Jumat, 27 September 2013

Biografi Singkat Syekh Ali Jum'ah



Beliau adalah Abu Ubadah Nuruddin Ali bin Jum`ah bin Muhammad bin Abdul Wahhab bin Salim bin Abdullah bin Sulaiman, al-Azhari al-Syafi`i al-Asy`ari. Beliau lahir di kota Bani Suef pada hari Senin 7 Jumadal Akhir 1371 H/3 Maret 1952 M.

Beliau terlahir dari keluarga yang terhormat. Ibunya adalah Fathiyah Hanim binti Ali bin `Id, seorang wanita yang dikenal berakhlak baik, selalu menjaga salat dan puasa sejak masuk usia balig. Ibunya meninggal dengan doa kepadanya dengan ilmu dan kebaikan. Ayahnya adalah Syeikh Jum`ah bin Muhammad, seorang ahli fikih lulusan dari Fakultas Hukum Universitas Kairo.

Syeikh Ali Jum`ah dibesarkan dalam didikan kedua orang tuanya, diajarkan tentang ilmu dan takwa, diajarkan akhlak dan kemuliaan. Sejak kecil telah terbiasa dengan banyaknya buku di perpustakaan ayahnya, bahkan hingga saat ini banyak dari buku warisan ayahnya masih tersimpan dengan baik di perpustakaan pribadi beliau.

Beliau memulai perjalanan intelektualnya pada umur lima tahun. Beliau mendapatkan ijazah madrasah ibtidaiyah pada tahun 1963 dan mendapatkan ijazah madrasah tsanawiyah pada tahun 1966 di kota Bani Suef. Di sana beliau menghafalkan al-Quran kepada beberapa syaikh hingga selesai pada tahun 1969.

Setelah menamatkan MTS pada tahun 1966, beliau berpindah ke kota Kairo bersama kakak perempuannya yang masuk ke Fakultas Arsitektur di Universitas Kairo. Syeikh Ali Jum`ah muda menamatkan jenjang pendidikan madrasah aliyah pada tahun 1969. Kemudian masuk ke Universitas `Ainu Syams dan mendapatkan gelar sarjana di fakultas perdagangan pada bulan Mei 1973.

Setelah mendapatkan gelar sarjana kemudian beliau belajar di al-Azhar, di sana beliau bertemu dengan para guru dan masyayikh. Kepada mereka beliau menghafal berbagai kitab ilmu-ilmu dasar, seperti kitab Tuhfatul Athfal dalam Ilmu Tajwid, kitab Alfiyah Ibnu Malik dalam Ilmu Nahwu, kitab al-Rahabiyah dalam Ilmu Waris, kitab al-Ghayah wa al-Taqrib dalam Ilmu Fikih, al-Mandzumah al-Bayquniyah dalam Ilmu Mustalah Hadis, dan beberapa ilmu dasar lain yang menjadi awal batu loncatan beliau dalam melangkah kepada jenjang yang lebih tinggi lagi.

Beliau mendapatkan gelar sarjana (License) dari Fakultas Dirasat Islamiyah wa al-`Arabiyah Universitas al-Azhar Kairo pada tahun 1979. Kemudian beliau melanjutkan pendidikannya di kuliah pascasarjana Universitas al-Azhar Kairo di Fakultas Syari`ah wa al-Qanun dengan spesifikasi Usul Fikih hingga mendapatkan gelar Master pada tahun 1985 dengan peringkat cum laude. Kemudian beliau mendapatkan gelar Doktor pada bidang yang sama dari universitas yang sama pada tahun 1988 dengan peringkat summa cum laude. Di samping itu juga beliau selalu menghadiri majlis ilmu di masjid al-Azhar mempelajari berbagai macam cabang ilmu dari pengajian di sana.

Di antara para gurunya adalah:
- Syeikh Abdullah bin Siddiq al-Ghumari, seorang pakar hadis pada zamannya, yang telah menghafal lebih dari lima puluh ribu hadis lengkap dengan sanadnya.
Syeikh Ali Jum`ah membaca di hadapannya kitab Shahih Bukhari, kitab Muwattha Imam Malik, kitab al-Luma` fi Ushul Fiqh karya Imam Syairazi. Syeikh Abdullah al-Ghumari memberikan beliau ijazah dalam meriwayatkan hadis dan telah memberi beliau ijazah dalam berfatwa. Beliau juga menganjurkan para muridnya yang lain untuk mengambil ilmu dari Syeikh Ali Jum`ah dan menyatakan bahwa beliau adalah salah satu muridnya yang terpandai di Mesir.

- Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, seorang ulama yang terkenal dengan keluasan ilmunya pada saat itu. Kepadanya beliau membacakan kitab al-Adab al-Mufrad karya Imam Bukhari. Suatu saat Syeikh Ali Jum`ah melakukan penelitian ulang terhadap kitab Ushul Fiqh karya Syeikh Muhammad Abunnur Zuhair, dan beliau menuliskan ijazah yang beliau dapatkan dari Syeikh Muhammad Abunnur di dalam buku itu. Kemudian Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah berkata, “Kami terima ijazah buku ini darimu!”. Sebuah kehormatan yang besar bagi Syeikh Ali Jum`ah saat gurunya yang telah dikenal dengan keluasan ilmunya mengambil riwayat sebuah buku darinya.

- Syeikh Muhamamd Abunnur Zuhair, Wakil Rektor Universitas al-Azhar, seorang pakar Usul Fikih dari Universitas al-Azhar, anggota lembaga fatwa. Kepadanya Syeikh Ali Jum`ah membacakan kitabnya Usul Fikih yang memiliki tebal empat jilid di rumahnya. Dan Syeikh Muhammad Abunnur telah memberinya ijazah untuk mengajar dan berfatwa.

- Syeikh Jadurrabi Ramadhan Jum`ah, Dekan Fakultas Syariah wa al-Qanun Universitas al-Azhar saat itu, yang dikenal dengan sebutan “Syafi`i Kecil” karena keluasan ilmunya dan keahliannya dalam bidang fikih mazhab Imam Syafi`i. Syeikh Ali Jum`ah belajar fikih Syafi`i kepadanya, begitu juga belajar kitab al-Asybah wa al-Nazair tentang kaidah fikih karya Imam Suyuthi hingga beliau menghafalkannya. Syeikh Jadurrabbi suatu saat pernah berkata kepada Syeikh Ali Jum`ah di hadapan kawan-kawannya, “Penamu ini lebih baik dari penaku.”

- Syeikh Jadulhaq Ali Jadulhaq, Syeikh al-Azhar yang juga memasukkannya ke dalam lembaga fatwa.

- Syeikh al-Husaini Yusuf al-Syeikh, guru besar ilmu Syariah dan Usul Fikih di al-Azhar.

- Syeikh Abdul Jalil al-Qaransyawi al-Maliki, guru besar Ilmu Fikih di al-Azhar.

- Syeikh Abdul Aziz al-Zayyat.

- Syeikh Muhammad Ismail al-Hamdani.

- Syeikh Ahmad Muhammad Mursi al-Naqsyabandi.

- Beliau pun dikabarkan pernah mengikuti majlis riwayat hadis yang diajar oleh Syeikh Yasin al-Fadani.

Biografi yang lebih lengkap tentang perjalanan Syeikh Ali Jum`ah dalam mencari ilmu, mengajarkan ilmu, dan menghidupkan majlis ilmu di al-Azhar ditulis oleh murid beliau Syeikh Usamah Sayyid al-Azhari dalam kitab Asanid al-Mashriyyin. Biografi itu bisa dilihat di tautan ini: http://bit.ly/199Dk19

Sumber: http://on.fb.me/14DL6mm

Sejumlah Argumen Dan Pernyataan Syi'ah Yang Dapat Dipatahkan Bagian 1


Bismillahirrahmanirrahim...

Pendahuluan
Kemunculan orang-orang yang berkepentingan duniawi dan dengki terhadap Islam, dan manusia-manusia yang masuk Islam dengan membawa kepentingan untuk merusaknya dari dalam menjadi penyebab tersulutnya fitnah besar di tengah umat Islam yang berujung pada terbunuhnya Khalifah ‘Utsmân Radhiyallahu anhu dan berkobarnya peperangan-peperangan yang memecah kesatuan umat. Selanjutnya, timbullah golongan-golongan (sesat) dalam Islam. Masing-masing golongan berupaya membenarkan pendapat (ideologi)nya dengan memalsukan hadits-hadits atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dari situlah, hadits-hadits palsu berkembang. Tema-temanya pun beragam, di antaranya berisi keutamaan seseorang, madzhab, wilayah tertentu atau sebaliknya menyerang orang-orang maupun kelompok tertentu.

Usaha-usaha pemalsuan hadits atas nama Rasûlullâh  didorong oleh berbagai motivasi dan kepentingan. Di antaranya, bertujuan merusak aqidah Islam, mencari popularitas, fanatisme madzhab, mengais penghidupan seperti yang dilakukan oleh qushshâsh (para tukang cerita).

“Pemalsuan hadits yang terjadi, bukanlah fenomena kebetulan yang muncul tanpa direncanakan. Akan tetapi, merupakan gerakan dengan orientasi tertentu dan perencanaan yang komprehensif. Gerakan ini memiliki bahaya dan dampak buruk besar. Di antara dampak buruknya yang langsung mengenai sekian banyak generasi Islam di banyak negeri, tersebarnya pendapat-pendapat yang aneh, kaedah-kaedah fiqih yang syadz, dan keyakinan menyimpang serta pandangan-pandangan yang lucu. Hal-hal yang menyimpang ini didukung dan dipropagandakan oleh golongan-golongan sesat dan kelompok-kelompok tertentu…Sering kali hadits-hadits palsu ini bertentangan dengan akhlak dan akal yang lurus, dan apalagi dengan Kitabullâh dan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kaum syi'ah, golongan terdepan pemalsu Hadits
Salah satu langkah yang ditempuh golongan batil untuk mencari pengikut, yaitu melalui pengadaan hadits-hadits palsu dan menyebarluaskannya di tengah manusia. Pasalnya, mereka tahu benar bahwa kaum Muslimin sangat mencintai sunnah (hadits-hadits) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ingin mengetahui lebih mendalam. Selanjutnya, mereka ini (golongan batil) mereka-reka hadits-hadits (palsu) dan menisbatkannya kepada Rasûlullâh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika kaum Muslimin mendengarkannya, umat akan memahami itu merupakan perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga menganggapnya sebagai kebenaran. Padahal sejatinya itu adalah hadits palsu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkan atau melakukannya sama sekali. !

Baiklah, berikut sejumlah argumen dan pernyataan-pernyataan syi'ah yang dapat dipatahkan dan dibantahkan, semoga dengan membaca ini kaum muslimin menjadi lebih tahu terhadap kesesatan syi'ah dan betul-betul waspada untuk menjauhinya.

Pertama:  Golongan syi'ah beri'tikad bahwa Sayyidina Ali RA. adalah seorang Imam yang Ma'shum, kemudian kita memperdapati mereka mengakui bahwa sayyidina Ali menikahkan putrinya (saudara perempuan Hasan & husain) kepada U'mar bin Khattab. Nah, dari sini kita dapat lihat bahwa syi'ah menetapkan dua hal:
1. Bahwa A'li bukanlah seorang yang Ma'shum, karena ia menikahkan putrinya kepada orang kafir, ya'ni U'mar bin khattab (Syi'ah menganggap Umar dan sahabat yang lain adalah Kafir karena mereka merampas Khilafah dari Ali). tentu saja ini membatalkan Asas-asas Madzhab mereka sendiri.
2. Bahwa U'mar adalah seorang muslim, karena Ali ridho terhadap U'mar untuk menikahi puterinya.

Kedua: Syi'ah menganggap bahwa Abu Bakar dan Umar adalah kafir,  tapi kemudian kita melihat bahwa sayyidina Ali (yang menurut syi'ah adalah imam Ma'shum) telah ridha dan rela terhadap kekhalifahan keduanya. ini membuktikan bahwa Ali bukanlah seorang yang Ma'shum karena dia rela dan setuju untuk membai'at dua orang yang kafir dan zalim sebagai khalifah. dan hal ini tentu saja membatalkan ke-Ma'shuman Ali dan sekaligus menjadi sebuah pertolongan terhadap orang kafir dan zalim akan kekafiran dan kezalimannya. atau malah sebaliknya, bahwa yang dilakukan Ali adalah hal benar, karena dia mengakui bahwa keduanya adalah Mu'min yang shadiq dan a'dil. Nah, maka yang salah dan sesat adalah syi'ah karena mereka berbeda dengan imam mereka dalam hal pengkafiran Abu Bakar dan Umar juga celaan dan La'natan yang mereka tujukan terhadap keduanya. maka saatnya kita memilih, apakah kita mengikuti Ali yang ridha terhadap keduanya atau malah mengakui syi'ah yang sesat dan menyalahi Imam mereka sendiri.

Ketiga: sayyidina Ali Ra. telah menikah dengan beberapa perempuan setelah wafatnya sayyidah Fatimah Ra. kemudian mereka melahirkan beberapa anak, berikut adalah ama-nama anak-anak sayyidina Ali yang lahir dari rahim Istri-istrinya ini: A'bbas bi Ali bin abi Thalib, Abdullah bin Ali, Ja'far bi Ali, Utsman bi Ali, Ubaidillah bin Ali, Abu Bakar bin Ali, Yahya bin Ali, Muhammad al-ashgar bin Ali, A'un bin Ali, U'mar bin Ali, Ruqayyah binti Ali. yang jadi pertanyaan adalah : Bagaimana mungkin A'li menamakan anak-anaknya dengan nama-nama orang yang jadi musuh beratnya seperti Abu bakar, U'mar dan Utsman?(seperti yang di kalim oleh syi'ah). Jelaslah sudah terbukti bahwa A'li ridha dan rela terhadap mereka dan mengakui keimanan mereka, bukan malah menganggap mereka adalah kafir dzalaim. maka lagi-lagi syi'ahlah yang salah dan mengarang cerita seingin syahwatnya saja, dan berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi.

Keempat: Pengarang kitab "Nahju al-balaghah" kitab yang sangat Mu'tamad dikalangan syi'ah meriwayatkan bahwa Ali menolak atas tawaran Khilafah, dan berkata: "Tinggalkan aku, carilah orang lain!". ini menunjukkan batalnya madzhab syi'ah yang mewajibkan Khilafah dan Imamah terhadap Ali, karena bagaimana mungkin Ali menolak kalau ia tahu dan mengakui bahwa Khilafah telah allah SWT wajibkan untuk dirinya?!

Kelima: Al-kailany menyebutkan dalam kitab "al-Kafy": bahwasnya para Imam syi'ah mengetahui kapan mereka akan mati, dan mereka tidak akan mati kecuali setelah mereka memintanya. kemudian Al-Majlisy menyebutkan didalam kitabnya "Baharu al-anwar" : "Seorang imam tidak akan mati kecuali mati terbunuh atau diracun". maka apabila seorang imam ini tahu akan hal-hal yang ghaib(seperti yang dikalim syi'ah), maka tentu saja ia akan tahu apakah makanan yang dihidangkan dihadapannya ber-racun atau tidak, dan kalau ternyata ber-racun ia bisa menjauhinya, kalau ia tetap memakannya sedangkan ia tahu makanan tersebut ber-racun maka ia akan mati membunuh dirinya sendiri, karena ia tahu makanan tersebut ber-racun. sedangkan Rasulullah Muhammad SAW bersabda: bahwa orang-orang yang mati bunuh diri akan dimasukkan kedalam neraka. "Apakah syi'ah ridha ini terjadi terhadap imam-imam mereka?!"
 Wallahu A'lam,
InsyaAllah bersambung ke Part selanjutnya.

Sumber: disarikan dan diterjemah oleh Harun Lubis dari kitab "As'ilah Qodat Syabab As-syi'ah Ila Al-haq" penulis: Ustadz sulaiman Shalih al-khurosyi. Terbitan penerbit Al-khair.