuk Tuanku," kataku dengan penuh hormat.

    "Apa dia?" tanya Khalifah. Saya pun tunjukkan kepadanya permata itu. Melihat permata tersebut, dengan tidak disangka-sangka lagi, Khalifah Harun Ar-Rasyid menjerit sekuat suara, lalu pingsan. Para pengawal berlaku kecoh antara satu dengan yang lain, apabila melihat Khalifahnya pengsan. Saya lalu ditangkap, nasib baik Khalifah segera sedar, saya pun dilepaskannya. Saya diperintah oleh Khalifah untuk mengikutinya ke istana. Rupanya dia tidak jadi hendak meneruskan pesiarannya. Tentulah perkara permata ini sangat penting sekali kepada Khalifah itu. Apabila di istana, saya ditanya oleh Khalifah:

    "Di mana kau dapat permata ini?" tanya Khalifah.

    "Hamba diberikan oleh seorang anak muda yang pernah bekerja dengan saya, Tuanku," jawabku dengan penuh hormat.

    "Baiklah, di mana dia sekarang?" tanya Khalifah lagi.

    "Dia sudah meninggal dunia, Tuanku," jawabku.

    "Sudah meninggal dunia?!"

    "Ya, Tuanku."

    "Innaa Lillaahi Wa Innaa llalhi Rajiuun," ucap Khalifah. "Benar?"

    "Benar, Tuanku. Saya yang menyelenggarakan mayatnya," terangku dengan takut dan bimbang, kerana saya lihat Khalifah berubah mukanya kerana sedih.

    "Aduh!" keluh Khalifah, kemudian dia menangis. Saya tunduk takut dan bimbang sekali. Apa rahsia permata ini? janganlah kerananya saya dihukum Khalifah pula. Nampaknya dia terlalu sedih itu. Saya berdiam di situ tegak menunggu soalan berikutnya daripada Khalifah, sedang pengawal-pengawalnya mengelilingku menjaga jangan sampai saya cuba melarikan diri, agaknya.

    Setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid tenang semula, dia lalu mengatakan kepadaku dengan suara rendah penuh sedih.

    "Cuba kau ceritakan kepadaku, bagaimana kau rnenemui pemilik?" sambil menunjukkan kepada permata yang ditangannya itu. Saya pun menceritakan segala-galanya tentang anak muda itu kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan beliau mendengarkannya dengan tenang, dan kadang-kadang mengalir air matanya. Setelah selesai ceritaku kepadanya, saya dengar katanya:

    "Berbahagialah anakku! Ketahuilah, wahal anakku, aku sungguh menyesal atas apa yang berlaku ke atas dirimu!" Kemudian Khalifah memanggil seseorang dari dalam istana itu. Tidak lama kemudian datang seorang wanita yang agak setengah umur. Melihat saya ada di situ, dia kemudian mengundurkan dirinya semula, tetapi Khalifah Harun Ar-Rasyid mengisyaratkan supaya dia maju dan duduk di sampingnya. Kemudian Khalifah menunjukkan permata itu. Begitu ia melihat permata itu, wanita itu pun menjerit dan jatuh pengsan. Setelah ia sedar semula, ia bertanya:

    "Wahai paduka! Bagaiman paduka dapat permata ini?" Khalifah lalu menoleh kepadaku seraya berkata:

    "Ceritakanlah apa yang kau ceritakan kepadaku tadi!" Saya pun menceritakaan sekali lagi apa yang berlaku di antaraku dengan anak muda itu, satu persatu, sehingga selesai. Sambil mendengar ceritaku itu, sambil menangis wanita itu.

    Kemudian dia lalu menjerit: "Oh anakku! Oh buah hatiku! Betapa rindu ibumu kepadamu selama ini. Oh alangkah bahagianya aku, jika engkau berada di sampingku. Aku dapat memberimu makan dan minum, dan aku dapat menjagamu, dan merawatmu. Khalifah Harun Ar-Rasyid kemudian berkata kepadaku:

    "Terima kasih banyak kerana kau telah kembalikan amanat ini kepadaku. Bukan itu saja, bahkan kau telah membawa berita ia kepadaku tentang anakku yang menghilangkan diri itu. Dia adalah anakku yang sangat kusayangi, demikian pula ibunya. la selalu mengunjungi para alim-ulama, para guru, para cerdik pandai serta para salihin. Saat beta dinobatkan menjadi Khalifah, ia tidak begitu suka, ia terus menjauhkanku, kemudian melarikan dirinya daripadaku. Tetapi kerap pula dia datang kepada ibunya untuk memberitakan hal dan keadaannya. Saya pernah memberikan permata ini kepada ibunya untuk diserahkan kepadanya, supaya dijualkan bila-blia dia memerlukan wang untuk hidupnya. Tetapi rupanya dia simpan permata ini, dan kini dia kembalikan kepada kami. Bagaimana cara kehidupannya kami tidak tahu. Kami juga tidak tahu tempat tinggalnya, di kota, di rimba, di kampung mana, hanya Tuhan saja yang mengetahuinya. Bertahun-tahun kami menunggunya kembali, tetapi hampa belaka. Kami ingin dia datang menjenguk kami, walau sebentar saja, supaya kami dapat melihat wajahnya, tetapi sekarang hanya beritanya saja yang sampai kepada kami, dan berita itu pula berita yang menyedihkan. Rupanya dia telah meninggalkan kami buat selama-lamanya!" Khalifah lalu menangis sedih, dan saya pun turut menangis sama.

    "Tuanku!! Anakmu itu adalah seorang wali," saya ingin menggembirakan Khalifah. "Ya, memang ke situlah ia menuju," jawab Khalifah. la bertafakur sebentar, kemudian bertanya: "Tunjukkanlah kepada beta di mana kubur anakku itu? Beta ingin menziarahinya." "Baiklah, Tuanku. Hamba bersedia menghantarkan Tuanku ke sana," jawabku. Pada hari yang ditetapkan, saya pun mengantarkan Khalifah bersama rombongannya ke kubur anaknya itu. Khalifah Harun Ar-Rasyid berdiri di atas pusara anaknya dengan sedih dan mengalirkan air mata. Kemudian saya pun meninggalkan mereka di situ dan kembali ke rumahku. Sungguh kejadian itu meninggalkan kesan yang mendalam yang susah hendak dilupakan di dalam hatiku. Saya lalu berdoa: "Ya Allah! Berilah kami taufiq dan hidayah serta pertolonganmu dalam menjalani kehidupan di alam fana ini, dan rahmatilah kami semuanya, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Lagi Mengasihani!" Amin!

Hamba Yang Banyak Celanya

Syeikh Abdurrahman AI-Muhazzab bercerita pula:

    Sekali peristiwa ketika saya pergi untuk membeli-belah di pasar, saya melalui pasar hamba, dan saya terlihat di sana ada seorang saudagar yang sedang menawarkan seorang hamba, yang usianya masih keeil lagi, katanya berulang kali:

    'Siapakah ingin membeli hamba yang banyak celanya ini?' Kemudian diulangi lagi kata-kata itu berkali-kali. Sudah tentulah tidak ada orang yang mahu membelinya. Saya lalu menghampiri saudagar itu seraya bertanya kepadanya: 'Apakah cela hamba ini?'

    Saudagar itu tidak menjawab, tetapi disuruhnya saya sendiri menanyakan hamba itu tentang keaibannya. Maka saya merenung wajah hamba itu, lalu bertanya kepadanya pula:

    'Apa cela yang ada padamu itu?'

    'Cela hamba sangat banyak,' jawab hamba itu. 'Akan tetapi saya sendiri tidak mengerti cela yang mana satu yang dimaksudkan oleh tuan pemilikku, sehingga dia memberiku gelaran sebagai hamba yang paling banyak celanya.

    Saya berpaling semula kepada pemilik hamba itu dan bertanya sekali lagi: 'Cela yang mana satu yang tuan maksudkan?'

    'Mmm, hamba ini mengidap penyakit gila,' jawab saudagar itu. 'Penyakit gila?' Saya merenung wajah saudagar itu. Dalam hatiku mengatakan tidak mungkin. Orang gila tak akan begini jawabnya.

    'Betulkah engkau mengidap penyakit gila?' tanyaku ingin tahu. 'Begitulah seperti kata tuan pemilikku,' dia menjawab penuh ragu dan tidak jelas.

    'Kalau betul pun, pada saat apakah penyakit itu datang?' tanyaku lagi. 'Adakah setiap hari, atau setiap minggu, atau sebulan sekali? Tolonglah terangkan!'

    'Tuan, bila penyakit itu menggusir di hati hamba, maka berjalanlah la ke seluruh anggota badanku, kemudian ke dalam jiwaku. Maka ketika itu akan berubahlah akalku, kemudian tanpa kurasakan lagi lisanku menyebut-nyebut nama yang paling kucinta'. Akhirnya penyakit itu membuat hatiku benar-benar terpancang kepadaNya. Sementara itu badanku tidak bergerak sedikit pun. Maka dengan sebab itulah, orang bodoh yang melihatku dalam keadaan demikian akan menuduhku 'orang gila', sedang aku sendiri tidak memahami rnengapa orang boleh mengatakan begitu, kerana mungkin dia tidak pernah mengalami apa yang pernah aku alami itu.'

    Mendengar apa yang dikatakan oleh hamba itu, teringat di dalam hatiku, bahawa dia termasuk di antara kekasih Allah. Orang 'bodoh' seperti yang diungkapkan hamba itu memang mementingkan kulit saja, tidak kenal isi. Saya Ialu mendekati pemiliknya dan bertanya: 'Berapakah harganya?'

    'Dua ratus dirham,' jawabnya mahu tak mahu. 'Nah' ini dua ratus dirharn harganya,' sambil menghulurkan wang itu, 'dan ini dua puluh dirham lagi, aku tambah untukmu,' kataku lagi.

    Saya pun mengajak hamba itu pulang ke rumah. Tiba di rumah, saya menyuruhnya masuk, tetapi rnulanya ia enggan, seraya bertanya:

    'Tuan tidak rnempunyai keluarga?!' dia bertanya kepadaku. 'Ada,' 'jawabku pendek.

    'Maaf,' katanya, 'tidak boleh seseorang itu bertemu dengan selain keluarganya sendiri.'

    'Tidak mengapa, aku benarkan kau masuk ke dalam, kataku lagi.

    'Semoga Allah memelihara hamba dari segala dosa,' ujarnya.

    'Tidak mengapalah, biar hamba duduk di luar saja. Sekiranya tuan memerlukan sesuatu, hamba bersedia untuk rnengerjakannya tanpa memasuki rumah.'

    Bagaimana hamba ini? Aku ingat di dalam hati. Kelihatannya dia terlalu warak dan menjaga selok-belok agamanya dengan baik. 'Baiklah, kalau begitu! jawabku kepadanya.

    Saya terus memasuki rumah untuk mengambil makanan dan minuman untuk memberikannya kepada hamba itu, tetapi ia menolaknya dengan alasan ia sedang berpuasa. Pada waktu malam, hamba itu berada sendirian di kamarnya di luar rumah. Saya lihat senyap sahaja tiada berbunyi. Maka pada tengah malam saya keluar untuk mengintipnya, dan saya dapati ia sedang bersholat dengan khusyuknya. Dia tidak sedar saya sedang mengintipnya. Selesai dari sholat ia terus sujud menangis serta berdoa.

    'Ya Allah! Ya Tuhan hamba! Semua raja telah menutupi pintu rumahnya, namun pintu Tuan sajalah yang tetap terbuka luas bagi siapa yang ingin memintamu! 'Ya Tuhan! Bintang-bintang di langit semuanya berkelip-kelipan, mata-mata insan pula sedang tertutup kerana nyenyak dalam tidur, namun Dikaulah Zat yang sentiasa sedar selamanya, tidak pernah mengantuk atau tidur.

    'Ya Allah! Kalau ada seorang sedang berkumpul dengan kekasihnya, maka Dikaulah kekasih bagi orang yang benar-benar mengenal cinta.

    'Ya Allah! Kalau Tuan mengusir hamba, ke manakah hamba akan pergi.

    'Ya Allah! jika Tuan menjauhkan hamba dari pintuMu, siapakah hamba akan mengetuk lagi?

    'Ya Allah! jika Tuan akan menyiksa hamba, memang sepantasnyalah, sebab hamba tergolong orang-orang yang berdosa. Namun, Jika Tuan memberi maaf, memanglah Tuan adalah Maha Pemaaf dan Belas-kasih kepada semua hambaMu, kerana Dikaulah Maha Dermawan!'

    Sesudah itu, anak itu bangun dari sujudnya seraya menangis, lalu mengangkat kepalanya lagi dan berdoa:

    'Ya llahi! KepadaMulah siapa yang dekat denganmu beramal. Dengan kurnia Tuan, selamatkanlah hamba-hambamu yang salih dari kebinasaan. Dengan rahmat Tuan, sedarkanlah hamba-hambamu yang tersesat supaya kembali ke jalan yang lurus. Wahal Zat yang Baik! Berilah hamba kemaafan, berilah hamba maghfirah dan keampunan, sesungguhnya Tuan adalah Zat Pemberi maaf terhadap segala kesalahan hambanya!' Mendengar doa hamba itu, tidak terbayangkan lagi keharuan di hatiku, lalu saya meninggalkan tempat itu, supaya tidak mengganggu kekusyukan hamba itu. Pagi-pagi saya datang untuk menemuinya dan bertanya sapa kepadanya. Saya memberi salam kepadanya seraya bertanya:

    Anakku! Bagaimana tidurmu semalam, tenangkah?' saya pura-pura tanya tidak tahu.

    'Bolehkah tidur mata yang benar-benar takutkan api neraka?' tanya dia kembali kepadaku.

    'Lagi,' kataku hendak mendengar seterusnya.

    'Bolehkah tidur mata yang selalu mengingat perhitungan amal di Mahsyar nanti, serta membayangkan saat dan ketika dihadapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa?' hamba itu kemudian menangis terisak-isak.

    'Anakku! Aku merdekakan dirimu semata-mata kerana Allah,' kataku kepadanya.

    Dia tidak menjawab, tetapi justeru dia semakin menangis. Tidak lama kemudian ia berkata pula: 'Tuan!' katanya kepadaku. 'Hamba dulu mendapat dua pahala, iaitu pahala beribadah dan pahala melayani tuan. Kini satu daripadanya sudah dibebaskan, tinggal satu lagi, iaitu beribadat kepada Tuhan.' 'Ya, saya faham maksudmu itu, sebab itu saya merdekakanmu,' kataku kepadanya lagi.
'Terima kasih, dan semoga Allah menyelamatkan tuan dari api neraka!' doanya untukku pula.
Saya pun memberinya wang untuk keperluannya, dan membenarkan dia pergi, kerana dia sudah menjadi orang merdeka sekarang, Dia lalu mengucapkan setinggi terima kasih lagi kepadaku, tetapi wang yang kuberikannya itu ditolaknya sambil berkata:

    'Tuhan yang memberiku rezeki sewaktu hamba di perut ibu, Dialah nanti yang akan menanggung rezeki hamba saat hamba berada di atas buminya ini!' Hamba itu kemudian pergi meninggalkanku, dan sesudah itu saya tidak pernah lagi bertemu dengannya. 'Ya Allah! Berilah hambamu ini taufiq dan hidayah, sebagaimana Dikau telah menganugerahkannya kepada para kekasih dan orang pilihanmu, Amin.

Meninggalnya Iblis La'naTULLOH A'laih

Di hari kiamat kelak malaikat maut akan membentak kepada Iblis: "Berhentilah kamu Iblis laknat dan rasalah kepedihan maut sebagaimana yang dirasai oleh orang-orang  yang engkau sesatkan dalam beberapa abad yang kau hidup dan inilah hari yang ditentukan oleh Allah terhadap kamu, maka kemanakah kamu hendak lari?."

    Apabila Iblis mendengarnya maka ia cuba lari tetapi kemana sahaja ia pergi malaikat maut tetap berada di hadapannya. Tidak ada satu tempat pun untuk ia bersembunyi. Kemudian ia berlari mendapatkan kubur Nabi Adam sambil berkata: "Disebabkan kamulah aku mendapat laknat." Kemudian Iblis bertanya kepada malaikat maut: "Minuman dan seksaan apakah yang akan dikenakan terhadapku?" Maka jawab malaikat: "Kamu akan diberi minum dari Neraka Ladha, seksa yang akan kamu terima serupa dengan siksa ahli neraka dan berlipat kali ganda."

    Mendengar hal itu maka Iblis pun berguling di atas tanah sambil menjerit sekuat suaranya, kemudian ia berlari dari barat ke timur dan akhirnya sampai ke tempat yang mula-mula diturunkan. Disitu dia dihalang oleh malaikat Zabaniah dengan rantai di tangannya.

    Tatkala itu bumi bagaikan api kerana dikerumuni oleh malaikat Zabaniah yang menikam dengan bantulan dari Neraka Ladha sehingga Iblis merasakan seksa sakaratul maut. Disaat itu akan dipanggil Nabi Adam dan Siti Hawa untuk melihat Iblis. Maka berdoalah mereka: "Ya Allah, sesungguhnya engkau telah menyempurnakan nikmat-Mu kepada kami."

Musthafawiyah: Perannya Yang Tak Terlupakan

       Pesantren Musthafawiyah, yang didirikan sekitar tahun 1912 adalah salah satu pesantren tertua dan terbesar di bumi nusantara, tak dapat dipungkiri bahwa pwsantren ini begitu berperan dalam pengembangan agama islam di indonesia, khususnya di propinsi sumatra utara. pesatren ini didirikan oleh seorang ulama panutan di sumatra utara yaitu Syekh Musthafa Husein Nasution, beliau merupakan orang Batak Mandailing asli. di tahun 1912 setibanya beliau dari Makkah setelah sekian lama menimba ilmu di kota suci itu, tepatnya Ma'had Sholatiyah yang terkenal di Makkkah, beliau kemudian mendirikan pesantren ini yang mula-mula beliau dirikan di desa Tanobato kecamatanLembah Sorik Marapi kabupaten Mandailing Natal. namun Pada tahun 1915 disebabkan sungai Aek Singolot meluap dan menggenangi sebagian besar wilayah desa Tanobato maka Mustahafawiyah pun di pindahkan ke desa Purba Baru sampai dengan sekarang.
      Tidak sampai satu tahun lagi usia Musthafawiyah akan mencapai satu abad, semoga semakin bertambah usianya semakin bertambah pula para Ilmuan-ilmuan islam yang di keluarkannya. dan semoga para Alumni-alumni dari pesantren ini benar-benar mampu dan mengamalkan ilmunya dalam masyarakat sekaligus menjadi panutan khususnya dalam hal keagamaan.
   
     Pesantren ini telah menelurkan Ratusan ribu Alumni dari semenjak 1912, dan Alhamdulillah telah melaksanakan Amanah-amanah penting Musthafawiyah untuk mengembangkan keislaman di Masyarakat, dan tidak sedikit juga yang sudah terjun di kancah pemerintahan. atau minimal para alumni-alumni ini akan menjadi tokoh agama atau panutan agama di desanya masing-masing. ini dapat dibuktikan bahwa kebanyakan tokoh-tokoh agama di desa-desa khususnya sumatra utara adalah para Alumnus Mustahafawiyah.
     Harapan kita, semoga kedepannya pesantren ini akan semakin berperan penting dalam pengembangan ilmu keislaman di indonesia, dan akan tetap berperan kuat dalam mempertahankan Aqidah Ahlissunnah Waljama'ah. dan semoga tidak terkena virus modernisasi islam yang sekarang ini marak kita saksikan.
                                                                                               
                                                                                                                     by : wong clik
                                                                                                                        Haru lubis


Enam Persimpangan

     Abu Bakar r.a. berkata, " Sesungguhnya iblis berdiri di depanmu, jiwa di sebelah kananmu, nafsu di sebelah kirimu, dunia di sebelah belakangmu dan semua anggota tubuhmu berada di sekitar tubuhmu. Sedangkan Allah di atasmu. Sementara iblis terkutuk mengajakmu meninggalkan agama, jiwa mengajakmu ke arah maksiat, nafsu mengajakmu memenuhi syahwat, dunia mengajakmu supaya memilihnya dari akhirat dan anggota tubuh menagajakmu melakukan dosa. Dan Tuhan mengajakmu masuk Syurga serta mendapat keampunan-Nya, sebagaimana firmannya yang bermaksud, "....Dan Allah mengajak ke Syurga serta menuju keampunan-Nya..."

Siapa yang memenuhi ajakan iblis, maka hilang agama dari dirinya. Sesiapa yang memenuhi ajakan jiwa, maka hilang darinya nilai nyawanya. Sesiapa yang memenuhi ajakan nafsunya, maka hilanglah akal dari dirinya. Siapa yang memenuhi ajakan dunia, maka hilang akhirat dari dirinya. Dan siapa yang memenuhi ajakan anggota tubuhnya, maka hilang syurga dari dirinya.
Dan siapa yang memenuhi ajakan Allah S.W.T., maka hilang dari dirinya semua kejahatan dan ia memperolehi semua kebaikan."

Iblis adalah musuh manusia, sementara manusia adalah sasaran iblis. Oleh itu, manusia hendaklah sentiasa berwaspada sebab iblis sentiasa melihat tepat pada sasarannya.

Kamis, 21 April 2011

Wanita Jelata

Seorang gubernor pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar dihadapan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.

Dengan keheranan sang Gubernor bertanya, "Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau?"

Janda bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat."
"Maksud engkau?" tanya sang Gubernor mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu."
Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu salat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawaban seperti itu, sang Gubernor merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah rauh, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.

Akhirnya sang Gubernor jatuh cinta kepada perempua lusuh yang berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis pikir, bagaimana seorang gubernor bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.

Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gubernor dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, trmasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernor lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba trdengar bunyi berdenting, pertang ada orang gila yg melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan.Gubernor lalu bertanya, "Mengapa kaubanting gelas itu?"

Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurnag lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi."
Gubernor terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
Sebab lainnya?" tanya Gubernor.Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Alquran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan."

Gubernor kian takjub. Demikian pula paran tamunya. "Masih ada sebab lain?"
Perempua itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengansaya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gubernornya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."Maka ketika kemudian Gubernor yang kematian istri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkab berbalik sangat gembira karena Gubernor memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gubernornya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.

Penduduk Surga

Di dalam kitab Al-Multaqith diceritakan, bahawa sebagian bangsa Alawiyah ada yang bermukim di daerah Balkha. Ada sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri dengan beberapa anak wanita mereka. Keadaan keluarga tersebut serba kekurangan.    

Ketika suaminya meninggal dunia, isteri beserta anak-anak wanitanya meninggalkan kampung halamannya pergi ke Samarkand untuk menghindari ejekan orang di sekitarnya. Kejadian tersebut berlaku pada musim dingin. Saat mereka telah memasuki kota, si ibu mengajak anak-anaknya singgah di masjid, sementara dirinya pergi untuk mencari sesuap nasi.    

Di tengah perjalanan si ibu berjumpa dengan dua kelompok orang, yang satu dipimpin oleh seorang Muslim yang merupakan tokoh di kampung itu sendiri, sedang kelompok satunya lagi dipimpin oleh seorang Majusi, pemimpin kampung itu. Si ibu tersebut lalu menghampiri tokoh tersebut dan menjelaskan mengenai dirinya serta berkata, "Aku mohon agar tuan berkenan memberiku makanan untuk keperluan malam ini!" "Tunjukkan bukti-bukti bahawa dirimu benar-benar bangsa Alawiyah," kata tokoh orang Muslim di kampung itu. "Di kampung tidak ada orang yang mengenaliku," kata ibu tersebut.    

Sang tokoh itu pun akhirnya tidak menghiraukannya. Seterusnya dia hendak memohon kepada si Majusi, pemimpin kampung tersebut. Setelah menjelaskan tentang dirinya dengan tokoh kampung, lelaki Majusi lalu memerintahkan kepada salah seorang anggota keluarganya untuk datang ke masjid bersama si ibu itu, akhirnya dibawalah seluruh keluarga janda tersebut untuk tinggal di rumah Majusi yang memberinya pula pelbagai perhiasan serba indah.    

Sementara tokoh masyarakat yang beragama Islam itu bermimpi seakan-akan hari Kiamat telah tiba dan panji kebenaran berada di atas kepala Rasulullah SAW. Dia pun sempat menyaksikan sebuah istana tersusun dari zamrud berwarna hijau. Kepada Rasulullah SAW. dia lalu bertanya, "Wahai Rasululah! Milik siapa istana ini?" "Milik seorang Muslim yang mengesakan Allah," jawab baginda. "Wahai Rasulullah, aku pun seorang Muslim," jawabnya. "Cuba tunjukkan kepadaku bahawa dirimu benar-benar seorang Muslim yang mengesakan Allah," sabda Rasulullah SAW. kepadanya.     Tokoh di kampung itu pun bingung atas pertanyaan baginda, dan kepadanya Rasulullah SAW. kemudian bersabda lagi, "Di saat wanita Alawiyah datang kepadamu, bukankah kamu berkata kepadanya, "Tunjukkan mengenai dirimu kepadaku!" Kerananya, demikian juga yang harus kamu lakukan, iaitu tunjukkan dahulu mengenai bukti diri sebagai seorang Muslim kepadaku!"    

Sesaat kemudian lelaki muslim itu terjaga dari tidurnya dan air matanya pun jatuh berderai, lalu dia memukuli mukanya sendiri. Dia berkeliling kota untuk mencari wanita Alawiyah yang pernah memohon pertolongan kepadanya, hingga dia mengetahui di mana kini wanita tersebut berada.    

Lelaki Muslim itu segera berangkat ke rumah orang Majusi yang telah menampung wanita Alawiyah beserta anak-anaknya. "Di mana wanita Alawiyah itu?' tanya lelaki Muslim kepada orang Majusi. "Ada padaku," jawab si Majusi. "Aku sekarang menghendakinya," ujar lelaki Muslim itu. "Tidak semudah itu," jawab lelaki Majusi. "Ambillah wang seribu dinar dariku dan kemudian serahkan mereka padaku," desak lelaki Muslim. "Aku tidak akan melepaskannya. Mereka telah tinggal di rumahku dan dari mereka aku telah mendapatkan berkatnya," jawab lelaki Majusi itu. "Tidak boleh, engkau harus menyerahkannya," ujar lelaki Muslim itu seolah-olah mengugut.    

Maka, lelaki Majusi pun menegaskan kepada tokoh Muslim itu, "Akulah yang berhak menentukan apa yang kamu minta. Dan istana yang pernah kamu lihat dalam mimpi itu adalah diciptakan untukku! Adakah kamu mahu menunjukkan keislamanmu kepadaku? Demi Allah, aku dan seluruh keluargaku tidak akan tidur sebelum kami memeluk agama Islam di hadapan wanita Alawiyah itu, dan aku pun telah bermimpi sepertimana yang kamu mimpikan, serta Rasulullah SAW. sendiri telah pula bersabda kepadaku, "Adakah wanita Alawiyah beserta anaknya itu padamu?" "Ya, benar," jawabku. "Istana itu adalah milikmu dan seluruh keluargamu. Kamu dan semua keluargamu termasuk penduduk syurga, kerana Allah sejak zaman azali dahulu telah menciptakanmu sebagai orang Mukmin," sabda baginda kembali.

Gara-gara Seekor Ular

Disebutkan oleh Al-Qadhi Abu Ali At-Tanukhi, dia mengatakan: Dahulu kala hiduplah seorang lelaki yang terkenal zuhud dan kuat ibadatnya, dialah Labib Al-Abid. Dia datang ke pintu gerbang negeri Syam dari arah barat kota Baghdad, sebuah tempat yang menjadi laluan banyak orang.    

Labib kemudian berkata kepadaku: Dahulu aku adalah seorang hamba Rom, milik salah seorang tentara. Dialah yang merawat dan mengajarku cara bermain pedang sehingga aku pun mahir memainkannya sehingga merasa benar-benar perkasa.     Demi menjalin persaudaraan dan untuk mengawal hartanya, walaupun aku telah dimerdekakan sepeninggalnya, aku kemudian menikahi isterinya. Aku yakin, Allah SWT. telah mengetahui bahawa apa yang kuperbuat itu tiada lain sekadar untuk menjaganya. Aku tinggal bersamanya beberapa tahun.    

Selama hidup berumahtangga dengannya, suatu hari kulihat seekor ular menyelinap dalam bilik kami. Aku lalu memegang ekornya untuk kubunuh, tetapi ular itu justru berbalik menyerangku dan berhasil menggigit tanganku hingga menjadi lumpuh. Setelah tanganku yang satu mengalami kelumpuhan, selang beberapa waktu kemudian tanganku yang lain menyusul lumpuh pula tanpa sebab- sebab yang jelas. Seterusnya kedua kakiku juga lumpuh, mataku menjadi buta dan terakhir aku menjadi bisu. Kemalangan ini kualami selama satu tahun.    

Demikianlah keadaanku yang sangat buruk, kecuali hanya telingaku yang masih mampu menangkap segala pembicaraan. Aku tergeletak tiada berdaya: Aku selalu diberi minum saat aku merasa tidak dahaga, sementara itu dibiarkan kehausan saat aku kenyang, dan dibiarkan ketika aku merasa lapar. Setelah berjalan satu tahun, datanglah seorang wanita menjumpai isteriku.

Dia bertanya kepada isteriku,  Bagaimana keadaan Abu Ali Labib?   Dia tidak hidup dan tidak juga mati, sehingga hal ini membuatku bimbang dan hatiku menjadi sangat sedih,  jawab isteriku.    

Mendengar hal itu, dalam hatiku lalu mengadu kepada   Allah dan berdoa. Dalam keadaan menderita sakit yang seperti ini sedikit pun dalam jiwaku tidak merasakan sesuatu.    

Pada suatu hari, aku merasa seakan-akan menerima pukulan sangat keras yang hampir membuatku binasa. Hal itu terus berlangsung hingga tengah malam atau mungkin sudah lewat tengah malam, kemudian sedikit demi sedikit rasa sakitku ini mula hilang, akhirnya aku dapat tidur.    

Keesokan hari ketika terjaga dari tidur, kurasakan tangan ini telah berada di atas dada, padahal selama ini tergeletak tidak berdaya di atas tempat tidur kerana mengalami kelumpuhan. Kucuba untuk bergerak dan ternyata berjaya. Melihat hal ini, aku merasa gembira dan yakin bahawa Allah akan memberikan kesembuhan.

Kucuba menggerakkan tanganku yang lain dan ternyata dapat kugerakkan pula.     Aku juga mencuba memegang salah satu kakiku dan berhasil memegangnya, dan kukembalikan tanganku pada keadaan semula, hal ini kulakukan pula pada tanganku yang lain. Selepas itu aku ingin mencuba membalikkan tubuhku dan ternyata dapat kubalikkan dan bahkan aku mampu duduk lagi. Kemudian, aku bermaksud untuk berdiri dan ternyata aku juga mampu melakukannya, lalu kucoba lagi turun dari pembaringan, yang selama ini tubuhku terbaring. Tempat tidurku itu berada di sebuah bilik yang ada di rumahku.    

Dalam kegelapan aku mencoba untuk mencari pintu bilik dengan meraba-raba dinding bilik, sebab mataku belum dapat melihat dengan terang. Akhirnya aku berhasil mencapai teras rumah dan di sana aku dapat memandang langit dan bintang-bintang yang berkedip. Kerana luapan kegembiraan yang tiada terkira hampir menghentikan detak jantungku, dan segera terlontar dari bibirku rasa syukur kepada-Nya:  Wahai Zat Yang Maha Kaya Kebaikan-Nya! Hanya Milik-Mulah segala puji.  Setelah itu aku pun berteriak memanggil isteriku dan dia segera datang menemuiku seraya berkata,  Abu Ali?   Sekarang inilah aku menjadi Abu Ali yang sebenarnya. Dan kini nyalakanlah lampu,  kataku kepadanya.    

Isteriku segera pula menyalakan lampu, dan kemudian kuperintahkan kepadanya untuk mengambilkan sebuah gunting.     Dia pun datang dengan membawa gunting yang kumaksud, dengan gunting itulah kupotong kumisku. Isteriku lalu berkata kepadaku,  Apa yang hendak kamu lakukan? Bukankah teman-temanmu telah mencelamu?   Selepas ini, aku tidak akan melayani seorang pun kecuali hanya Tuhanku semata-mata,  jawabku.     Seterusnya kugunakan seluruh waktuku untuk menghadap kepada Allah SWT. dan tekun beribadat. Al-Qadhi Abu Ali meneruskan ceritanya kembali, bahawa Abu Ali Labib Al Abib adalah seorang yang mustajab doanya.