Minggu, 13 Oktober 2013

9 Kesesatan Syi’ah Imamiyah Menurut Syaikh Al Qaradhawi

 
Syaikh DR Yusuf Al Qaradhawi dalam Fatawa Mu’ashirah, menjelaskan 9 perbedaan tajam antara Ahlus Sunnah yang moderat dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asy’ariah/12 Imam. Berikut ini fatwa beliau:

1. Sikap Syi’ah terhadap Al Qur`an.

Sikap mereka terhadap Al Qur`an seperti yang telah saya jelaskan berulang-ulang kali bahwa mereka tetap percaya dengan Al Qur`an yang kita hafal. Mereka berkeyakinan bahwa Al Qur`an adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mushaf yang dicetak di Iran dengan mushaf yang dicetak di Mekah, Madinah dan Kairo adalah sama. Al Qur`an ini dihafal oleh anak-anak Iran di sekolah-sekolah agama (madrasah/pesantren) di sana. Para ulama Iran juga mengutip dalil-dalil Al Qur`an di dalam masalah pokok-pokok dan furu di dalam ajaran Syi’ah yang telah ditafsirkan oleh para ulama mereka di dalam kitab-kitabnya. Namun masih tetap ada di antara mereka yang berkata, “Sesungguhnya Al Qur`an ini tidak lengkap. Karena ada beberapa surat dan ayat yang dihilangkan dan akan dibawa oleh Al Mahdi pada saat dia muncul dari persembunyiannya.”

Mungkin saja sebagian besar ulama mereka tidak mempercayai hal ini. Sayangnya mereka tidak mengkafirkan orang yang telahmengatakan hal di atas. Inilah sikap yang sangat berbeda dengan sikap Ahlu Sunnah, yaitu barangsiapa yang meyakini telah terjadi penambahan dan pengurangan terhadap Al Qur`an, maka dengan tidak ragu lagi, kami akan cap dia sebagai orang kafir.

Padahal keyakinan seperti ini terdapat di dalam kitab-kitab rujukan mereka, seperti Al Kaafiy yang sebanding dengan kitab Shahih Al Bukhari bagi Ahlu Sunnah. Kitab ini telah dicetak dan diterjemahkan laludidistribusikan ke seluruh dunia tanpa ada penjelasan apa-apa di dalamnya. Ada pepatah di masyarakat, “Orang yang diam terhadap kebatilan, sama dengan orang yang membicarakannya.”

2. Sikap Syi’ah terhadap As Sunnah         

Definisi As Sunnah menurut Ahlu Sunnah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah dimaksum oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Dia perintahkan umat Islam untuk menaati beliau di samping taat kepada-Nya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Katakanlah, “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk,” (QS An Nur [24]: 54). ”dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat,”(QS An Nur [24]: 56). “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),”(QS An Nisa [04]: 59). “Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir,” (QS Ali Imran [03]: 32). “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka,” (QS An Nisa [04]: 80). “Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (QS An Najm [53]: 3-4) dan ayat-ayat yang lainnya.

Akan tetapi batasan As Sunnah menurut Syi’ah adalah sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para imam mereka yang maksum. Maksudnya,sunnah mencakup bukan hanya sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam melainkan jugasunnah kedua belas imam mereka. Imam mereka yang 12 orang tersebut wajib ditaati sebagaimana taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya yang dikuatkan dengan wahyu. Mereka telah menambahkan perintah Al Qur`an untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya yaitu agar taat kepada makhluk yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sendiri tidak memerintahkannya. Lebih dari itu, kita mengkritik Syi’ah karena telah meriwayatkan sunnah dari orang-orang yang tidak tsiqah (terpercaya) karena tidak memenuhi unsur keadilan dan kesempurnaan hafalan.

Oleh karena itu, kitab-kitab rujukan Ahlu Sunnah tidak diterima oleh mereka. Mereka tidak mau menerima kitab Shahih Bukhari, Muslimdan Kutub Sittah lainnya, tidak mau menerima kitab Al Muwatha,Musnad Ahmad dan kitab-kitab yang lainnya.

3. Sikap Syi’ah terhadap Para Sahabat

Pandangan negatif mereka terhadap para sahabat merupakan pokok dan dasar ajaran Syi’ah. Sikap mereka itu adalah turunan dari pokok ajaran mereka yang meyakini bahwa, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berwasiat jika beliau wafat, maka Ali bin Abi Thalib adalah pengganti beliau. Akan tetapi para sahabat menyembunyikan wasiat ini dan mereka merampas hak Ali ini secara zalim dan terang-terangan. Para sahabat telah berkhianat terhadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjadi wasilah mereka mendapatkan petunjuk dan mereka hidup di zaman beliau untuk menolongnya walaupun dengan nyawa dan segala yang mereka miliki.

Yang mengherankan, apakah mungkin para sahabat bersekongkol untuk melakukan hal ini, sementara Ali Radhiyallahu ‘Anh –sang pemberani- hanya bisa diam saja tidak berani mengumumkan haknya ini. Justru Ali malah ikut membaiat Abu Bakar, Umar dan kemudian Utsman. Ali tidak berkata kepada salah seorang dari mereka itu, ”Sesungguhnya aku mempunyai wasiat dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Akan tetapi, mengapa kalian bersikap seolah-olah tidak tahu? Mengapa kalian hanya bermusyawarah dengan enam orang saja dan kalian menyibukkan diri kalian sendiri? Siapakah orangnya yang harus memilih sedangkan umat Islam telah menetapkan hal ini dengan wasiat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam?” Mengapa Ali tidak mau menjelaskan hal ini? Kemudian, jika memang Al Hasan bin Ali benar-benar telah tercatat sebagai khalifah setelah Ali karena ada wasiat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam, tapi mengapa justru Al Hasan mengalah dan memberikan jabatan khalifah ini kepada Mu’awiyah? Mengapa Al Hasan melakukan hal ini, padahal ini merupakan perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Dan mengapa justru Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam di dalam haditsnya (hadits ramalan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam) memuji sikap Al Hasan ini?

Pertanyaan ini tidak bisa dijawab sama sekali oleh mereka.

Inilah tuduhan palsu mereka terhadap para sahabat yang tidak terbukti. Keterangan mereka ini sangat bertentangan dengan keterangan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebutkan di dalam beberapa surat Al Qur`an. Seperti di akhir surat Al Anfal, surat At Taubah, surat Al Fath di pertengahan di akhirnya, surat Al Hasyr dan surat-surat lainnya.

Demikian pula As Sunnah telah memuji para sahabat baik secara umum maupun secara khusus. Juga zaman mereka itu dianggap sebagai sebaik-baik zaman setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.

Juga apa yang dicatat oleh sejarah tentang mereka. Mereka adalah orang-orang yang telah menghafal Al Qur`an dan dari mereka lah umat menukilnya. Mereka juga adalah orang-orang yang telah menukil As Sunnah dan menyampaikan apa yang mereka nukil dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam baik perkataan, perbuatan maupun persetujuan beliau kepada umat ini.

Mereka juga adalah orang-orang yang telah melakukan futuh (pembebasan negeri lain dengan damai) dan membimbing umat ini menuju tauhid Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan risalah Islam. Mereka juga telah mempersembahkan kepada bangsa-bangsa yang dibebaskannya contoh-contoh teladan Qur’ani yang dijadikan sebagai petunjuk.

4.Imamah Ali dan Keturunannya yang Berjumlah 12 Imam Adalah  Pokok Ajaran Syi’ah. Barangsiapa yang Menolak, maka Dia Dicap Kafir.

Di antara masalah akidah Syi’ah Imamiyah Itsna ’Asyariyah yang bertentangan dengan Ahlu Sunnah adalah, keyakinan Syi’ah bahwa kepemimpinan Ali dan keturunannya dari garis Husein merupakan pokok-pokok keimanan, seperti beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, beriman kepada para malaikat-Nya, beriman kepada kitab-kitab-Nya, beriman kepada para rasul-Nya dan beriman kepada hari akhir. Tidak sah dan tidak akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala iman seorang muslim, jika dia tidak beriman bahwa Ali adalah khalifah yang ditunjuk oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Demikian juga halnya dengan 11 imam keturunan Ali bin Abi Thalib. Barangsiapa yang berani menolak hal ini atau meragukannya, maka dia adalah kafir yang akan kekal di neraka. Seperti inilah riwayat-riwayat yang tercantum di dalam Al Kaafiy dan kitab-kitab lainnya yang mengupas masalah akidah mereka.

Atas dasar inilah, sebagian besar kaum Syi’ah mengkafirkan Ahlu Sunnah secara umum. Hal ini dikarenakan akidah Ahlu Sunnah berbeda dengan akidah mereka (Syi’ah). Bahkan Ahlu Sunnah tidak mengakui akidah seperti ini dan menganggap bahwa akidah ini adalah batil dan dusta atas nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya.

Bahkan Syi’ah juga mengkafirkan para sahabat yang tidak mengakui imamah Ali Radhiyallahu ‘Anh. Mereka juga mengkafirkan tiga orang khulafa rasyidin sebelum Ali yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman dan para sahabat lain yang mendukung ketiga orang khalifah ini. Kita ketahui bahwa semua para sahabat telah meridhai tiga khulafa rasyidin, termasuk Ali bin Abi Thalib yang pada saat itu Ali lah orang terakhir membaiat Abu Bakar. Kemudian Ali berkata, ”Sesungguhnya kami tidak mengingkari keutamaan dan kedudukan Anda wahai Abu Bakar. Akan tetapi kami dalam hal ini mempunyai hak karena kami adalah kerabat (keluarga) Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.” Akan tetapi Ali tidak menyebutkan bahwa diamempunyai nash wasiat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Sedangkan kami Ahlu Sunnah menganggap bahwa masalah imamah dan yang berkaitan dengannya termasuk ke dalam furu’ dan bukan termasuk pokok-pokok akidah Islam. Masalah ini lebih baik dikaji di dalam kitab-kitab fiqih dan muamalah dan bukan dikaji di dalam kitab-kitab akidah dan pokok-pokok agama. Walaupun dengan sangat terpaksa para ulama Ahlu Sunnah membicarakan masalah ini di dalam kitab-kitab akidah untuk membantah seluruh ajaran Syi’ah di dalam masalah ini.

Syaikh Muhammad ‘Arfah, seorang anggota Lembaga Ulama Senior Al Azhar pada zamannya, telah menukil dari kitab-kitab akidah milik Syi’ah Imammiyah Itsna ’Asyariyyah sebagai penguat apa yang kami ucapkan tentang mereka. Beliau berkata,

”Jika kita mau mengkaji kitab-kitab akidah milik orang-orang Syi’ah, maka kita akan menemukan adanya kesesuaian atas riwayat-riwayat yang mereka sampaikan. Kita pun bisa langsung menukil ajaran mereka yang kita anggap sebagai ajaran yang sangat berbahaya yaitu masalah imamah, ajaran mengkafirkan para sahabat dan tiga orang khulafa rasyidin. Mereka terus mengkafirkan kaum muslimin sejak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat sampai hari ini. Hal ini disebabkan kaum muslimin tidak pernah mengakui imamah Ali dan 12 imam mereka. Hal ini seperti yang kami kutip dari penghulu ahli hadits Abi Ja’far Ash-Shaduq Muhammad bin Ali bin Husein bin Babawaih Al Qummi yang meninggal dunia pada tahun 381 Hijriyah yang merupakan ahli hadits kedua dari tiga ahli hadits (Syi’ah) yang juga dia itu adalah pengarang kitab yang berjudul, “Man La Yahdhuruh Al Faqih”, salah satu kitab dari empat kitab rujukan Syi’ah di dalam masalah pokok-pokok ajaran mereka. Dia berkata, ”Kami berkeyakinan pada orang-orang yang menolak imamah Ali bin Abi Thalib dan seluruh imam setelah beliau adalah seperti orang-orang yang menolak nubuwah (kenabian) para nabi. Kami juga berkeyakinan bahwa orang-orang yang mengakui imamah Ali dan menolak satu dari imam setelah Ali adalah seperti orang-orang yang mengakui/beriman kepada para nabi akan tetapi mereka menolak Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”Dia juga berkata di dalam “Risalat Al I’tiqadat”, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Barangsiapa yang menolak imamah Ali setelah aku (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam), artinya dia telah menolak kenabianku dan barangsiapa yang menolak kenabianku, artinya dia telah menolak rububiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda, ”Wahai Ali, Sesungguhnya  kelak setelah aku wafat, engkau itu akan dizhalimi. Barangsiapa yang menzhalimimu, sama dengan dia telah menzhalimi aku; barangsiapa yang bersikap adil terhadapmu, sama dengan dia telah bersikap adil terhadap aku; dan barangsiapa yang menolakmu, sama dengan menolak aku.”

Imam Shadiq AS berkata, ”Orang yang menolak imam terakhir kami, sama dengan menolak imam pertama kami.”

Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Para imam setelah aku ini ada berjumlah dua belas orang. Imam yang pertama adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib AS, dan imam yang terakhir adalah Al Mahdi. Menaati mereka sama dengan menaati aku dan bermaksiat kepada mereka sama dengan bermaksiat kepada aku. Barangsiapa yang menolak salah seorang dari mereka, sama dengan menolak aku.” Imam Shadiq berkata, ”Barangsiapa yang meragukan tentang kekufuran musuh-musuh kami dan sikap zhalim mereka terhadap kami, maka dia dianggap telah kafir.”[1]

5. Dakwaan Wasiat dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Ali

Dakwaan adanya wasiat dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Ali menjadi khalifah setelah beliau wafat –seperti keyakinan Syi’ah- sungguh telah merampas hak kaum muslimin untuk memilih pemimpin dari kalangan mereka sendiri. Itulah wujud pengamalan terhadap perintah musyawarah yang telah dijadikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai ciri khas kaum muslimin,”Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka,” (QS Asy Syura [42]: 38).

Seolah-olah dengan adanya wasiat itu, umat Islam terbelakang selamanya, sehingga Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus menentukan siapa orangnya yang berhak mengurusi dan memimpin umat Islam. Juga diharuskan orang yang memimpin umat Islam ini datang dari rumah tertentu dan dari keturunan tertentu dari keluarga rumah ini. Padahal semua manusia adalah sama. Yang jelas bahwa yang berhak memimpin umat Islam adalah orang yang diterima (diridhai) oleh umat Islam dan dia mampu untuk memikul amanah ini dan menakhodai umat ini.

Saya yakin jika Negara Islam yang dipersepsikan oleh Ahlu Sunnah adalah bentuk Negara Islam ideal yang telah digambarkan oleh Al Qur`an dan As Sunnah yang shahih. Yaitu sangat sesuai dengan yang diinginkan oleh masyarakat dunia pada saat ini bahwa rakyat berhak menentukan nasibnya sendiri, tidak menganut teori negara Teokrasi atau sebuah sistem yang mana negara dikuasai oleh pemerintahan berasaskan agama (tertentu) atas nama Pemerintahan Langit yang membelenggu leher masyarakat dan hati nurani mereka. Semua lapisan masyarakat tidak kuasa atas diri mereka sendiri kecuali harus mengatakan, ”Kami mendengar dan kami taat!”

Keyakinan Syi’ah ini dibantah oleh takdir Allah, di mana Imam yang ke-12 mereka sedang bersembunyi, seperti yang mereka yakini. Akhirnya, umat manusia ditinggalkan tanpa imam maksum lebih dari 11 abad. Bagaimana mungkin Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan membiarkan umat manusia tanpa imam yang akan membimbing mereka? Ternyata mereka (orang-orang Syi’ah) berkata, ”Kami masih mempunyai Al Qur`an dan As Sunnahuntuk membimbing kami” ketahuilah, justru kami (Ahlu Sunnah) sejak dahulu sudah mengatakan hal ini.

6. Superioritas Kelompok Tertentu atas Seluruh Umat Manusia


Keyakinan orang-orang Syi’ah dibangun atas dasar rasa superioritas (merasa paling lebih) dari seluruh makhluk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka merasa mempunyai karunia yang sangat besar jika dilihat dari penciptaannya. Mereka ini berhak untuk mengatur orang lain walaupun mereka tidak memilihnya. Hal ini dikarenakan telah menjadi keputusan langit.

Pemikiran seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam secara umum. Hal ini disebabkan seluruh manusia adalah sama seperti deretan sisir. Hanya ada satu Rabb bagi seluruh umat manusia dan memiliki nenek moyang yang sama yaitu Adam ‘Alaihis Salam. Mereka semua diciptakan dari bahan yang sama, yaitu sperma. Oleh karena itu, tidak ada rasa superioritas seorang manusia atas manusia yang lain kecuali dengan taqwanya. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di dalam Al Qur`an, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti,” (QS Al Hujurat [49]: 13).

Sesungguhnya manusia itu diutamakan atas yang lainnya hanya karena amal perbuatan, dan bukan karena faktor keturunan. Sebab siapa yang amalnya lambat, maka nasabnya tidak akan mempercepat langkahnya meraih ridha-Nya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, ”Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya,” (QS Al Mu`minun [23]: 101). Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebutkan bahwa yang akan menghukumi umat manusia di hari Kiamat adalah Al Mizan yang tidak akan menzhalimi seorang pun. Manusia lah yang memilih para pemimpin dalam bingkai musyawarah. Manusia berbaiat kepada para pemimpin dengan syarat jangan melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hak-hak manusia.

Hanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saja satu-satunya orang yang dipilih oleh wahyu, ”Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya,” (QS Al An’am [06]: 124). Selain beliau, hanya manusia biasa dan tidak dipilih oleh wahyu.

Kemudian kenyataan sejarah menunjukkan bahwa orang-orang yang mengaku berhak menduduki sebuah jabatan pemerintahan atas dasar nash (Al Qur`an/As Sunnah), ternyata mereka itu tidak menduduki jabatan apa-apa. Justru mereka hidup seperti manusia pada umumnya (rakyat biasa), mendapatkan persamaan di dalam hukum. Kecuali Ali bin Abi Thalib yang dibaiat oleh kaum muslimin menjadi khalifah. Karena jika dilihat dari sisi keilmuan, beberapa imam ‘maksum’ keturunan Ali tidak dikenal sebagai orang yang unggul kecerdasannya dan layak menjadi imam. Namun ada sebagian dari keturunan Ali termasuk ke dalam tokoh besar di bidang fiqih, seperti Muhammad Al Baqir dan Ja’far Ash-Shadiqseperti imam-imam fiqih lainnya.

7.  Penyebaran Bid’ah di Kalangan Syi’ah


Di antara yang harus diperhatikan dari Syi’ah yaitu terjadinya penyebaran bid’ah yang mengandung kemusyrikan di kalangan para pengikut Syi’ah. Mereka menyembah kuburan dan situs-situs para imam dan syaikh mereka. Mereka berani bersujud ke kuburan, meminta pertolongan kepada ahli kubur dan berdoa meminta kebaikan untuk para peziarahnya dan supaya terbebas dari segala macam marabahaya. Menurut mereka bahwa para ahli kubur tersebut bisa mendatangkan manfaat dan bahaya, bisa membuat miskin dan kaya seseorang dan bisa membuat seseorang senang maupun sengsara.

Saya (Syaikh Yusuf Al Qardhawi) pernah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana para peziarah kuburan Imam Ridha bersujud sambil merangkak ke arah kuburan beliau dari jarak sepuluh meteran. Tentu hal ini bisa terjadi dikarenakan kerelaan dan anjuran dari para ulama Syi’ah.

Hal ini berbeda dengan perilaku orang-orang awam Ahlu Sunnah pada saat mereka melakukan ziarah ke kuburan para wali dan Ahlul Bait yang kedapatan berperilaku menyimpang dan bid’ah. Akan tetapi, perilaku ini ditolak keras oleh para ulama Ahlu Sunnah. Inilah perbedaan yang mendasar antara kami (para ulama Ahlu Sunnah) dengan mereka (para ulama Syi’ah). Yaitu para ulama Ahlu Sunnah mengecam perilaku munkar yang dilakukan oleh orang-orang awam. Bahkan ada sebagian para ulama Ahlu Sunnah yang mengafirkan perilaku orang-orang awam ini. Akan tetapi perilaku munkar dan syirik yang dilakukan oleh orang-orang awam Syi’ah adalah diridhai dan mendapat dukungan dari para ulama mereka.

8. Syi’ah Melakukan Distorsi Sejarah    

Sesungguhnya Syi’ah telah menjelek-jelekkan para sahabat, tabiin, dan para pengikut mereka. Juga mereka berani merubah alur sejarah umat Islam sejak zaman yang paling baik (zaman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dan generasi setelah ini). Yaitu zaman terjadinyafutuh (pembebasan negeri dengan cara damai) dan kemenangan gilang gemilang serta berbondong-bondongnya umat manusia masuk Islam. Juga terbangunnya kebudayaan yang mengacu kepada ilmu pengetahuan, iman dan akhlaq juga umat Islam ini mempunyai sejarah yang sangat gemilang. Sekarang umat Islam mencoba untuk bangkit kembali dengan cara berkaca kepada sejarahnya, menyambungkan masa sekarang dengan zaman dahulu. Menjadikan kemuliaan para pendahulu umat Islam sebagai figur  untuk mendorong generasi muda kini untuk maju dan jaya.

Sedangkan sejarah orang-orang Syi’ah dipenuhi dengan kegelapan. Inilah yang mendorong saya untuk menulis sebuah buku berjudul, “Tarikhuna Al Muftara ‘Alayhi” -Sejarah Kita yang Diselewengkan-. Buku ini mengupas sejarah yang benar dan membantah seluruh tuduhan busuk orang-orang Syi’ah. Buku saya ini membuat orang-orang Syi’ah gerah. Kemudian salah seorang Syi’ah menulis sebuah buku membantah buku saya ini. Dia berkata, ”Yusuf Al Qardhawi ini Wakil Allah Subhanahu Wa Ta’ala atau Wakil Bani Umayyah?”[2]

9. Ajaran Taqiyyah

Di antara ajaran Syi’ah yang menyangkut akhlaq adalah menjadikan Taqiyyah sebagai dasar dan pokok ajaran di dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka selalu melakukan Taqiyyah, yaitu menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang ada di dalam hati. Mereka itu mempunyai dua wajah. Wajah yang pertama dihadapkan ke sekelompok orang dan wajah yang lainnya dihadapkan ke kelompok yang satunya lagi. Mereka juga mempunyai dua lidah.

Mereka berdalih dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ”Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apa pun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka,” (QS Ali Imran [03]: 28). Akan tetapi, dengan sangat jelas ayat menerangkan bahwa dibolehkannya Taqiyyah adalah pada saat darurat yang memaksa seorang muslim harus melakukan hal ini (Taqiyyah) karena takut dibunuh atau ada bahaya besar yang mengancamnya. Keadaan seperti ini masuk ke dalam pengecualian, seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, ”Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman,” (QS An Nahl [16]: 106).

Pengecualian ini tidak bisa dijadikan sebagai acuan di dalam bermuamalah. Hal ini (Taqiyyah) boleh dilakukan pada saat darurat, yang mana keadaan darurat bisa menghalalkan sesuatu yang terlarang. Akan tetapi tetap harus dihitung secara cermat. Untuk orang lain yang tidak terpaksa, tidak boleh melakukan hal ini. Karena sesuatu yang terjadi atas dasar pengecualian tidak bisa dikiaskan.

Akan tetapi Syi’ah Imamiyah menjadikan Taqiyyah ini sebagai dasar di dalam muamalah mereka karena para imam mereka membolehkan hal tersebut. Dari Ja’far Ash Shadiq bahwasanya dia telah berkata ”Taqiyyah adalah agamaku dan agama leluhurku.” Ibnu Taimiyyah berkata mengomentari ucapan ini, ”Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menyucikan Ahlul Bait dari hal ini dan mereka tidak memerlukan Taqiyyah. Karena mereka adalah orang-orang yang paling jujur dan paling beriman. Oleh karena itu, agama mereka adalah Taqwa dan bukan Taqiyyah.”[3]

__________________________________

[1] Padahal semua ini adalah hadits-hadits palsu yang dibuat oleh mereka sendiri.

[2] Buku ini ditulis oleh seorang Syi’ah asal Mesir yang bernama Dr. Ahmad Rasim An Nafis.

[3] Lihat kitab Al Muntaqa min Minhajil I’tidal, karya Imam Adz Dzahabi hal. 68.
 
 Sumber:  Fatawa Mu'ashirah
 http://www.fimadani.com

Jumat, 11 Oktober 2013

Hukum Melaksanakan Qurban



Bismilllahirrahmanirrahim
Beberapa hari lagi insyaAllah kita akan dijumpakan kembali oleh Allah dengan salah satu hari yang mulia, I'ed Al-Adha Mubarok, salah satu hari kemenangan bagi kaum muslimin di seluruh jagat raya. Jutaan kaum muslimin melaksanakan I'badah haji di Mekkah dan lebih dari satu milyar kaum muslimin yang lain akan melaksanakan ibadah sunnah shalat I'ed Al-adha. Selain melaksanakan ibadah haji yang mana merupakan sebuah kewajiban bagi setiap kaum muslimin yang sanggup, bulan dzulhijjah juga merupakan waktu dimana disyari'atkan padanya untuk melaksanakan Ibadah Qurban.

Hukum Melaksanakan Qurban
Para Ulama kita berbeda pendapat tentang hukum berkurban, sebagian dari mereka ada yang mengatakan bahwa berkurban adalah sebuah kewajiban, dan sebagian yang lain berpendapat bahwa hukum berqurban adalah Sunnah Muakkadah (Sunnah yang sangat dianjurkan). Namun, meskipun para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban, akan tetapi mereka sepakat bahwa berkurban adalah suatu amalan yang disyari'atkan. Sehingga tak sepantasnya bagi seorang muslim yang mampu untuk meninggalkannya, karena amalan ini banyak mengandung unsur penghambaan diri kepada Allah, taqarrub, syiar kemuliaan Islam dan manfaat besar lainnya.

Pendapat yang paling Rajih tentang hukum berkurban adalah Sunnah Muakkadah, bukan Wajib. hal itu didasarkan kepada dalil-dalil berikut ini:

Allah SWT. di dalam Al-qur'an memerintahkan kita untuk melaksanakan Qurban:
Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (Al-Kautsar;2)

Perintah Shalat dalam ayat di atas bersifat umum, mencakup Shalat wajib dan Shalat Sunnah sehingga tercakup pula Shalat 'Idul Fitri dan 'Idul Adha. Perintah berkurban juga bersifat umum yang mencakup kurban wajib, seperti Al-Hadyu karena Haji Tamattu' mapupun kurban Sunnah seperti Udhiyah yang dilakukan kaum Muslimin di luar tanah suci (Makkah). Karena itu, ayat ini menjadi dalil perintah berkurban, yang menunjukkan adanya dorongan dari pembuat Syariat sehingga digolongkan dalam amal yang bernilai Ma'ruf.

Rasululloh SAW. juga melaksanakan Ibadah Qurban, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori RA. :

Dari Anas dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih dominan di banding warna hitamnya, dan bertanduk, beliau menyembelih domba tersebut dengan tangan beliau sendiri sambil menyebut nama Allah dan bertakbir dan meletakkan kaki beliau di atas sisi leher domba tersebut." (H.R. Bukhari)

Perbuatan Rasulullah sebagai mana ucapan beliau dan sikap diam beliau adalah dalil Syara'. Ketika Rasulullah melakukan aktivitas berkurban, dan mencontohkan pada umatnya, maka hal ini menguatkan dalil pertama bahwa berkurban adalah amal yang didorong oleh Syariat dan digolongkan sebagai perbuatan yang Ma'ruf.

Di Hadits lain, Rasululloh SAW. pernah memerintahkan seorang sahabat untuk melaksanakan Qurban, berikut haditsnya:

Dari 'Uqbah bin 'Amir Al Juhani dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah membagi-bagikan binatang kurban kepada para sahabatnya, sementara 'Uqbah sendiri hanya mendapatkan Jadza'ah (kambing yang berusia enam bulan, atau berumur empat tahun ke atas, atau sapi berumur tiga tahun ke atas), maka kataku selanjutnya; "Wahai Rasulullah, aku hanya mendapatkan Jadza'ah?" beliau bersabda: "Berkurbanlah dengannya." (H.R.Bukhari)

Dan di hadits yang lain, Rasululloh SAW. juga bersabda:

Dari Al Bara', bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menyembelih (hewan kurban) setelah Shalat (Ied) maka ibadah kurbannya telah sempurna dan dia telah melaksanakan sunnah kaum Muslimin dengan tepat." (H.R. Bukhari)
Dari Nash-nash diatas kita telah dapat mengetahui bahwa ibadah berqurban adalah di syari'atkan dan dianjurkan, akan tetapi dari nash-nash ini kita belum bisa memastikan hukum Qoth'i  terhadap perintah berqurban, apakah ia wajib atau hanya sekedar Sunnah Muakkadah.

Namun di hadits yang lain Rasululloh SAW. mengaitkan perintah melaksanakan qurban dengan Kehendak/Keinginan, sebagaimana hadits berikut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
 
Dari Ummu Salamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika telah tiba sepuluh (dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun." (H.R. Muslim)
Nah, dari hadits ini kita dapat fahami bahwa perintah melaksanakan qurban bukanlah wajib, karena di hadits ini Rasululloh mengaitkannya dengan kata Kehendak/ingin. Artinya, siapa-siapa  yang berkehendak atau berkeinginan saja untuk melaksanakannya. Karena jika berkurban hukumnya wajib, niscaya Nabi tidak akan mengaitkannya dengan kehendak atau keinginan, kerana  sesuatu yang wajib harus dilaksanakan tanpa pilihan.

Selanjutnya, di hadits yang lain pula kita dapat melihat bahwa Rasululloh SAW tidak mengkritik Ummatnya yang tidak melaksanakan Qurban juga tidak mencelanya, sebagaimana di hadits berikut:

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; saya menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam Shalat Idul Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyembelihnya, dan mengucapkan: "BISMILLAAHI WALLAAHU AKBAR, HAADZA 'ANNII WA 'AN MAN LAM YUDHAHHI MIN UMMATI" (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berkurban dari umatku). (H.R. Abu Dawud)

di hadits ini ada penyebutan Lafadz:
"dan orang-orang yang belum berkurban dari ummatku"  Lafadz ini menunjukkan diantara umatnya ada yang belum berkurban. Penyebutan ini tidak disertai kritikan, celaan, apalagi ancaman terhadap mereka. Karena itu, Hadis ini semakin menguatkan bahwa berkurban hukumnya Sunnah, bukan wajib.

Itulah beberapa hadits yang menjelaskan disyari'atkannya berkurban dan sekaligus menjelaskan bahwa hukum berqurban adalah Sunnah Muakkadah saja, dan bukan merupakan hal yang wajib.
Untuk menguatkan pendapat ini, berikut Atsar-atsar yang diriwayatkan dari para sahabat:

Diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro, bahwa sahabat Abu Bakar dan Umar tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib.
Sahabat yang lain yang meninggalkan berkurban karena kahwatir dianggap wajib adalah Abu Mas'ud Al-Anshory. Baihaqy meriwayatkan;

"Dari Abu Mas'ud Al-Anshory beliau berkata: sesungguhnya aku meninggalkan berkurban padahal aku kaya, hanya karena khawatir tetanggaku melihat bahwa hal tersebut adalah keharusan bagiku" (H.R. Baihaqy)
 

Menurut Imam Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla, tidak ada satupun riwayat Shahih yang menunjukkan bahwa ada Shahabat yang mewajibkan berkurban. Beliau berkata;

Tidak ada riwayat shahih dari seorang Shahabatpun bahwa berkurban hukumnya wajib (Al-Muhalla, vol 7 hlm 358)
 

Demikianlah sedikit penjelasan tentang Hukum berqurban, bahwa berqurban bukanlah wajib menurut Jumhur (kebanyakan) Ulama, akan tetapi Sunnah Muakkadah. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kelapangan dan kemudahan rezeki bagi kita semua untuk bisa melaksanakan ibadah qurban, sekaligus meneladani sikap dan amal perbuatan Rasululloh SAW. sebagai bentuk kecintaan kita terhadap beliau Rasululloh SAW.
Wallahu A'lam

Selasa, 08 Oktober 2013

Ternyata Amerika Memiliki Hutang 57ribu Ton Emas Kepada Indonesia




"The Green Hilton Memorial Agreement" di Geneva pada 14 November 1963


Inilah perjanjian yang paling menggemparkan dunia. Inilah perjanjian yang menyebabkan terbunuhnya Presiden Amerika Serikat John Fitzgerald Kennedy (JFK) 22 November 1963. Inilah perjanjian yang kemudian menjadi pemicu dijatuhkannya Bung Karno dari kursi kepresidenan oleh jaringan CIA yang menggunakan ambisi Soeharto. Dan inilah perjanjian yang hingga kini tetap menjadi misteri terbesar dalam sejarah ummat manusia.


Perjanjian "The Green Hilton Memorial Agreement" di Geneva (Swiss) pada 14 November 1963


Dan, inilah perjanjian yang sering membuat sibuk setiap siapapun yang menjadi Presiden RI. Dan, inilah perjanjian yang membuat sebagian orang tergila-gila menebar uang untuk mendapatkan secuil dari harta ini yang kemudian dikenal sebagai "salah satu" harta Amanah Rakyat dan Bangsa Indonesia. Inilah perjanjian yang oleh masyarakat dunia sebagai Harta Abadi Ummat Manusia. Inilah kemudian yang menjadi sasaran kerja tim rahasia Soeharto menyiksa Soebandrio dkk agar buka mulut. Inilah perjanjian yang membuat Megawati ketika menjadi Presiden RI menagih janji ke Swiss tetapi tidak bisa juga. Padahal Megawati sudah menyampaikan bahwa ia adalah Presiden RI dan ia adalah Putri Bung Karno. Tetapi tetap tidak bisa. Inilah kemudian membuat SBY kemudian membentuk tim rahasia untuk melacak harta ini yang kemudian juga tetap mandul. Semua pihak repot dibuat oleh perjnajian ini.


Perjanjian itu bernama "Green Hilton Memorial Agreement Geneva". Akta termahal di dunia ini diteken oleh John F Kennedy selaku Presiden AS, Ir Soekarno selaku Presiden RI dan William Vouker yang mewakili Swiss. Perjanjian segitiga ini dilakukan di Hotel Hilton Geneva pada 14 November 1963 sebagai kelanjutan dari MOU yang dilakukan tahun 1961. Intinya adalah, Pemerintahan AS mengakui keberadaan emas batangan senilai lebih dari 57 ribu ton emas murni yang terdiri dari 17 paket emas dan pihak Indonesia menerima batangan emas itu menjadi kolateral bagi dunia keuangan AS yang operasionalisasinya dilakukan oleh Pemerintahan Swiss melalui United Bank of Switzerland (UBS).


Pada dokumen lain yang tidak dipublikasi disebutkan, atas penggunaan kolateral tersebut AS harus membayar fee sebesar 2,5% setahun kepada Indonesia. Hanya saja, ketakutan akan muncul pemimpinan yang korup di Indonesia, maka pembayaran fee tersebut tidak bersifat terbuka. Artinya hak kewenangan pencairan fee tersebut tidak berada pada Presiden RI siapa pun, tetapi ada pada sistem perbankkan yang sudah dibuat sedemikian rupa, sehingga pencairannya bukan hal mudah, termasuk bagi Presiden AS sendiri.


Account khusus ini dibuat untuk menampung aset tersebut yang hingga kini tidak ada yang tahu keberadaannya kecuali John F Kennedy dan Soekarno sendiri. Sayangnya sebelum Soekarno mangkat, ia belum sempat memberikan mandat pencairannya kepada siapa pun di tanah air. Malah jika ada yang mengaku bahwa dialah yang dipercaya Bung Karno untuk mencairkan harta, maka dijamin orang tersebut bohong, kecuali ada tanda-tanda khusus berupa dokumen penting yang tidak tahu siapa yang menyimpan hingga kini.


Menurut sebuah sumber di Vatikan, ketika Presiden AS menyampaikan niat tersebut kepada Vatikan, Paus sempat bertanya apakah Indonesia telah menyetujuinya.


Kabarnya, AS hanya memanfaatkan fakta MOU antara negara G-20 di Inggris dimana Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut menanda tangani suatu kesepakatan untuk memberikan otoritas kepada keuangan dunia IMF dan World Bank untuk mencari sumber pendanaan alternatif. Konon kabarnya, Vatikan berpesan agar Indonesia diberi bantuan. Mungkin bantuan IMF sebesar USD 2,7 milyar dalam fasilitas SDR (Special Drawing Rights) kepada Indonesia pertengahan tahun lalu merupakan realisasi dari kesepakatan ini, sehingga ada isyu yang berkembang bahwa bantuan tersebut tidak perlu dikembalikan.


Oleh Bank Indonesia memang bantuan IMF sebesar itu dipergunakan untuk memperkuat cadangan devisa negara. Kalau benar itu, maka betapa nistanya rakyat Indonesia. Kalau benar itu terjadi betapa bodohnya Pemerintahan kita dalam masalah ini. Kalau ini benar terjadi betapa tak berdayanya bangsa ini, hanya kebagian USD 2,7 milyar. Padahal harta tersebut berharga ribuan trilyun dollar Amerika.


Aset itu bukan aset gratis peninggalan sejarah, aset tersebut merupakan hasil kerja keras nenek moyang kita di era masa keemasan kerajaan di Indonesia.


Asal Mula Perjanjian "Green Hilton Memorial Agreement"

Setelah masa perang dunia berakhir, negara-negara timur dan barat yang terlibat perang mulai membangun kembali infrastrukturnya. Akan tetapi, dampak yang telah diberikan oleh perang tersebut bukan secara materi saja tetapi juga secara psikologis luar biasa besarnya. Pergolakan sosial dan keagamaan terjadi dimana-mana. Orang-orang ketakutan perang ini akan terjadi lagi. Pemerintah negara-negara barat yang banyak terlibat pada perang dunia berusaha menenangkan rakyatnya, dengan mengatakan bahwa rakyat akan segera memasuki era industri dan teknologi yang lebih baik. Para bankir Yahudi mengetahui bahwa negara-negara timur di Asia masih banyak menyimpan cadangan emas. Emas tersebut akan di jadikan sebagai kolateral untuk mencetak uang yang lebih banyak yang akan digunakan untuk mengembangkan industri serta menguasai teknologi. Karena teknologi Informasi sedang menanti di zaman akan datang.


Sesepuh Mason yang bekerja di Federal Reserve (Bank Sentral di Amerika) bersama bankir-bankir dari Bank of International Settlements / BIS (Pusat Bank Sentral dari seluruh Bank Sentral di Dunia) mengunjungi Indonesia. Melalui pertemuan dengan Presiden Soekarno, mereka mengatakan bahwa atas nama kemanusiaan dan pencegahan terjadinya kembali perang dunia yang baru saja terjadi dan menghancurkan semua negara yang terlibat, setiap negara harus mencapai kesepakatan untuk mendayagunakan kolateral Emas yang dimiliki oleh setiap negara untuk program-program kemanusiaan. Dan semua negara menyetujui hal tersebut, termasuk Indonesia. Akhirnya terjadilah kesepakatan bahwa emas-emas milik negara-negara timur (Asia) akan diserahkan kepada Federal Reserve untuk dikelola dalam program-program kemanusiaan. Sebagai pertukarannya, negara-negara Asia tersebut menerima Obligasi dan Sertifikat Emas sebagai tanda kepemilikan. Beberapa negara yang terlibat diantaranya Indonesia, Cina dan Philippina. Pada masa itu, pengaruh Soekarno sebagai pemimpin dunia timur sangat besar, hingga Amerika merasa khawatir ketika Soekarno begitu dekat dengan Moskow dan Beijing yang notabene adalah musuh Amerika.


Namun beberapa tahun kemudian, Soekarno mulai menyadari bahwa kesepakatan antara negara-negara timur dengan barat (Bankir-Bankir Yahudi dan lembaga keuangan dunia) tidak di jalankan sebagaimana mestinya. Soekarno mencium persekongkolan busuk yang dilakukan para Bankir Yahudi tersebut yang merupakan bagian dari Freemasonry.


Tidak ada program-program kemanusiaan yang dijalankan mengunakan kolateral tersebut. Soekarno protes keras dan segera menyadari negara-negara timur telah di tipu oleh Bankir International.


Akhirnya Pada tahun 1963, Soekarno membatalkan perjanjian dengan para Bankir Yahudi tersebut dan mengalihkan hak kelola emas-emas tersebut kepada Presiden Amerika Serikat John F.Kennedy (JFK). Ketika itu Amerika sedang terjerat utang besar-besaran setelah terlibat dalam perang dunia. Presiden JFK menginginkan negara mencetak uang tanpa utang.


Karena kekuasaan dan tanggung jawab Federal Reserve bukan pada pemerintah Amerika melainkan di kuasai oleh swasta yang notabene nya bankir Yahudi. Jadi apabila pemerintah Amerika ingin mencetak uang, maka pemerintah harus meminjam kepada para bankir yahudi tersebut dengan bunga yang tinggi sebagai kolateral. Pemerintah Amerika kemudian melobi Presiden Soekarno agar emas-emas yang tadinya dijadikan kolateral oleh bankir Yahudi di alihkan ke Amerika. Presiden Kennedy bersedia meyakinkan Soekarno untuk membayar bunga 2,5% per tahun dari nilai emas yang digunakan dan mulai berlaku 2 tahun setelah perjanjian ditandatangani. Setelah dilakukan MOU sebagai tanda persetujuan, maka dibentuklah Green Hilton Memorial Agreement di Jenewa (Swiss) yang ditandatangani Soekarno dan John F.Kennedy. Melalui perjanjian itu pemerintah Amerika mengakui Emas batangan milik bangsa Indonesia sebesar lebih dari 57.000 ton dalam kemasan 17 Paket emas.


Melalui perjanjian ini Soekarno sebagai pemegang mandat terpercaya akan melakukan reposisi terhadap kolateral emas tersebut, kemudian digunakan ke dalam sistem perbankan untuk menciptakan Fractional Reserve Banking terhadap dolar Amerika. Perjanjian ini difasilitasi oleh Threepartheid Gold Commision dan melalui perjanjian ini pula kekuasaan terhadap emas tersebut berpindah tangan ke pemerintah Amerika. Dari kesepakatan tersebut, dikeluarkanlah Executive Order bernomor 11110, di tandatangani oleh Presiden JFK yang memberi kuasa penuh kepada Departemen Keuangan untuk mengambil alih hak menerbitkan mata uang dari Federal Reserve. Apa yang pernah di lakukan oleh Franklin, Lincoln, dan beberapa presiden lainnya, agar Amerika terlepas dari belenggu sistem kredit bankir Yahudi juga diterapkan oleh presiden JFK. salah satu kuasa yang diberikan kepada Departemen keuangan adalah menerbitkan sertifikat uang perak atas koin perak sehingga pemerintah bisa menerbitkan dolar tanpa utang lagi kepada Bank Sentral (Federal Reserve)


Tidak lama berselang setelah penandatanganan Green Hilton Memorial Agreement tersebut, presiden Kennedy di tembak mati oleh Lee Harvey Oswald. Setelah kematian Kennedy, tangan-tangan gelap bankir Yahudi memindahkan kolateral emas tersebut ke International Collateral Combined Accounts for Global Debt Facility di bawah pengawasan OITC (The Office of International Treasury Control) yang semuanya dikuasai oleh bankir Yahudi. Perjanjian itu juga tidak pernah efektif, hingga saat Soekarno ditumbangkan oleh gerakan Orde baru yang didalangi oleh CIA yang kemudian mengangkat Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Sampai pada saat Soekarno jatuh sakit dan tidak lagi mengurus aset-aset tersebut hingga meninggal dunia. Satu-satunya warisan yang ditinggalkan, yang berkaitan dengan Green Hilton Memorial Agreement tersebut adalah sebuah buku bersandi yang menyembunyikan ratusan akun dan sub-akun yang digunakan untuk menyimpan emas, yang terproteksi oleh sistem rahasia di Federal Reserve bernama The Black screen. Buku itu disebut Buku Maklumat atau The Book of codes. Buku tersebut banyak di buru oleh kalangan Lembaga Keuangan Dunia, Para sesepuh Mason, para petinggi politik Amerika dan Inteligen serta yang lainnya. Keberadaan buku tersebut mengancam eksistensi Lembaga keuangan barat yang berjaya selama ini.


Sampai hari ini, tidak satu rupiah pun dari bunga dan nilai pokok aset tersebut dibayarkan pada rakyat Indonesia melalui pemerintah, sesuai perjanjian yang disepakati antara JFK dan Presiden Soekarno melalui Green Hilton Agreement.


Padahal mereka telah menggunakan emas milik Indonesia sebagai kolateral dalam mencetak setiap dollar.

Hal yang sama terjadi pada bangsa China dan Philipina. Karena itulah pada awal tahun 2000-an China mulai menggugat di pengadilan Distrik New York. Gugatan yang bernilai triliunan dollar Amerika Serikat ini telah mengguncang lembaga-lembaga keuangan di Amerika dan Eropa. Namun gugatan tersebut sudah lebih dari satu dasawarsa dan belum menunjukkan hasilnya. Memang gugatan tersebut tidaklah mudah, dibutuhkan kesabaran yang tinggi, karena bukan saja berhadapan dengan negara besar seperti Amerika, tetapi juga berhadapan dengan kepentingan Yahudi bahkan kabarnya ada kepentingan dengan Vatikan. Akankah Pemerintah Indonesia mengikuti langkah pemerintah Cina yang menggugat atas hak-hak emas rakyat Indonesia yang bernilai Ribuan Trilyun Dollar… (bisa untuk membayar utang Indonesia dan membuat negri ini makmur dan sejahtera)?

Ya, semoga saja semua milik indonesia itu kembali walau entah kapan waktunya. 
Sumber:  http://lintasgaul.blogspot.com/2013/08/ternyata-amerika-memiliki-hutang-57ribu.html

Biografi Imam Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah


Siapa yang tidak mengenal ulama yang dilahirkan pada tahun 691 Hijriyah ini, dengan karangan buku yang begitu popular dan  menakjubkan para pembacanya, sebut saja kitab “Ruh” salah satu karangannya yang sangat banyak dibeli dan dibaca para penuntut ilmu. Dan masih banyak lagi karangan-karangannya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Dia adalah imam Hafidz Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah. Disini penulis akan menjelaskan secara ringkas kehidupan sang imam, mulai dari lahirnya kedunia, hingga wafatnya.

A.    Nama, Kelahiran dan Pendidikannya
Beliau adalah imam Hafidz Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’du bin Haris Az-Zur’i. Kuniyahnya adalah Abu Abdullah sedangkan Laqobnya adalah Syamsuddin. Beliau lebih dikenal oleh para ulama dengan panggilan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Beliau dilahirkan dalam sebuah keluarga yang mulia dan berpengetahuan dalam ilmu syar’I pada tanggal 7 Shafar tahun 691 Hijriyah di desa Zar, Damaskus, Suriyah.

Sejak usia 6 tahun beliau sudah memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dari ayahnya. Ayahnya, Syekh Syarifuddin bin Abu Bakar adalah seorang di sekolah Al-Jauziyah, sekolah yang bermazhab Hanbali di Damaskus. Beliau seorang yang faqih, berpengetahuan luas dan zuhud, Ibnu Al-Qayyim mempunyai saudara laki-laki yang bernama Zainuddin Abu Al-Farj Abdurrahman bin Abi Bakar, Syaikh Ibnu Rajab Hanbali, beliau wafat tahun 796 Hijriyah.

Muridnya, Ibnu Rajab Hanbali dalam bukunya Dzail A’la Tahabaqat hanabilah (4/448) berkata: “Dia memiliki cinta yang kuat terhadap ilmu pengetahuan, buku-buku, ahli tafsir, ushuluddin, dan ahli hadits beserta maknanya dan juga ahli fiqih dan ushul fiqih.” Ibnu Katsir dalam bukunya  Bidayah wa an-nihayah (14/235) juga berkata: “Dia memperoleh berbagai disiplin ilmu yang tidak didapatkan oleh orang lain, dan dia mengembangkan pemahaman yang mendalam terhadap buku-buku salaf dan khalaf.”

B.    Guru dan Murid-muridnya
Dia antara guru-guru Ibnu Al-Qayyim adalah Abu Bakar bin Abdu Ad-Da’im, Ibnu Siraj, Fatimah binti Jauhar dan Qadhi Taqiuddin Sulaiman. Dan yang palin lama beliau menuntut ilmu adalah kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu selama enam belas tahun. Ibnu Katsir berkata dalam bukunya Al-Bidayah Wa An-Nihayah : “Ia mencapai kemahiran dalam berbagai ilmu pengetahuan, Khususnya pengetahuan tentang tafsir, hadits dan ushul fiqih,”

Ketika Ibnu Taymiyah kembali dari Mesir ke Damaskus pada tahun 729 Hijriyah beliau tinggal bersama Ibnu Taimiyah sampai beliau wafat, sehingga beliau menjadi salah satu cendikiawan yang sangat disegani pada masanya. Di antara murid-muridnya adalah Ibnu Rajab Hambali (Penulis Thabaqat Hanbali), Ibnu Abdul Qadir Anna Balsi, Ibnu Katsir dan Ibnu Abdul Hadi Hanbali. Masih banyak lagi murid-murid beliau yang tidak bisa diesbutkan satu-persatu disini.

C.    Buku Karangannya
Sudah tak terhitung lagi, begitu banyaknya karangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Kita sebagai penuntut ilmu sudah barang tentu harus mengetahui sebahagian karangan beliau yang paling terkenal, salah satunya adalah kitab “Ruh” yang membicarakan tentang keadaan ruh manusia yang sudah mati. Apakah ruh manusia itu mati atau hanya meninggalkan badan jasa? Tentu saja persoalan-persoalan tentang ruh manusia yang sudah mati sangat banyak, dan itu semuanya dijawab di dalam kitab  Ruh  tersebut. Karangan-karangan beliau lainnya yang cukup masyhur adalah: Hadi arwah ila al-badan al-afrah, Ad-da’ wa ad-dawa’, Hukmu Tariki As-shalah, Al-kalam At-thayyibwa al-amal as-shalih,  dan masih banyak lagi karangan beliau yang lain.

D.    Ketaatan dan Ibadahnya
Banyak dari murid-murid beliau yang semasa dengannya mengatakan bahwa beliau adalah orang yang sangat baik dan orang yang ber Akhlaq al-karimah. Ibnu Rajab berkata: “ Beliau selalu konsisten dalam beribadah dan melaksanakan shalat Tahajjud  di sepertiga malam dan memperpanjang shalatnya hingga waktu subuh hamper tiba. Beliau selalu dalam keadaan berdzikir kepada Allah dan memiliki cinta yang sangat kuat untuk selalu bertaubat dan merendahkan diri kepada Allah SWT. Sesungguhnya aku belum pernah melihat orang-orang seperti beliau”.

Ibnu Katsir juga berkata: “Beliau adalah orang yang rendah hati dan selalu berseru memohon ampun kepada tuhannya, sopan dan santun kepada sesama, berbudi luhur dan menyayangi sesama muslim sehingga tidak terbersit sedikitpun di dalam hatinya untuk mencari-cari kesalahan mereka. Aku adalah salah seorang yang paling sering bersama-sama dengan beliau dan merupakan salah-satu orang yang paling dicintainya. Shalatnya sangat panjang dalam ruku’ dan sujudnya, sehingga para sahabatnya banyak mengkritiknya, tapi beliau tidak pernah untuk membalasnya kembali”
E.    Komentar Para Ulama Tentag Beliau
Ibnu Hajar berkata dalam bukunya: “ Beliau mempunyai semangat yang sangat berani serta pengetahuan yang luas dan komprehensif. Beliau mempunyai pengetahuan yang dalam tentang perbedaan pendapat ulama salap.”
Ibnu Nashiruddin Ad-Damsiqi berkata tentang beliau: “ Beliau mempunyai pengetahuan islam yang sangat banyak, khususnya tentang tafsir dan ushuluddin”. Imam Suyuti berkata: “Buku-bukunya tidak sama seperti yang lain, dan beliau berusaha menuntut ilmu pada imam-imam besar dalam bidang tafsir, hadits, usul furu’ dan bahasa arab”.

F.    Wafatnya
Imam Ibnu Al-Qayyim meninggal pada hari kamis tanggal 13 rajab tahun 751 hijriyah dalam usia 60 tahun. Beliau dimakamkan di Damaskus.
Itulah sedikit profil tentang Imam Ibnu Al-qayyim Al-Jauziyah semoga bermanfaat, dan bisa kita jadikan tauladan tentang pentingnya menjadi orang berilmu, dan betapa pentingnya mencari dan menuntut ilmu. Wallahu A’lam.

Minggu, 06 Oktober 2013

Amalan-amalan yang Dianjurkan di 10-hari Pertama Bulan Dzulhijjah


Bulan dzulhijjah adalah salah satu bulan yang mulia diantara bulan-bulan yang lain, yang mana di bulan ini Allaw SWT. mewajibkan orang-orang yang berkesanggupan untuk melaksanakan ibadah haji. bulan dzulhijjah juga termasuk salah satu dari waktu-waktu yang dianjurkan untuk banyak melaksanakan ibadah dan amalan-amalan sunnah. Rasululloh SAW. pernah bersabda bahwa Sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah adalah termasuk daripada waktu-waktu yang diutamakan, sebagaimana sebuah hadits yang terdapat di Kitab Shahih Al-Jami' As-shagir No.1133:
"Hari-hari yang paling utama di dunia adalah sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)"

Demikianlah Nabi kita Muhammad SAW. menerangkan kedudukan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan kini hari-hari itu telah di depan mata, lantas apa yang akan kita lakukan? Akankah kita membiarkannya berlalu begitu saja? Atau kita mengisi waktu-waktu itu dengan perkara yang bermanfaat untuk kita sesuai yang dihimbau dan dianjurkan oleh Allah SWT. dan Rasul-Nya?

Keutamaan sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah
Keterangan mengenai keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah bisa kita dapati di dalam ayat Al Qur’an maupun di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman dalam surat Al Fajr ayat 2 "وَلَيَالٍ عَشْرٍ" (yang artinya),
Dan demi malam yang sepuluh.
Para ahli tafsir menjelasakan bahwa diantara makna ‘malam yang sepuluh’ pada ayat tersebut adalah sepuluh hari pertama bulandzulhijjah. Dalam Tafsir Juz ‘Amma dikatakan makna sepuluh malam terakhir tersebut adalah sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah. Memaknai kata ‘malam’ dengan makna ‘hari’ bukanlah penafsiran yang aneh karena dalam bahasa arab terkadang kata ‘malam’ memang bisa dimaknai dengan ‘hari’, dan kata ‘hari’ terkadang bisa dimaknai dengan ‘malam’. Perlu diketahui, Allah tidaklah memilih sesuatu yang digunakan untuk bersumpah kecuali sesuatu yang memiliki keutamaan atau keagungan. Dan di dalam ayat tersebut, Allah menggunakan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah untuk bersumpah. Maka ini menunjukkan keutamaan dan keagungan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah.

Adapun di antara hadits yang menunjukkan tentang keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ . يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ

“Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari yang sepuluh ini (yaitu sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Bukhori)

Di antara penyebab diutamakannya sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah karena di dalamnya terdapat hari Arofah (tepatnya pada 9 Dzulhijah). Hari Arofah adalah hari yang sangat mulia di dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah di hari Arafah (yaitu untuk orang yang berada di Arafah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR Muslim)

Amalan yang dianjurkan di sepuluh hari pertama bulan dzulhijjah
Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.
Diantar a amalan-amalan yang dianjurkan disepuluh awal bulan dzulhijjah adalah sebagai berikut:

Pertama: Memperbanyak Shaum (Puasa).
Menurut penuturan para Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau biasa melakukan puasa pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah, dan ini menjadi kebiasaan rutin beliau. Sebagaimana dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Hunaidah bin Kholid, bahwasanya istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah” (HR. Abu Daud).

Di antara puasa-puasa pada sepuluh hari tersebut ada puasa yang dinamakan dengan puasa Arofah. Puasa Arofah adalah puasa yang dilaksanakan bertepatan dengan waktu wukufnya para jamaah haji di Arofah. Berpuasa pada hari Arofah adalah amalan yang sangat besar keutamaannnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (sepuluh Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)
Dan perlu diingat, anjuran untuk melakukan puasa Arofah hanyalah bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan haji. Adapun bagi yang sedang berhaji maka puasa tersebut tidak dianjurkan.

Kedua:  Memperbanyak berdzikir.
Allah SWT. Berfirman,
 “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan. ” (QS. Al-Hajj: 28 )

Imam Bukhari di dalam Shahihnya menukilkan dari Ibnu Abbas Ra. bahwasanya ia menafsirkan “hari yang telah ditentukan” adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Dan Nabi SAW. juga bersabda untuk menguatkan keutamaan dzikir di waktu-waktu ini: “Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal di dalamnya lebih Dia cintai melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini. Karena itu, perbanyaklah di waktu-waktu ini tahlil, takbir dan tahmid. ”(HR. Ahmad no. 5446)
Juga termasuk kebiasaan salafussalih, tatkala mereka memasuki bulan Dzulhijjah mereka biasa mengumandangkan dzikir di rumah, masjid, pasar dan tempat kerja mereka.
Selain itu, waktu yang lebih dianjurkan lagi untuk memperbanyak dzikir pada sepuluh hari ini yaitu ketika memasuki hari Arafah yakni tanggal 9 Dzulhijjah.
Imam An-nawawi berkata di dalam kitabnya al-Adzkar, Halaman 389:
 “Ketahuilah, bahwasanya disukai untuk memperbanyak dzikir di sepuluh hari ini melebihi dzikir di waktu lainnya. Dan dari sepuluh hari itu disukai untuk memperbanyak dzikir ketika hari Arafah melebihi dzikir di hari-hari lain di sepuluh hari itu. ”
 
Ketiga: Memperbanyak berdo'a
Rasulullah SAW. bersabda: خير الدّعاء دعاء يوم عرفة
 "sebaik-baik do'a adalah do'a di hari a'rafah" (HR. Tirmidzi no. 3585)
Allah Subhana wa Ta'ala. telah menjanjikan di dalam kitab suci al-qur'an bahwa ia akan mengabulkan do'a dari setiap hambaNya yang berdo'a kepadanya, sebagaimana Firmannya di dalam Al-qur'an (Qs. Al-baqoroh 186):
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ”
dan apabila kita memperbanyak berdo'a di hari-hari yang dimuliakan dan diutamakan maka tentu akan lebih baik dan akan semakin dekat untuk diijabah oleh Allah SWT.
 
Keempat: Melaksanakan Shalat Ied.
Shalat i'ed adalah amalan yang begitu agung dan mulia, Rasululloh SAW. sangat menganjurkan ummatnya untuk sama-sama berjam'ah melaksanakan shalat I'ed ini, sampa-sampai wanita yang sedang haid pun di perkenankan untuk menghadiri dan menyaksikannya. karena shalat i'ed merupakan salah satu shalat yang memperlihatkan keagungan dan kebesaran islam dan juga memperlihatkan persatuan Ummat islam.
 Ummu ‘Athiyyah Ra. menjelaskan tentang perintah Rasulullah SAW itu. Ia berkata, “Kami (para wanita) diperintahkan untuk keluar di hari ‘ied. Sampai–sampai kami juga diperintahkan untuk mengeluarkan gadis dari tempat pingitannya dan juga wanita-wanita haid. Mereka ditempatkan di belakang orang-orang yang shalat. Mereka pun bertakbir bersama para jamaah shalat ied dan berdoa pula bersama mereka. Mereka mengharapkan berkah dan kesucian hari itu. ” (HR. Bukhari no. 928)

Kelima: Banyak melaksanakan amalan-amalan shalih
Dianjurkan pula untuk mengamalkan ibadah-ibadah sunnah lainnya seperti : memperbanyak shalat sunnah, bersedekah, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya, sebab amalan-amalan tersebut pada sepuluh hari tersebut akan dilipatgandakan pahalanya. Tentu selama amalan itu ikhlas karena Allah dan dituntunkan oleh Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Keenam: Melaksanakan Ibadah Qurban
Berkurban merupakan sunnah Nabi Ibrahim As. yang telah Allah SWT. syariatkan untuk umat ini. Dan Allah  pun telah menjadikannya termasuk amalan utama yang ada di sepuluh hari penuh berkah ini. Karena itu, berkurban merupakan amalan yang begitu penting di dalam islam. Saking pentingnya, sampai-sampai Nabi kita SAW. bersabda:
من كان له سَعَةٌ ولم يُضَحِّ فلا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Siapa yang memiliki kemampuan lalu tidak berkurban, maka hendaknya ia jangan mendekati mushala kami. ” (HR. Ibnu Majah no. 3123)

Ketujuh: Melaksanakan Ibadah haji dan Umroh
Haji termasuk amalan utama yang dikerjakan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Bahkan, itu merupakan kekhususan yang ada pada 10 hari penuh berkah ini. Nabi SAW. bersabda, “Rangkaikanlah antara haji dan umrah. Karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana api menghilangkan karat di besi, emas dan perak. ”(HR. Tirmidzi no. 810)
Dan Nabi SAW. telah menyebutkan keutamaan haji yang mabrur. Beliau SAW. bersabda:

العمرة إلى العمرة كفّارة لما بينهما والحجّ المبرور ليس له جزاء إلا الجنّة
Umrah ke umrah merupakan penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasan atasnya melainkan surga. ” (HR. Bukhari no. 1683 dan Muslim no. 1349)

 Kedelapan: Melaksanakan Puasa Tarwiyah
 Ada riwayat yang menyebutkan,
صَوْمُ يَوْمَ التَّرْوِيَّةِ كَفَارَةُ سَنَة
“Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa setahun yang lalu.”
Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih.Imam Asy Syaukani mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih dan dalam riwayatnya ada perowi yang pendusta. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if (lemah).
Oleh karena itu, tidak perlu berniat khusus untuk berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah karena hadisnya dha’if (lemah). Namun jika berpuasa karena mengamalkan keumuman hadits shahih yang menjelaskan keutamaan berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, maka itu diperbolehkan. Wallahu a’lam.

Penutup
Demikian beberapa amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan dan diperbanyak di sepuluh hari pertama di bulan dzulhijjah, di Dalam al-qur'an surah Al-fajr ayat kedua Allah SWT. berfirman yang artinya: "dan demi hari-hari yang sepuluh". kita telah ma'lum bahwa Allah SWT. tidak akan bersumpah dengan sesuatu kecuali karena keutamaanya, maka begitu mulia hari-hari ini, dan sangat disayangkan kalau kita tidak memanfa'atkannya dengan sebaik-baiknya. bulan dzulhijjah hanya sekali dalam setahun, belum tentu di tahun-tahun berikut kita masih mendapatinya lagi, maka janganlah kita menyia-nyiakannya.
Wallahu A'lam

Sumber: dikumpulkan dan disarikan dari berbagai sumber

Sejumlah Argumen Dan Pernyataan Syi'ah Yang Dapat Dipatahkan Bagian 2


Syia’ah adalah dinul hawa (agama hawa nafsu), selain mereka memalsukan dan mendustakan hadits-hadits sahih berbohong adalah juga salah satu yang disyari’atkan dan dibolehkan menurut mereka, berbohong dalam hal ini dikenal dengan istilah Taqiyyah. Jadi seorang syi’ah demi menyampaikan da’wahnya dan demi menyembunyikan kebusukannya ia diperbolehkan untuk berbohong.  Na’udzubillah.

Baiklah, kita akan melanjutkan kembali penjelasan tentang Argumen-argumen dan pernyataan-pernyataan syi’ah yang bisa kita patahkan:

Keenam:  Di judz pertama dalam kitab milik Al-kailany (Al-kafy) disebutkan nama-nama perawi yang meriwayatkan hadits untuk kaum syi’ah, mereka meriwayatkan hadits-hadits dari Rasulullah SAW dan juga kalam-kalam ahli bait, Sebagian dari nama-nama perawi tersebut adalah : Mufaddal bin Umar, Ahmad bin Umar Al-halaby, U’mar bin Aban, Umar bin Uzainah, Umar bin Abdul Aziz, Ibrahim bin Umar, Umar bin Handzolah, Musa bin Umar, Abbas bin Umar, dan lain-lain. Sebagian besar diantara nama-nama ini adalah nama umar, sama ada nama perawinya maupun ayah dari perawi tersebut. Yang jadi pertanyaan adalah Mengapa mereka semua diberinama umar , sedangkan nama umar adalah seseorang yang sangat mereka benci dan mereka kafirkan? Jelaslah sudah bahwa syi’ah adalah agama hawa nafsu.

Ketujuh: Kalaulah kaum syi’ah menyangka dan maeyakini bahwa ribuan dari para sahabat hadir di Godir Khom (nama tempat) dan mereka mendengar washiat dari Rasululloh SAW. bahwa khilafah akan diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib lansung setelah Rasululloh SAW. Wafat, maka kenapa tak satupun dari ribuan sahabat ini mendatangi Ali dan memarahinya karena dia tidak meneruskan khilafah dan malah membai’at Abu Bakar? Padahal diantara para sahabat ini (menurut klaim syi’ah) ada A’mmar bin Yasir, Miqdad bin U’mar dan Salman Al-parisi?

Kedelapan: Kalaulah Ali bin Abi Tahalib mengetahui bahwa pengangkatannya sebagai khalifah setelah Rasululloh SAW. Tertulis di dalam Al-qur’an, maka kenapa dia membai’at Abu Bakar dan Umar juga Utsman bi A’ffan sebagai Khalifah? Jika kaum syi’ah menjawab: “ Itu karena Ali bin abi Thalib lemah!” Maka kita katakan : “ jika kalian mengakui bahwa Ali adalah orang ynag lemah, maka orang yang lemah tidak pantas menjadi Imam, karena Imamah hanyalah pantas bagi orang-orang yang sanggup saja”. Dan jika kaum syi’ah menjawab:  “Ali sebenarnya sanggup akan tetapi dia tidak melaksanakannya”, maka kita katakan : “berarti perbuatan ali ini adalah Khianat, karena dia tidak melaksanakan perintah, adan orang yang berkhianat tidak pernah pantas mejadi seorang Imam dan tidak akan pernah dipercaya sebagai seorang pemimpin!”

Kesembilan: Ketika ali bin Abi Thalib diangkat menjadi seorang Khalifah tak sekalipun kita melihat atau mendengar bahwa ia menyalahi para Khalifah-khalifah sebelumnya, dan Ali tidak pernah sama sekali mengeluarkan Al-qur’an lain kehadapan manusia (sebagaimana klaim syi’ah bahwa Ali mempunyai Al-qur’an lain selain Al-qur’an yang kita kenal sekarang), dan kita tidak pernah mendapati Ali mengingkari salah seorangpun dari para khalifah pendahulunya, bahkan Ali bin abi Thalib malah sering mengulang-ulang perkataannya diatas minbar: “sebaik-baik ummat setelah nabinya adalah Abu abakar dan Umar”. Ali tidak pernah mensyari’atkan nikah Mut’ah, dan Ali tidak pernah sama sekali mewajibkan kepada manusia untuk melakukan Nikah Mut’ah dikala Haji. Ali tidak pernah menghimbau untuk merubah “Hayya A’lal Falah” di dalam Azan menjadi “ Hayya A’la khairil amal”, dan Ali tidak pernah menghapus “Assholatu Khairun Min-annaum” di dalam azan. Kenapa kaum syi’ah melaksanakn sesuatu atau mengklaim sesuatu yang tidak pernah sama sekali disyari’atkan atau dikatakan oleh sayyidina Ali? Jelaslah bahwa syi’ahlah yang mengarang dan membuat-buat hukum seenak nafsunya sendiri.

Kalaulah memang benar Ali mengetahui bahwa Abu bakar, U’mar dan Utsman telah merebut Khilafah darinya, maka kenapa disaat dia menjadi khalifah tidak menyampaikan hal itu dihadapan manusia? Padahal dia mempunyai kekuatan? Dan malah yang terjadi adalah sebaliknya, Ali malah sering memuji-muji kepemimpinan mereka.

Kesepuluh: Syi’ah menganggap bahwa Khulafa’ Ar-rasyidin sebelum Ali adalah kafir, lalu kenapa kita melihat Allah SWT. Malah memberikan pertolongan-nya kepada mereka untuk menaklukkan Negara-negara lain dan memperluas wilayah islam? Dan Islam menjadi Negara yang disegani dan sangat mulia dimasa mereka melebihi masa-masa setelah mereka?. Apakah masuk akal Allah SWT meninggikan derajat islam ditangan orang-orang kafir seperti Abu bakar, Umar dan Utsman (seperti yang diklaim syi’ah)?

Dan sebaliknya, disaat kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (seorang Al-ma’shum menurut syi’ah) kita melihat kaum muslimin malah terpecah-belah dan bahkan saling memerangi. Dimana ke-M’asuman ali wahai kaum syi’ah? Dimana Rahmah dan ketinggian islam disaat pemimpinnya adalah Al-ma’sum menurut kalian?!, Apakah kalian masih mempunyai Akal?!
IsyaAlllah akan bersambung kebagian selanjutnya.
Wallahu A’lam

Sumber: disarikan dan diterjemah oleh Harun Lubis dari kitab "As'ilah Qodat Syabab As-syi'ah Ila Al-haq" penulis: Ustadz sulaiman Shalih al-khurosyi. Terbitan penerbit Al-khair.

Kamis, 03 Oktober 2013

Amalan-amalan Yang Dianjurkan di Hari Jum'at



Bismillahirrahmanirrahim

Hari jum'at adalah hari yang paling mulia dan paling utama diantara hari-hari yang lain, hari jum'at adalah sayyidul ayyam yaitu penghulu diantara hari-hari yang lain, ini tentu saja punya alasan dan hal ini didasarkan kepada sabda Rasululullah SAW:

Dari Aus bin ‘Aus, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling utama adalah hari Jum’at. Di hari itu, Adam diciptakan; di hari itu, Adam meninggal; di hari itu, tiupan sangkakala pertama dilaksanakan; di hari itu pula, tiupan kedua dilakukan.” (HR. Abu Daud, An Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad, shahih)

Sebagaimana bulan Ramadhan adalah yang paling utama diantara bulan-bulan yang lain maka hari jum'at adalah yang paling utama diantara hari-hari yang lain, oleh karenanya banyak sekali amalan-amalan yang dianjurkan untuk dilaksanakan pada hari jum'at sebagaimana bulan ramadhan juga dianjurkan untuk melaksanakan banyak amalan-amalan selain puasa.

Berikut ini adalah amalan-amalan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di hari jum'at:
Pertama: Memperbanyak Shalawat atas nabi Muhammad SAW. amalan ini didasarkan kepada hadits nabi muhammad Shallallahu a'laihi wasallam, :

"Sesungguhnya diantara hari-hari kalian yang paling mulia adalah hari Jum’at. Karena itu, perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari itu karena shalawat kalian akan ditampakkan kepadaku.” (HR. Abu Dawud dalam as-Sunan no. 1528 dari Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu. An-Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Shalihin menyatakannya sahih)

Kedua: Membaca Surah Al-kahfi pada malam jum'at dan siang harinya, ini disandarkan kepada Atsar yang diriwayatkan dari sahabat Abu Sa'id Al-khudri beliau berkata:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَلَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, akan bersinar baginya cahaya antara dirinya dan Baitul Haram.” (Riwayatal-Baihaqi dalam asy-Syu’ab dan dinyatakan sahih oleh al-‘Allamah al-Albani dalam Shahih al-Jami’)"

Ketiga: Dianjurkan ketika shalat subuh dihari jum'at untuk membaca surah As-sajadah dan Ad-dahr. ini juga dilandaskan kepada hadits nabi Muhammad SAW. "dari sahabat Abu Hurairah RA.beliau berkata bahwa Rasulullah Sallallahu a'laihi wasallam membaca pada saat shalat subuh di hari jum'at surah As-sajadah di rakaat pertama dan (Ad-dahr)di raka'at kedua" (Shahih al-Bukhari no. 891)

Keempat: Memperbanyak membaca do'a di hari jum'at
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau bersabda, “Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ada hadits yang menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, “Waktu siang di hari Jum’at ada 12 (jam). Jika seorang Muslim memohon pada Allah ‘Azza wa Jalla sesuatu (di suatu waktu di hari Jum’at) pasti Allah ‘Azza wa Jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.” (HR. Abu Daud).

Kelima: Mandi Jum'at
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa (yang menggauli istrinya) sehingga mewajibkan mandi pada hari Jum’at kemudian diapun mandi, lalu bangun pagi dan berangkat (ke masjid) pagi-pagi, dia berjalan dan tidak berkendara, kemudian duduk dekat imam dan mendengarkan khutbah dengan seksama tanpa sendau gurau, niscaya ia mendapat pahala amal dari setiap langkahnya selama setahun, balasan puasa dan shalat malam harinya.” (HR. Tirmidzi no. 496, An Nasai 3/95-96, Ibnu Majah no. 1078, dan Ahmad 4/9)

Mandi Jum’at ini menurut jumhur (mayoritas) ulama, hukumnya adalah sunnah (bukan wajib). Di antara alasannya adalah dalil, “Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika itu, maka itu lebih afdhal.” (HR. An Nasai, At Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).

Al Bahuti Al Hambali mengatakan, “Awal mandi Jum’at adalah ketika terbit fajar dan tidak boleh sebelumnya. Namun yang paling afdhol adalah ketika hendak berangkat shalat Jum’at. Inilah yang lebih mendekati maksud.” Imam Nawawi menyebutkan, “Jika seseorang mandi setelah terbit fajar (Shubuh), mandi Jum’atnya sah menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama.”

Keenam: Melaksanakan shalat Jum'at bagi laki-laki muslim, merdeka, mukallaf, dan tinggal di negerinya (Mustautin). Atas mereka shalat Jum'at hukumnya wajib. Sementara bagi budak, wanita, anak kecil dan musafir, maka shalat Jum'at tidak wajib atas mereka. Namun, jika mereka menghadirinya, maka tidak apa-apa dan sudah gugur kewajiban Dzuhurnya. Dan kewajiban menghadiri shalat Jum'at menjadi gugur disebabkan beberapa sebab, di antaranya sakit dan rasa takut. (Lihat: Syarh al-Mumti': 5/7-24)

Ketujuh: Memakai minyak wangi, bersiwak, dan mengenakan pakaian terbagusnya merupakan adab menghadiri shalat Jum'at.
Dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad dalam Musnadnya dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah)

Demikianlah diantara amalan-amalan yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di hari jum'at, sebagai muslim yang sangat mengharap ridha dan kasih sayang Allah SWT. tentu saja kita akan memanfaatkan hari jum'at sebaik-baiknyabukan malah menyia-nyiakannya dengan banyak berleha-leha dan melaksanakan hal-hal yang tidak jelas manfa'atnya.
Wallahu A'lam